Selasa, 18 Juni 2013

Strategi Dalam Pengembangan Masyarakat




Oleh : Hamdan Syafii, S.Sos.I

A.    Pendahuluan
Pelaksanaan pengembangan masyarakat, seperti yang disampaikan oleh Rothman (1979) meliputi 3 (tiga) model, yaitu: Locality Development, Social Planning, dan Social Action, yang secara teoretis dapat dibedakan. Dalam pelaksanaannya, ketiga model tersebut dapat digunakan secara integral dalam serangkaian program pengembangan masyarakat, dan dapat pula digunakan secara parsial untuk sebuah kegiatan intervensi.
Apapun model pengembangan masyarakat yang digunakan, maka pelaksanaannya sangat dipengaruhi oleh kondisi masalah dan dan kondisi masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, strategi perubahan yang akan digunakan akan berbeda pula; tergantung pada kondisi masyarakat yang selanjutnya disesuaikan dengan asumsi-asumsi yang mendasari setiap strategi. Menurut Erlich, setidaknya strategi akan berisi rencana aksi (action idea) ataupun rencana proses (process idea), yang akan memandu dalam mengarah kepada tujuan. Oleh karena itu, strategi bersifat dinamis, dan bergantung kepada assessment terhadap peran dan perilaku pihak lain yang terlibat.
Pentingnya strategi bagi para praktisi pengembangan masyarakat tidak dapat dipungkiri. Tanpa strategi, ideologi dan komitmen mereka menjadi hanya omong kosong, dan aksi tanpa strategi tidak berguna. Hanya melalui pertimbangan berbagai alternatif yang dipikirkan secara matang dan memperhatikan aspek pragmatisnya dapat dibuat evaluasi yang rasional terhadap berbagai rencana aksi, serta memperhatikan kekuatan dan kelemahan dari strategi tersebut. Atas dasar strategi yang ditentukan, maka teknik-teknik yang dibutuhkan dapat ditetapkan untuk menerapkan strategi tersebut.
B.     Elemen-elemen Dasar Strategi
Pemahaman yang komprehensif dari konsep strategi, akan dapat diperoleh melalui penelaahan elemen-elemennya. Menurut Erlich elemen-elemen tersebut adalah strategi sebagai suatu tujuan (as a goals), sebagai teknik pengaturan (as orchestration), sebagai perpaduan antara taktik konsensus dan konflik (as an amalgam conflict and consensus tactics), sebagai suatu fenomena tugas dan proses (as task-process phenomenon), serta sebagai suatu pilinan alat-tujuan (as means-ends spiral).
Strategi sebagai suatu tujuan. Pada dasarnya, strategi dipandang sebagai sebuah upaya yang diatur untuk mempengaruhi seseorang atau suatu sistem dalam hubungannya dengan tujuan yang diinginkan oleh seorang pelaku. Makna “diatur” dalam pengertian bahwa suatu usaha dibuat untuk memperhitungkan aksi dan reaksi pada pihak lain yang menjadi pendukung dalam pencapaian tujuan. Tujuan yang diinginkan itu cenderung bersifat umum, seperti suatu “keadaan sistem” tertentu yang diinginkan oleh agen perubahan. Hal ini sering disebut “strategic intent” (Hamel and Prahalad, 1989). Namun mengartikulasikan strategic intent ini bukan pekerjaan mudah, karena setidaknya terdapat beberapa kesulitan, diantaranya:
1.       Pengartikulasian Tujuan, yaitu dalam memilih dan mengartikulasi tujuan pada tingkat pengertian publik yang memungkinkan untuk dicapai, serta memungkinkan publik mengetahui kapan mereka sudah mencapainya. Dengan demikian, membuat spesifik dan lebih konkrit tujuan strategis yang umum merupakan bagian yang penting dalam proses pengembangan masyarkat.
2.      Substitusi Ideologi, Sulitnya mengartikulasikan dan menspesifikan komitmen ideologis, beberapa nilai umum disubstitusikan untuk tujuan aktual. Akibatnya praktisi menjadi “true believers”. Komitmen seharusnya menjadi puncak bagi believers. Tanpa komitmen kemajuan sulit didapat.
3.      Menyepelekan Tujuan, Dengan sulitnya tujuan dibuat spesifik, penggantian alat/cara untuk pencapaian tujuan menjadi tidak biasa. Ini disebut “means rituals”.
4.      Pengukuran tujuan, Bagian dari masalah yang dihadapai adalah pencapaian dan penyelesaian tujuan sulit diukur. Padahal tanpa pengukuran, tujuan menjadi lemah.
Strategi sebagai Teknik Pengaturan Strategi dimaksudkan sebagai suatu “pengaturan” yang dramatis, dimana setiap orang tampil dengan keterampilan dan peran yang berbeda, serta mengikuti rencana aksi. Yang dilakukan setiap orang berkaitan dengan seluruh bagian. Peran agen perubahan sebagai pendorong dan sutradara yang berusaha untuk mengintegrasikan berbagai elemen yang berbeda. Dalam prakteknya, dari satu tahap ke tahap berikutnya merupakan progres sehingga seluruh tahap dari skema aksi lengkap.
Fokus Strategi: Pendekatan Konsensus dan Konflik Permasalahan strategi adalah seringnya pendikotomian dalam menentukan pilihan antara pendekatan konflik dan konensus, dan ini merupakan kenyataan dalam kehidupan masyarakat. Penggunaan konsensus dan konflik ini cukup dominan pada model pengembangan masyarakat dan model aksi sosial. Bila dilihat secara lebih luas, konflik dan konsensus dipandang sebagai kembar siam dari social progress. Kedua pendekatan ini diperlukan dalam situasi tertentu.
Fokus Strategi : Pendekatan Tugas dan Proses Dalam bekerja dengan sebuah kolektif atau kelompok, perencana dan organisator selalu dihadapkan pada pilihan tekanan orientasi: tugas atau proses. Orientasi tugas menekankan pada pencapaian hasil dan menomorduakan pengembangan kapasitas masyarakat dan keterikatan diantara mereka, sedangkan orientasi proses sebaliknya menomorduakan pencapaian hasil.
Strategi sebagai AlatTujuan Sebagian besar praktisi mengakui bahwa pengoperasian rantai alat-tujuan sebagai pengalaman praktis yang umum. Konsep strategi sebagai pilinan alat-tujuan yang diatur memiliki sejumlah konsekuensi yang penting bagi pengembangan masyarakat.
C.     Strategi Dasar Dalam Pengembangan Masyarakat
Ada 3 (tiga) strategi dasar dalam pengembangan masyarakat, yaitu Strategi Empiris-rasional, Strategi Normatif-reedukatif, dan Strategi Kekuasaan-Paksaan (Power-Coercive). Seperti dijelaskan pada bagian terdahulu, pemilihan strategi yang tepat didasarkan kepada asumsi-asumsi yang digunakan oleh perencana terhadap kondisi masyarakat. Asumsi tentang masyarakat memberikan pijakan kepada perencana untuk mennetukan berbagai hal yang harus dipersiapkan dan dilakukan kemudian dalam mewujudkan tujuan yang ingin dicapai.
1.       Strategi Empiris-Rasional
Strategi Empiris Rasional didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut:
a)     Manusia adalah mahluk rasional. Dengan demikian, musuh utama rasionalitas manusia adalah kebodohan dan tahyul.
b)     Manusia akan mengikuti kepentingan dirinya yang rasional.
c)      Manusia akan menerima perubahan jika perubahan tersebut dapat diterima dan dibenarkan secara rasional. Untuk itu, agen perubahan harus dapat menunjukkan manfaat perubahan bagi sasaran perubahan. Karena apabila manfaat dari perubahan itu tidak dapat mereka terima atau tidak dapat terbukti, maka mereka tidak dapat meyakini perlunya perubahan bagi mereka.
Tujuan yang ingin dicapai adalah perubahan pengetahuan melalui informasi atau dasar pemikiran intelektual.
2.      Strategi Normatif-Reedukatif
Strategi Normatif-reedukatif didasarkan pada asumsi sebagai berikut:
a)     Pola tindakan dan perilaku warga masyarakat didukung oleh:
b)     Norma-norma sosial-budaya, dan
c)      Komitmen individu terhadap norma-norma.
d)     Norma sosial-budaya didukung oleh sikap dan sistem nilai dari indvidu (pandangan normatif yang memperkuat komitmen mereka)
e)     Perubahan pola perilaku atau tindakan masyarakat hanya kaan terjadi jika orang dapat digerakan hatinya untuk mengubah orientasi normatif terhadap pola lama dan mengembangkan komitmen terhadap pola yang baru.
Tujuan yang ingin dicapai adalah perubahan siskap, perasaan, dan pola hubungan.

3.      Strategi Power-Coercive
Strategi Power-coercive didasarkan kepada asumsi:
1)       Manusia akan mengikuti keinginan dari pihak lain yang dipandangkan memiliki kekuasaan lebih besar. Terlebih lagi bila sebagian sumber pemenuhan kebutuhan dia berada pada pihak tersebut.
2)     Masyarakat yang memiliki tingkat intelektual yang rendah dan situasi masyarakat yang anomi menuntut peran yang lebih besar dari penguasa untuk melakukan inisiatif dan pengaturan.
3)      Manusia akan mengikuti perubahan yang terjadi ketika tidak memiliki daya daya tawar dan kemampuan untuk mengoreksi.
4)     Unsur kekuasaan yang digunakan :
a.     Kekuasaan Politik
b.     Kekuasaan Ekonomi
c.      Kekuasaan Moral.
Tujuan yang ingin dicapai perubahan orientasi dan kemauan mengikuti arah perubahan. Sebagai strategi dasar, operasionalisasinya akan terkait dengan pendekatan dan model pengembangan masyarakat yang digunakan. Untuk itu, perlu diperhatikan komponen-komponen yang perlu diperhatikan dalam menyusun strategi pengembangan masyarakat.
D.     Penutup
Strategi memiliki kedudukan yang cukup sentral dalam proses pengembangan masyarakat. Tanpa strategi, ideologi dan komitmen dalam pengembangan masyarakat menjadi hanya sebatas retorika yang tanpa makna. Aksi yang dilakukan tanpa menggunakan strategi yang tepat tidak dapat menjamin tercapainya hasil yang diharapkan

Membangun Jaringan Kerjasama Antar Desa



Hamdan Syafi’i, S.Sos.I

Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat dipisahkan dari komunitasnya dan setiap orang di dunia ini tidak ada yang dapat berdiri sendiri melakukan segala aktivitas untuk memenuhi kebutuhannya, tanpa bantuan orang lain. Secara alamiah, manusia melakukan interaksi dengan lingkungannya, baik sesama manusia maupun dengan makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu, salah satu kunci sukses suatu kegiatan adalah sukses dalam kerja sama.
Kerja sama pada intinya menunjukkan adanya kesepakatan antara dua orang atau lebih yang saling menguntungkan. Kerja sama merupakan aktivitas bersama dua orang atau lebih yang dilakukan secara terpadu yang diarahkan kepada suatu target atau tujuan tertentu. Sedangkan kerjasama desa adalah suatu rangkaian kegiatan yang terjadi karena ikatan formal antar desa atau desa dengan pihak ketiga untuk bersama-sama melakukan kegiatan usaha guna mencapai tujuan tertentu.
Dari pengertian kerjasama di atas, maka ada beberapa aspek yang terkandung dalam kerja sama, yaitu:
  1. Dua orang/lembaga/desa atau lebih, artinya kerja sama akan ada kalau ada minimal dua pihak yang melakukan kesepakatan. Oleh karena itu, sukses tidaknya kerjasama tersebut ditentukan oleh peran dari kedua pihak atau lebih yang bekerja sama tersebut.
  2. Aktivitas, menunjukkan bahwa kerja sama tersebut terjadi karena adanya aktivitas yang dikehendaki bersama, sebagai alat untuk mencapai tujuan dan ini membutuhkan strategi (bisnis/usaha).
  3. Tujuan/target, merupakan aspek yang menjadi sasaran dari kerjasama usaha tersebut, biasanya adalah keuntungan baik secara financial maupun non finansial yang dirasakan atau diterima oleh kedua pihak. 
  4. Jangka waktu tertentu, menunjukkan bahwa kerja sama tersebut dibatasi oleh waktu, artinya ada kesepakan kedua pihak kapan kerjasama itu berakhir. Dalam hal ini, tentu saja setelah tujuan atau target yang dikehendaki telah tercapai.
Sebagaimana diuraikan di atas bahwa salah satu aspek dari kerja sama adalah target atau tujuan yang akan di capai. Melihat hal ini, maka sudah jelas bahwa dengan adanya kerja sama diharapkan diperoleh manfaat dari pihak-pihak yang bekerja sama tersebut. Manfaat kerja sama dilihat dari target tersebut adalah baik bersifat finansial maupun nonfinansial.
Adapun manfaat kerja sama sebagai berikut :
  1. Kerja sama mendorong persaingan di dalam pencapaian tujuan dan peningkatan produktivitas.
  2. Kerja sama mendorong berbagai upaya individu agar dapat bekerja lebih produktif, efektif, dan efisien.
  3. Kerja sama mendorong terciptanya sinergi, sehingga biaya operasionalisasi akan menjadi semakin rendah yang menyebabkan kemampuan bersaing meningkat.
  4. Kerja sama mendorong terciptanya hubungan yang harmonis antarpihak terkait serta meningkatkan rasa kesetiakawanan.
  5. Kerja sama menciptakan praktek yang sehat serta meningkatkan semangat kelompok.
  6. Kerja sama mendorong ikut serta memiliki situasi dan keadaan yang terjadi di lingkungannya, sehingga secara otomatis akan ikut menjaga dan melestarikan situasi dan kondisi yang telah baik.
Dalam rangka mencapai tujuan tertentu desa dapat melakukan kerjasama dengan pihak-pihak lain. Baik tingkat kecamatan, kabupaten dan stikholder lain yang mendukung.
Bentuk kerjasama desa antara lain :
  1. Kerjasama desa dengan desa, dalam satu kecamatan ;
  2. Kerjasama desa dengan desa, lain kecamatan ;
  3. Kerjasama desa dengan desa, lain kabupaten; dan
  4. Kerjasama desa dengan pihak ketiga.
Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa kerjasaman desa dilakukan sesuai kewenangannya oleh karena itu bidang Kerjasama Desa dengan Desa meliputi kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Sedangkan Bidang Kerjasama dengan Pihak Ketiga meliputi :
  1. Peningkatan Perekonomian Masyarakat Desa;
  2. Peningkatan Pelayanan Pendidikan;
  3. Kesehatan;
  4. Sosial Budaya;
  5. Ketentraman dan Ketertiban;
  6. Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Teknologi Tepat Guna dengan memperhatikan kelestarian lingkungan;
  7. Tenaga Kerja;
  8. Pekerjaan Umum;
  9. Batas Desa; dan/atau
  10. Lain-lain kegiatan yang menjadi kewenangan desa.
Untuk pelaksanaan kerjasama dapat dibentuk Badan Kerjasama yang terdiri dari unsur Pemerintahan Desa, Lembaga Kemasyarakatan Desa dan tokoh masyarakat dari desa yang mengadakan Kerjasama. Badan Kerjasama tersebut bertugas menyusun rencana kegiatan dan pelaksanaannya. Badan kerjasama dapat membentuk Sekretariat yang bertugas membantu pelaksanaan administrasi Badan Kerjasama. Penentuan Sekretariat Badan Kerjasama ditetapkan dengan Keputusan Badan kerjasama.
Biaya pelaksanaan kerjasama antar desa dibebankan pada desa yang melakukan kerjasama dengan pengelolaan keuangan dipertanggungjawabkan oleh masing-masing kepala desa. Biaya pelaksanaan kerjasama desa dengan pihak ketiga disesuaikan dengan peraturan bersama antara kedua belah pihak dan pengelolaan keuangan dipertanggungjawabkan masing-masing. Dalam hal dibentuk Badan Kerjasama, maka pengelolaan keuangan, dipertanggungjawabkan oleh Badan Kerjasama kepada Kepala Desa.
Peran BPD dalam Kerjasama Desa antara lain adalah :
  1. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Desa terhadap rencana kerjasama desa;
  2. mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan Kerjasama Desa.
Pada dasarnya belum ada desa yang dapat berdiri sendiri dalam memenuhi semua kebutuhan. Betapapun besarnya dana/pendapatan asli desa yang tersedia tidak semua kebutuhan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat dapat tertangani. Oleh karena itu setiap desa memerlukan desa/pihak lain dalam memenuhi tugas/kewajiban desa. Dengan kesadaran ini, usaha-usaha kerjasama antar satu desa dengan desa lain/pihak ketiga perlu semakin digalakkan dengan harapan kelemahan dari satu desa dapat dilengkapi oleh pihak lain. Dengan demikian masing-masing pihak dapat memberi dan mendapatkan keuntungan dari pihak lain, dengan tujuan utama memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat.