HAMDAN, S.Sos.I
Demokrasi Modern menurut definisi
aslinya adalah bentuk pemerintahan yang di dalamnya banyak keputusan pemerintah
atau di belakang kebijakan yang menimbulkan keputusan itu lahir dari suara
terbanyak yakni dari mayoritas di pemerintahan atau di belakang kebijakan yang
menimbulkan keputusan itu lahir dari suara terbanyak, yakni dari mayoritas di
pemerintahan (consent of a majority of adult governed).
Namun batasan konseptual yang
mudah difahami tentang “demokrasi” adalah, suatu proses dari system penyelenggaraan
kekuasaan pemerintahan suatu negara yang dijalankan dari rakyat, oleh rakyat
dan untuk rakyat.
Sedang batasan operasional dari
“demokrasi” adalah, bagaimana indikator demokrasi berjalan sebagaimana
mestinya. Dan itu dapat diketahui dengan mengukur dan mempertanyakan indikator
demokrasi tersebut, seperti :
v
Tingkat sehat tidaknya
penyelenggaraan Pemilu ;
v
Tentang sehat tidaknya bangsa ini
atau tokoh-tokoh politik dalam bermusyawarah (negosiasi);
v
Tentang sehat tidaknya
partisipasi rakyat dalam mempengaruhi kebijakan publik suatu Pemerintahan ;
v
Tentang sehat tidaknya hak-hak
wakil rakyat dipergunakan dalam mengkontrol jalannya pemerintahan, seperti :
hak angket, hak budget, hak interplasi, hak amandemen dan hak-hak lainnya.
Untuk mengukur suatu negara
demokratis atau tidak, harus diukur dari batasan atau definisi operasi tentang
demokrasi, bukan dari definisi konsep dari demokrasi itu. Sudah menjadi fakta
sejarah demokrasi di Indonesia yang ada selama ini serasa jauh dari ruh atau
tondi dari demokrasi itu sendiri. Hal ini dapat diketahui dari :
1) Partisipasi rakyat dapat dibeli dengan uang ;
2) Pemilu dari masa kemasa penuh dengan kecurangan ;
3) Pamer kekuatan massa menjadi kebanggaan dari banyak partai-partai politik untuk melakukan tekanan-tekanan ;
4) Saat bangsa ini atau tokoh-tokokh politik berbeda pendapat di dalam
bermusyawarah atau bernegosiasi maka perbedaan tersebut menjadi bibit
permusuhan ;
5) hak-hak DPR sebagai mekanisme kontrol terhadap Pemerintah tidak berjalan
sebagaimana mestinya ;
6) Cita-cita jadi anggota Legislatif tidak diragukan apakah didasarkan pada
Nasionalisme yang bertujuan akan memperjuangkan cita-cita bangsa ini
sebagaimana terdapat di dalam alinea ke IV Pembukaan UUD 1945.
Cita-cita bangsa dan Nasionalisme inilah yang
harus diperjuangkan dan ditegakkan para sang Caleg jika ia nantinya menjadi
anggota Legislatif di Parlemen. Sedangkan seperti kita ketahui kebanyakan dari
anak bangsa ini ingin jadi anggota legislatif hanya sekedar mencari prestige
atau gengsi sosial, sehingga kebanyakan dari mereka setelah kekuatan dan modal
dikerahkan sang Caleg sekedar untuk menjadi anggota legislatif dan jika gagal
tentu tidak sedikit pula yang menderita stress bahkan sakit jiwa. Tidak
berlebihan kalau iman dan taqwa para calon pemimpin bangsa ini perlu diragukan
atau mungkin cara berpikir bangsa ini memang sudah pada sakit, sehingga tidak
faham bagaimana kita hidup berbangsa dan bernegara, mungkin juga tidak faham
bahwa ikut dalam partai politik sesungguhnya membawa misi ideologi yang harus
diperjuangkan untuk membuat bangsa ini bermartabat. Bahkan mungkin juga kita
tidak lagi memiliki ikatan batin sebagai sebuah bangsa yang besar atau juga
kita sudah kehilangan jejak bagaimana menghormati sejarah luhur perjuangan
bangsa ini dari terhina akibat penjajahan menjadi bangsa yang merdeka yang
semua itu dibayar dengan darah, nyawa dan air mata.
Kita sekarang memang tidak lagi
dijajah oleh bangsa asing, namun tidak dapat dipungkiri kita saat ini dijajah
oleh bangsa sendiri yang terkotak-kotak dalam ikatan primordialisme yang
dampaknya jauh lebih kejam dari penjajahan bangsa asing itu sendiri. Untuk
menyelamatkan semua ini kita harus bangkit dan mengenal sejarah dan cita-cita
bangsa ini serta menjalankan demokrasi Pancasila yang mengedepankan Iman dan
Taqwa, Kemnusiaan dan Nasionalisme dalam budaya prilaku kita saat berdemokrasi
untuk mendapatkan kekuasaan yang sah demi mewujudkan cita-cita bangsa ini ke
depan.
Namun dalam proses itu semua
harus dilakukan melalui Penegakan Hukum Yang Baik dan tersedianya Sumber Daya
Manusia dalam penegakan hukum (Law
Enforcement) yang diiringi adanya kesadaran seluruh rakyat bangsa Indonesia
untuk selalu patuh dengan hukum terutama dalam pesta demokrasi. Fakta yang ada
adalah, bangsa ini miskin pendidikan, miskin partisipasi politik karena hak
suaranya telah dibeli, miskin keamanan dan kebebasan dalam hidup rukun
berdampingan dan miskin keadilan serta kepastian hukum dalam setiap
penyelenggaraan Pemilu. Rakyat yang miskin bukanlah hal yang ideal untuk diajak
berdemokrasi apalagi ditengah carut-marutnya penegakan hukum, maka dalam
situasi seperti ini mustahil tujuan negara Indonesia dapat tercapai dengan
baik, mustahil demokrasi dan pemilu berjalan mulus tanpa ada kecurangan. Bahkan
pembangunan cenderung berdampak sebaliknya yaitu membuat rakyat semakin miskin,
merusak system dan prilaku sosial dan merusak lingkungan hidup serta
merajalelanya budaya korupsi yang semakin sulit dicegah. Bukankah fakta yang
ada, dimana Indonesia dikenal sebagai sebuah negara dengan Sumber Daya Alam
(SDA) yang melimpah, namun rakyatnya miskin ditengah-tengah kekayaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar