Hamdan, S.Sos.I
(Alumni Fakultas Dakwah & Komunikasi)
A. Pendahuluan
Dalam suatu
daerah, ada yang biasa disebut dengan kebijakan sosial. Kebijakan sosial ini
menyangkut pada segala sisi dan aspek dari pemerintahan. Baik itu di bidang
ekonomi, politik, hukum, pembangunan, dan lain-lain. Adanya kebijakan sosial
ini tak lain adalah agar dapat memajukan tingkat kesejahteraan masyarakat di
suatu daerah.
Oleh karena
itu pentingnya dalam kajian Ilmu Kesejahteraan Sosial yang berkaitan sebagai
pekerja sosial untuk mampu menenggahi permasalahan yang terjadi
ditenggah-tenggah masyarakat yang mayoritas masih serba kekurangan dalam
kehidupan kesehariannya. Sehingga pemerintah daerah NTB saat ini perlu adanya
penyusuaian persepsi terhadap para pakar yang membuka jurusan yang terkait
dengan ilmu pekerja sosial untuk lebih terfokus terhadap realita yang dialami
oleh masyarakat NTB saat ini.
Penanganan
kemiskinan saat ini sepaturtnyamenjadi persoalan bersama antara pemerintah
dengan mengedepankan singkronisasi ilmu yang digeluti supaya dampak
permasalahan dapat dirasakan. Bukan pada persoalan ego seperti yang saat ini
terjadi.
B. Pengertian kebijakan sosial
Menurut Ealau
dan Prewitt, kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku yang dicirikan oleh
perilaku yang konsisten dan berulang, baik dari yang membuatnya maupun yang
mentaatinya (yang terkena kebijakan itu) (Suharto, 1997). Kamus Webster memberi
pengertian kebijakan sebagai prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk
mengarahkan pengambilan keputusan. Titmuss mendefinisikan kebijakan sebagai
prinsip-prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan
tertentu (Suharto, 1997). Kebijakan, menurut Titmuss, senantiasa berorientasi
kepada masalah (problem-oriented) dan berorientasi kepada tindakan
(action-oriented). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kebijakan adalah
suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara
bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan
tertentu.
Dalam
kaitannya dengan kebijakan sosial, maka kata sosial dapat diartikan baik secara
luas maupun sempit (Kartasasmita, 1996). Secara luas kata sosial menunjuk pada
pengertian umum mengenai bidang-bidang atau sektor-sektor pembangunan yang
menyangkut aspek manusia dalam konteks masyarakat atau kolektifitas. Istilah
sosial dalam pengertian ini mencakup antara lain bidang ekonomi, pendidikan,
kesehatan, politik, hukum, budaya, atau pertanian.
Definisi
kebijakan social (social policy) menurut Oxford English Dictionary, adalah
suatu cara pengambilan tindakan dalam melanjutkan proses pemerintahan,
ke-partaian, kekuasaan, kepemimpinan Negara, dan lain-lain ; arah dalam
pengambilan suatu tindakan itu haruslah menguntungkan atau sesuai.
Schorr dan
Baumheir, menggunakan definisi kebijakan sosial yaitu suatu prinsip dan cara
melakukan suatu tindakan kesepakatan di suatu tataran dengan individu dan juga
menjalin hubungan dengan masyarakat. Hal ini menjadikan suatu pemikiran dalam
melakukan intervensi (keterlibatan) dari peraturan yang berbeda dengan sistem
sosial. Menetapkan suatu kebijakan sosial haruslah menunjukkan tata cara
bagaimana proses penerapannya dalam menghadapi suatu fenomena sosial, hubungan
sosial pemerintah dalam mendistribusikan penghasilan dalam suatu masyarakat.
Definisi lain
dari kebijakan sosial adalah suatu kondisi di atas level pengembangan dalam
suatu kelompok, baik itu tradisi, kebudayaan, orientasi ideology, dan kapasitas
teknologi. Bruce. S Jansson mendefinisikan kebijakan sosial adalah
mengendalikan sasaran pemecahan masalah yang menyangkut keuntungan orang
banyak. Hal ini menekankan bahwa kebijakan sosial bertujuan untuk mengurangi
masalah sosial seperti kelaparan, kemiskinan, dan guncangan jiwa. Atau
kebijakan sosial dapat pula di definisikan sebagai kumpulan strategi untuk
memusatkan perhatian pada problem sosial.
Dengan
demikian, kebijakan sosial dapat diartikan sebagai kebijakan yang menyangkut
aspek sosial dalam pengertian sempit, yakni yang menyangkut bidang
kesejahteraan sosial. Pengertian kebijakan sosial seperti ini selaras dengan
pengertian perencanaan sosial sebagai perencanaan perundang-undangan tentang
pelayanan kesejahteraan sosial yang pertama kali muncul di Eropa Barat dan
Amerika Utara, sehingga meskipun pengertian perencanaan sosial diintegrasikan
secara meluas, di masyarakat Barat berkembang anggapan bahwa perencanaan sosial
senantiasa berkaitan erat dengan perencanaan kesejahteraan sosial. (Conyers
1992).
C. Garis besar aspek kebijakan
sosial NTB
Kebijakan
sosial adalah suatu aspek dan objek kajian yang memiliki ruang lingkup luas dan
global. Peran pekerja sosial dalam menghadapi fenomena perkembangan. NTB sangat
diperlukan peran serta aktif dalam bekerjasama dengan instansi kepemerintahan
seperti pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah provinsi yang memang
memiliki otoritas dan peranan dalam melakukan suatu kebijakan.
Seperti yang
terdapat dalam definisi diatas, kebijakan sosial dalam sebuah daerah sangat berfungsi dalam melakukan suatu kesejahteraan
bagi penduduk di suatu daerah. Pekerja sosial sebagai tenaga yang sangat
dibutuhkan kontribusinya dapat pula berfungsi dengan berperan serta aktif ikut
menentukan dan membuat perancangan kebijakan sosial strategis tidak hanya dalam
lingkup lokal melainkan dalam mitra global. Pekerja sosial haruslah aktif dalam
merespon situasi perubahan dan perkembangan kondisi global, sehingga dapat
bersama dengan pemerintah melakukan rancangan yang efektif dalam
mensejahterakan masyarakat.
Setiap daerah
memiliki mekanisme tersendiri dalam proses perumusan suatu kebijakan sosial.
Sebagain besar daerah menyerahkan tanggung jawab ini kepada setiap departemen
pemerintahan, namun ada pula daerah yang memiliki badan khusus yang menjadi
sentral perumusan kebijakan sosial. Terdapat pula daerah-daerah yang melibatkan
baik lembaga pemerintahan maupun swasta dalam merumuskan kebijakan sosialnya. Tidaklah
mudah untuk membuat generalisasi lembaga mana yang paling berkompeten dalam
masalah ini.
Dalam perjalanan,
penyusunan, perancangan, dan penerapannya, kebijakan sosial meliputi 4 (empat)
tingkatan aktivitas profesi :
1.
Melihat aktivitas di
suatu tataran dengan merespon untuk membuat suatu kebijakan sosial yang melihat
dari penetapannya terhadap suatu undang-undang, mengartikannya dengan
menjadikan sebagai suatu kebijakan yang dilindungi oleh hukum, membuat
keputusan pada bidang administrasi, melaksanakan dan menerapkannya. Penentuan
bidang ini dilakukan oleh pengambil kebijakan yaitu pemerintah
2.
Melihat bentuk
pelayanan dan sebagai penasihat secara teknis tentang suatu kebijakan, atau
sebagai konsultan yang mengkhususkan dalam suatu lapangan yang berkepentingan.
Bidang ini merupakan wewenang di tingkatan legislatif pada suatu Negara
demokrasi.
3.
Meneliti dan
menginvestigasi problema sosial dan mengumpulkan informasi yang berkaitan
dengan kebijakan sosial. Bidang ini dilkukan oleh para pekerja sosial
4.
Memberikan perlindungan
atau advokasi secara khusus terhadap suatu kebijakan dasar yang berkepentingan
dengan suatu bidang. Bidang ini merupakan kerja pihak LSM yang bergerak pada
bidangnya misalkan LSM lingkungan, LSM ekonomi, LSM politik, dan lain-lain.
Sehingga
kesimpulan ringkas yang dapat kita ambil dari adanya pembagian aktivitas yang
secara tidak langsung dapat bekerjasama mengambil suatu ketetapan dalam
penerapan kebijakan sosial, disini pihak pemerintah dapat dengan mudah
menentukannya hal ini disebabkan karena masing-masing pihak dapat memantau
kebijakan yang dibuat pemerintah dan mengawasi tindakan dalam penerapannya.
Sehingga tingkat pelanggaran yang nantinya akan terjadi dapat terdeteksi dan
transparan.
Selain adanya
tingkatan aktivitas yang dilakukan pada bidangnya masing-masing, kebijakan
sosial pun memiliki 3 (tiga) tingkatan intervensi, yang tak jauh berbeda dengan
tingkatan aktivitas. Penjelasan ini menurut pembagian Bruce. S Jansson, di
dalam Social Policy,from theory to practice diantaranya:
1.
Direct-service
practice, yang berkaitan dengan pekerjaan para pelaksana kebijakan
2.
Community
organization, yang membicarakan pada pengerahan kemampuan seperti menghimpun
koalisi
3.
Administrative social
work, yang berkenaan dengan pokok persoalan.
Suatu kebijakan
yang telah disusun, dirancang, dan disepakati sebelumnya haruslah meliputi dua
aspek yang harus diperhatikan, diantaranya ialah :
1.
mengaktualisasikan
kebijakan dan program yang dibuat untuk kesejahteraan masyarakat
2.
menyingkap dan memperlihatkan lapangan
akademis dalam penyelidikan yang ditekankan dengan deskripsi, uraian, dan
evaluasi terhadap suatu kebijakan.
Adanya aspek
yang tertera diatas dimaksudkan agar masyarakat sebagai objek sasaran
kesejahteraan dapat memahami dan menerapkannya dengan baik. Begitu juga dengan
pemerintah dan semua perangkatnya haruslah memperhatikan bagaimana kinerja
tersebut berlangsung. Sehingga kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan dengan
baik.
Lantas
bagaimana nantinya pemerintah dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat
melalui kebijakan yang telah disuun dan diterapkan? Jawabannya adalah dapat
ditempuh dengan 3 (langkah) yang bila hal tersebut berjalan secara efektif maka
penerapannya akan sempurna. Ketiga langkah tersebut anatara lain seperti yang
terdapat dalam The Handbook of Social Policy adalah :
1.
Mereka (pemerintah)
membuat kebijakan yang bersifat spesifik dengan maksud untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Contoh : pemerintah mungkin dapat saja mencoba untuk
memperbaiki kondisi sosial penduduknya dengan memperkenalkan bentuk program
kebijakan yang baru.
2.
Pemerintah mempengaruhi
kesejahteraan sosial melalui kebijakan sosial dengan melihatnya dari sisi
ekonomi, lingkungan, atau kebijakan lainnya, walaupun begitu mereka memiliki
perhatian terhadap suatu kondisi sosial. Contoh : kebijakan sosial dengan
menambah hubungan relasi perdagangan atau mengundang investor dari Negara lain
lalu menciptakan lapangan pekerjaan baru dan membangkitkan pemasukan yang akan
mempengaruhi kesejahteraan masyarakat dengan melihat tumbuh suburnya jumlah
investor perdagangan, dan lain-lain.
3.
Kebijakan sosial
pemerintah yang mempengaruhi kesejahteraan masyarakat secara tidak terduga dan
tidak diharapkan. Suatu kebijakan terfokus pada salah satu grup tetapi pada
kenyataanya justru mendatangkan keuntungan yang tidak terduga pada aspek yang
lain.
D. Kemiskinan sebagai objek sasaran
kebijakan sosial NTB
Permasalahan
kemiskinan NTB merupakan permasalahan yang seringkali ditemukan dibeberapa
daerah-daerah lain yang ada di Indonesia yang sedang proses berkembang atau
bahkan terkadang dapat pula ditemukan di Negara maju, biasanya permasalahan di
Negara maju kemiskinan lebih sering terjadi pada para imigran.
Sebagai
masalah yang menjadi isu global disetiap daerah. Wacana kemiskinan dan
pemberantasannya haruslah menjadi agenda wajib bagi para pemerintah dan
pemimpin daerah. Peran serta pekerja sosial dalam menangani permasalahan
kemiskinan sangat diperlukan, terlebih dalam memberikan masukkan (input) dan
melakukan perencanaan strategis (strategic planning) tentang apa yang akan
menjadi suatu kebijakan dari pemerintah.
Sebelum mengetahuinya
lebih dalam, perlu diketahui penyebab kemiskinan yang secara tidak langsung
menjadi standar global :
1.
kemiskinan
kebudayaan, hal ini biasanya terjadi disebabkan karena adanya kesalahan pada
subyeknya. Misalnya : malas, tidak percaya diri, gengsi, tak memiliki jiwa
wirausaha yang kompatibel, tidak mempunyai kemampuan dan keahlian, dan
sebagainya.
2.
kemiskinan
structural, hal ini biasanya terjadi karena disebabkan oleh factor eksternal
yang melatarbelakangi kemiskinan. Faktor eksternal itu biasanya disebabkan
kinerja dari pemerintah diantaranya : pemerintah yang tidak adil, korupsi,
paternalistik, birokrasi yang berbelit, dan sebagainya.
Isbandi
Rukminto Adi, Phd menegaskan pula tentang akar kemiskinan berdasarkan level
permasalahan dan membaginya menjadi beberapa dimensi, diantaranya:
1.
Dimensi Mikro :
mentalitas materialistic dan ingin serba cepat ( instan )
2.
Dimensi Mezzo :
melemahnya social trust ( kepercayaan social ) dalam suatu komunitas dan
organisasi, dan otomatis hal ini sangat berpengaruh terhadap si subyek itu
sendiri
3.
Dimensi Makro :
kesenjangan (ketidakadilan) pembangunan daerah yang minus (desa) dengan daerah
yang surplus (kota), strategi pembangunan yang kurang tepat (tidak sesuai
dengan kondisi sosio-demografis) masyarakat Indonesia
4.
Dimensi Global :
adanya ketidakseimbangan relasi antara Negara yang sudah berkembang dengan
Negara yang sedang berkembang.
Departemen
Sosial sebagai instansi yang membawahi sacara langsung masalah kemiskinan tidak
pernah absent dalam mengkajinya termasuk melaksanakan program-program
kesejahteraan sosial yang dikenal dengan PROKESOS yang dilaksanakan baik secara
intra departemen maupun antar departemen bekerjasama dengan
departemen-departemen lain secara lintas sektoral. Dalam garis besar,
pendekatan Depsos dalam menelaah dan menangani kemiskinan sangat dipengaruhi
oleh persepektif pekerjaan sosial (social work). Pekerjaan sosial dimaksud,
bukanlah kegiatan-kegiatan sukarela atau pekerjaan-pekerjaan amal begitu saja,
melainkan merupakan profesi pertolongan kemanusiaan yang memiliki dasar-dasar
keilmuan (body of knowledge), nilai-nilai (body of value) dan keterampilan
(body of skills) professional yang umumnya diperoleh melalui pendidikan tinggi
pekerjaan social.
E. Startegi penanggulangan
kemiskinan NTB
Sesuai dengan
konsepsi mengenai keberfungsian sosial, strategi penanganan kemiskinan di NTB
harus berfokus pada peningkatan kemampuan orang miskin dalam menjalankan
tugas-tugas kehidupan sesuai dengan statusnya. Karena tugas-tugas kehidupan dan
status merupakan konsepsi yang dinamis dan multim wajah, maka intervensi
pemerintah senantiasa melihat sasaran perubahan (orang miskin) tidak terpisah
dari lingkungan dan situasi yang dihadapinya. Prinsip ini dikenal dengan
pendekatan “person in environment dan person in situation”.
Seperti yang
telah dijelaskan diatas Depsos sebagai suatu instansi memiliki pula beberapa
agenda yang memang merupakan disiapkan untuk menekan angka kemiskinan, diantara
program kerja Depsos yang telah terealisasi yang menurut Edi Suharto, Phd
adalah strategi pendekatan pertama yaitu pekerja sosial melihat penyebab
kemiskinan dan sumber-sumber penyelesaian kemiskinan dalam kaitannya dengan
lingkungan dimana si miskin tinggal, baik dalam konteks keluarga, kelompok
pertemanan (peer group), maupun masyarakat. Penanganan kemiskinan yang bersifat
kelembagaan (institutional) biasanya didasari oleh pertimbangan ini. Beberapa
bentuk PROKESOS yang telah dan sedang dikembangkan oleh Depsos dapat
disederhanakan menjadi :
1.
Pemberian pelayanan
dan rehabilitasi social yang diselenggarakan oleh panti-panti sosial
2.
Program jaminan,
perlindungan dan asuransi kesejahteraan sosial
3.
Bekerjasama dengan
instansi lain dalam melakukan swadaya dan pemberdayaan usaha miro, dan
pendistribusian bantuan kemanusiaan, dan lain-lain
Pendekatan
kedua, yang melihat si miskin dalam konteks situasinya, strategi pekerjaan
sosial berpijak pada prinsip-prinsip individualisation dan self-determinism
yang melihat si miskin secara individual yang memiliki masalah dan kemampuan
unik. Program anti kemiskinan dalam kacamata ini disesuaikan dengan
kejadian-kejadian dan/atau masalah-masalah yang dihadapinya. PROKESOS
penanganan kemiskinan dapat dikategorikan ke dalam beberapa strategi,
diantaranya :
1.
Strategi kedaruratan.
Misalnya, bantuan uang, barang dan tenaga bagi korban bencana alam.
2.
Strategi
kesementaraan atau residual. Misalnya, bantuan stimulant untuk usaha-usaha
ekonomis produktif.
3.
Strategi
pemberdayaan. Misalnya, program pelatihan dan pembinaan keluarga muda mandiri,
pembinaan partisipasi sosial masyarakat, pembinaan anak dan remaja.
4.
Strategi “penanganan
bagian yang hilang”. Strategi yang oleh Caroline Moser disebut sebagai “the
missing piece strategy” ini meliputi program-program yang dianggap dapat
memutuskan rantai kemiskinan melalui penanganan salah satu aspek kunci
kemiskinan yang kalau “disentuh” akan membawa dampak pada aspek-aspek lainnya.
Misalnya, pemberian kredit, program KUBE (kelompok usaha bersama)
F. Penutup
Masalah
kebijakan sosial adalah suatu permasalahan yang membutuhkan penanganan khusus,
terpadu dan dilakukan secara kontinu dan konsekuen. Sebagian besar Negara
berkembang selalu memperhatikan aspek kebijakan sosial sebagai program andalan
yang dapat menjadi perencanaan untuk melakukan kesejahteraan sosial.
Telebih lagi
adanya kebijakan sosial tak bisa lepas dari pihak-pihak yang memiliki kaitan
dengan lembaga pembuat kebijakan. Peranan yang harus menjadi tanggungjawab
berbagai pihak dalam menyusun dan melakukan perencanaan se-strategis mungkin
demi tercapainya kesejahteraan sosial, dan aspek-aspek yang menjadi
hambatannya.
G. Daftar pustaka
1.
Isbandi Rukminto Adi.
Phd, “ Kemiskinan Multidimensional “ pada acara yang diselenggarakan BEM-J PMI
dengan tema ‘Mencari Paradigma Baru Kebijakan Pengentasan Kemiskinan dan
Ketimpangan Sosial’. Gd. Teater Fakultas Dakwah & Komunikasi. UIN Jakarta,
28 Desember 2005.
2.
Edi Suharto. Phd.
Konsep Kemiskinan dan Strategi Penanggulangannya.
http://www.policy.hu/suharto/makIndo13.html
3.
Edi Suharto, Phd.
Materi Latihan : Analisis Kebijakan Sosial. http://www.policy.hu/suharto/makIndo21.html.
4.
Edi Suharto, Phd .
Pendekatan Pekerja Sosial dalam Menangani Kemiskinan di Tanah Air.
http://www.policy.hu/suharto/makIndo27.html.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar