Selasa, 07 Januari 2014
Pusat Khutbah Jum'at: Manuai hidup tenang tanpa kebohongan dan korupsi
Pusat Khutbah Jum'at: Manuai hidup tenang tanpa kebohongan dan korupsi: Pada kesempatan Khutbah Jumat kali ini, rasanya sangat baik dan bijak khotib mengajak untuk merenungkan sejenak beberapa hal berkaitan d...
Senin, 06 Januari 2014
Tahun Panas 2014, Akan Dibawa Kemana Nasib Kita ?
Selamat datang
di tahun panas 2014. Sebuah tahun, babak dan kesempatan baru. Tentu, banyak
harapan dicanangkan untuk berubah menjadi lebih baik. Namun, melihat realita
yang ada, pertanyaan yang sama selalu muncul. Akankah negri ini menjadi lebih
baik?
Tahun 2014
digadang-gadang sebagai salah satu tahun penentu catur perpolitikan Indonesia.
Dimana akan digelar sebuah perhelatan akbar Pesta Demokrasi. Pemilu dipercaya
merupakan jalur terbaik untuk menentukan pemimpin yang baru, yang akan
menggiring nasib negeri ini, entah ke puncak kesejahteraan, kemiskinan,
kemelaratan atau keterpurukan? Benarkah?
Saat ini pemilu
hanya sebuah agenda ambisius mendapatkan kekuasaan. Para pemenang pemilu
bukanlah orang-orang yang tidak punya uang, bahkan mereka biasanya yang
menguasai ekonomi dan media. Sehingga secara historis, semua pemenang adalah
orang-orang bermodal besar.
Ketika
masyarakat melihat realita bahwa wakil rakyat yang mereka pilih, karena segenap
janjinya untuk membangun negara ternyata melakukan korupsi, masyarakat kecewa
dan tidak percaya. Munculah gejala distrust,
ketidakpercayaan, terhadap pejabat dari hulu hingga hilir. Hal inilah yang
memicu timbulnya Golput. Ketidakpercayaan ini juga kepada partai yang mengaku
berbasis Islam. Bahkan, Golput dari tahun ke tahun semakin signifikan
jumlahnya. Lembaga Survei Cirus Surveyors Group mengukur seberapa besar tingkat
kepercayaan publik terhadap partai politik. Hasilnya, hanya tersisa 9,4%
responden yang masih percaya (detik.com, 5/1/2014).
Hal ini
meresahkan kalangan politisi dan pemegang kepentingan. Sehingga, untuk
merangkul pemilih muslim yang notabene mayoritas. Dikeluarkanlah fatwa MUI,
golput haram. Lucunya, mengapa Negara Indonesia dan segenap jajaran menterinya
menolak aturan Islam, tapi mereka pada saat yang sama mencari-cari legitimisasi
Islam untuk menyokong jalannya demokrasi. Hal ini sangat lucu. Mereka menolak
tapi mengemis pada Islam pada saat yang sama.
Akan Kemana kita membawa ummat ini?
Indonesia
adalah negara yang kaya raya. Potensi kekayaan alamnya sangat luar biasa, baik
sumber daya alam hayati maupun non hayati. Bisa dibayangkan, kekayaan alamnya
mulai dari kekayaan laut, darat, bumi dan kekayaan lainnya yang terkandung di
dalam bumi Indonesia tercinta ini mungkin tidak bisa dihitung.
Namun, pada
faktanya Indonesia, negeri kaya tapi tak henti dirundung nestapa. Nasib serupa
dialami kaum Muslim di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, dinamika politik
materialis, ekonomi kapitalis, sosial budaya liberal, dan hankam opportunis
selama 2013 menunjukkan betapa negeri ini belum mapan dan jauh dari harapan.
Tidak adanya
jaminan keamanan bagi warga negaranya, pemerintah gagal memenuhi kebutuhan
rakyat, korupsi justru dilakukan lembaga yang seharusnya melakukan
pemberantasan terhadapnya, terjadinya bentrokan horizontal. Ironisnya, aparat
membiarkan hal itu terjadi dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah. Hal tersebut adalah ciri Negara gagal dan itu tampak pada Indonesia
saat ini. Indonesia jelas negara gagal.
Apa yang harus kita lakukan?
Setidaknya ada
3 hal yang perlu dilakukan. Pertama, pahami akar masalah. Kedua, miliki solusi
yang jelas. Tiga, menyelesaikan dengan tindakan yang relevan.
Memahami akar
masalah adalah mengerti benar bahwa masalah mendasar masyarakat, terletak pada
kesalahan pemahaman yang dianut dan dilaksanakan oleh masyarakat. Pun Indonesia
bobrok bukan karena individu pemimpinnya saja. Malah karena sistemnya. Dengan
demikian, akan dapat dilihat solusi tidak akan diraih hanya dengan pemilu.
Hanya berganti individunya saja, sistemnya masih sama.Ganti sistem ganti rezim.
yang secara telaah, liabilitas, validitas dan historis paling kuat dan mapan.
Sistem Islam. (Bagaimana detilnya, hingga teknis terkecil, nanti secara
bertahap saya paparkan).
Maka, sebagai
pemuda yang secara fakta dan historis serta sunnatullah digariskan untuk
merubah masyarakat. Tugas kita adalah dengan memberi solusi ke tengah
masyarakat. Solusi Islam.
Tidak hanya
itu, melainkan menggambarkan secara detil hingga teknis penerapannya. Karena,
Islam tidak hanya cukup sekedar retorika. Harus tergambar jelas di benak kita
bagaimana solutifnya Islam itu hingga tingkat Negara.
Mengapa Islam?
Saya harap, masyarakat intelektual mengerti benar, Islam itu ideologi. sehingga
sejajar dengan kapitalisme, sosialisme. sebuah sistem komprehensif. Islam punya
pengaturan ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan, pendidikan, kesehatan.
maka Islam adalah solusi fundamental. tidak seperti agama yang lain (yang maaf)
tidak menyentuh (atau bahkan tidak ada).
Maka, harus
kita tinggalkan paradigma lama, Islam hanya sebuah agama ritual semata. Harus
kita buka mata kita, bahwa ia sejajar dengan kapitalisme, sosialisme,
ideologi-ideologi bangsa-bangsa, bahkan lebih tinggi. saya sebenarnya tidak mau
menisbahkan dengan kapitalis atau sosialis. Hanya saja, saya gambarkan seperti
ini, ideologi kapitalis dianut banyak negara salah satunya Indonesia, ini
menunjukkan ideologi bersifat tak terbatas oleh satu negara. Dalam
negara-negara berideologi kapitalis, hidup banyak agama, namun pola pikir dan
perilaku masyarakatnya biasanya sekuler (memisahkan agama dari kehidupan).
Ketika Ideologi Islam pun diterapkan, agama-agama tidak terancam, hanya pola
pola berekonomi, berpolitik, sesuai dengan gaya Islam.
Apa masalahnya?
Mohon maaf, seringkali kita naif. tidak mau memberi kesempatan sebuah sistem
yang lebih baik. hanya karena kita tidak punya cukup keberanian untuk
mempelajari dan menerima. tidak masalah itu manusiawi. kita hanya perlu bersama
menata ego bersama-sama. :)
Kembali ke tahun politik Indonesia.
Seorang pernah
bertanya, “Banyak argumen yang berpendapat, kita harus memperbanyak massa di
parlemen agar bisa membuat perubahan, apakah bisa begitu?”.
Pertama,
samakan dulu persepsi perubahan.
Kedua, secara
histories perubahan malah banyak terjadi dengan gerakan ekstra-parlemen baik di
eropa maupun di negeri-negeri Muslim. Mengubah melalui jalur intra parlemen dan
pemilu tidak mempunyai landasan hostoris apalagi landasan syar’i. Intra
Parlemen jika berbasis pada realita juga semakin tidak terbayangkan, bagaimana
ia sanggup bersaing dengan berbagai partai besar lainnya, bagaimana ide-ide
mereka selama ini tidak diterima, dan benturan-benturan dashyat berbagai
kepentingan. Karena, menurut teori perubahan social, masyarakat bangkit dengan
berubahanya pemahaman.
Jadi, untuk
bangkit masyarakat harus melalui proses edukasi. Bukan hanya edukasi bagaimana
memilih cerdas. Tapi, esensi kebangkitan itu sendiri harus diedukasikan kepada
masyarakat, itulah pentingnya peran kita berdakwah,”
perpolitikan Sumbawa
Kabupaten Sumbawa merupakan salah satu kabupaten yang saat ini disibukkan
dengan kegiatan pesta demokrasi 5 tahun. Hal ini dilakukan untuk menentukan
cikal-bakal seorang legislator yang memiliki prinsip dan keterampilan
memperjuangkan nasib rakyat sesuai dengan adat istiadat tau samawa pada zaman
dahulu “Adat Barenti ko
Sara, Sara Barenti ko Kitabullah”. Itulah modal dasar pemimpin sumbawa untuk bangkit memperjuangkan hak
masyarakat kabupaten sumbawa.
Legislator
yang bertarung disumbawa saat ini mestinya memiliki prisip yang sesuai dengan
adatistiadat masyarakat samawa agar proses dalam menjalankan tugas mampu
diemban dengan baik.
Semoga
dalam pesta demokrasi yang digelar 9 april nanti, mampu memberikan kontribusi
serta mengemban amanah rakyat untuk kepentingan bersama.
JIKA AKU MENJADI DIA..
jika aku menjadi dia..aku akan
merasa menjadi orang yang paling beruntung memiliki pasangan yang sangat setia.
Jika aku menjadi dia..Akan
senantiasa kusematkan senyuman manis diwajah pasanganku dan takkan kubiarkan
kesedihan menghiasi wajahnya,,
Jika aku menjadi dia..takkan
kuizinkan air mata membasahi pipi lembutnya..
Jika aku menjadi dia..
akan kujadikan setiap momen bersama
pasanganku sebagai momen terindah yang takkan dilupakan..
Jika aku menjadi dia..
akan kurayakan hari istimewaku dan
pasangan sebagai hari yang benar-benar istimewa dengan kejutan-kejutan yang
disukainya.
Jika aku menjadi dia..kalaupun saat
hari istimewa itu aku tak dapat bersamanya maka akan kubuat seolah olah tak ada
yang berbeda sehingga hari itu tetap menjadi sejarah..akan kubuat sebuah
kejutan romantis dengan mengajak orang-orang disekitarku untuk terlibat seraya
tak lupa kubacakan sebuah puisi cinta yang akan mengungkapkan rasa cintaku
padanya.
Jika aku menjadi dia..akan kuberikan
berjuta alasan pada pasanganku bahwa hanya aku yang pantas untuk memiliki
hatinya.
Jika aku mejadi dia..jika suatu saat
aku menyakiti hati pasanganku maka aku akan mencari segala cara untuk mengobati
sakit di hatinya, meluluhkan hatinya dan berjanji tak akan kembali menorehkan
luka itu
dan semua itu akan terjadi JIKA AKU
MENJADI DIA.. (-̩̩̩-͡ ̗--̩̩̩͡ )
(fiktif belaka)
Diskusi politik dengan tema “ menciptakan pemilu damai
OLEH
: HAMDAN, S.Sos.I
(ALUMNI FAKULTAS DAKWAH & KOMUNIKASI IAIN MATARAM DAN
MANTAN KETUA SENAT FAKULTAS)
Pendidikan politik sangatlah penting untuk memberikan
ruang kepada masyarakat untuk betul-betul memahami tentang tujuan dari
demokrasi yang sebenarnya. Ini lah tujuan dari Badan Kesbang Pol Dan Linmas Kabupaten
Sumbawa mengadakan diskusi dengan mengundang pemateri dari Kesbang Pol Dan
Linmas yang disampaikan oleh Kepala Kesbang Pol Dan Linmas bapak Ir. H.
Zulqifli, KPU Kabupaten Sumbawa yang dihadiri langsung oleh Ketua KPU Kab. Sumbawa
bapak Suhardi Soud, SE, dan dari Panwaslu Kabupaten Sumbawa disampaikan oleh
Ketua Divisi Penindakan dan sengketa pemilu saudara Syamsi Hidayat, S.IP serta
dihadiri oleh seluruh camat se-kabupaten sumbawa dan ketua PPK se-kabupaten
sumbawa.
Pemilu ibarat
penyelenggaraan sebuah pertandingan, kita semua masyarakat baik sebagai peserta
maupun sebagai penonton sangat membutuhkan penyelenggaraan yang berkualitas.
Penyelenggaraan yang menyajikan sebuah tontonan enak untuk disaksikan dan
menghibur, tanpa dinodai dengan kekisruhan serta menghasilkan sang juara yang
terbaik.
Bagi
tim peserta, sangatlah mengharapkan pertandingan berjalan lancar tanpa masalah,
menghindari kemunculan terjadinya protes, jujur, sportif dan fair play,
sehingga yang keluar sebagai pemenang betul-betul yang terbaik dan dapat
diterima semua pihak termasuk lawan sekalipun. Dan itu akan menjadi sebuah
kebanggaan bagi si pemenang, dan kepuasan bagi semua pihak. Jika itu yang
terjadi, maka kita sebagai penyelenggara akan merasa senang dan dapat dikatakan
bahwasanya penyelenggaraan berhasil dan sukses.
Demikian
halnya dengan pelaksanaan Pemilu (Pemilihan Umum) 2014 yang sudah dihadapan
mata. Kurang dari setahun kedepan, pemilu legislatif akan digelar pada 9 April
2014. Kita sebagai komponen masyarakat, sangat mendambakan terlaksananya pemilu
berkualitas.
Komisi
Pemilihan Umum (KPU) sebagai garda terdepan dalam penyelenggaraan pemilu, harus
netral, non partisan dan mandiri dengan bersikap profesional dan independen.
Karena KPU bekerja akan diawasi banyak pihak, mulai dari tahapan awal hingga
pengumuman hasil pemilu. KPU tidak hanya berurusan dengan parpol, tapi juga
birokrasi pemerintah, Bawaslu, civil society, aktivis pemilu, dan kampus.
Artinya,
KPU akan berada pada posisi yang selalu diawasi. Di satu sisi, KPU harus
memenuhi kepentingan semua pihak, dari parpol peserta pemilu, pemerintah,
Bawaslu, LSM, hingga masyarakat. Pada sisi lain, KPU harus konsisten menjalankan
ketentuan konstitusi dan UU, karena banyak kepentingan partai-partai politik
akan dibatasi karenanya.
Selain
bertanggung jawab terhadap seluruh proses tahapan pemilu, KPU dituntut mampu
melaksanakan pemilu secara aman, damai, dan demokratis. Karena itu, lembaga ini
harus profesional dan independen. Independensi akan menjadi penentu sukses
tidaknya pemilu, mengingat bila penyelenggara berpihak pada parpol tertentu
bisa mendorong penyimpangan, yang pada gilirannya memicu konflik dalam
masyarakat.
Kita
semua tidak ingin pengalaman terburuk 2009 terulang kembali. Kredibilitas KPU
jatuh pada penghujung Pemilu 2009. Kinerjanya mengecewakan, dan kemandiriannya
dipertanyakan, sehingga DPR menggunakan hak interpelasi untuk menyelidiki
banyaknya masyarakat yang tidak bisa memilih, sesuai dengan amanat UU No 15
Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu dan UU No 8 Tahun 2012
tentang pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD Prov DAN DPRD Kab/Kota.
Jatuhnya
kredibilitas KPU selaku penyelenggara Pemilu 2009, berimbas pada eksistensi KPU
provinsi dan KPU kabupaten/kota yang hendak menyelenggarakan Pilkada sepanjang
2010-2013. Sebagai bagian dari KPU, mereka diragukan independensi, netralitas
dan kompetensinya. Inilah alasan awal mengapa pasangan calon yang kalah dalam
pilkada di hampir semua daerah, mengajukan gugatan hasil pemilu ke Mahkamah
Konstitusi.
Sebab,
tim seleksi menghasilkan orang-orang yang tidak memiliki rekor baik dalam
mengurus pemilu, sehingga sejak dilantik KPU menghadapi masalah
kredibilitas. Setelah pemilu selesai, tidak ada yang bisa menolak
hasilnya, tetapi legitimasinya selalu dipertanyakan karena banyak pemilih yang
tidak bisa memilih.
Keterjaminan
Pemilu 2014 bisa berlangsung tertib, damai, dan berkualitas, membutuhkan
beberapa komitmen. Untuk mendapatkan hasil pemilu yang berkualitas sebagaimana
diinginkan, diawali dari proses dan tahapan pemilu harus berjalan sesuai jadwal
yang telah disiapkan KPU dengan sistim pemilu yang tepat.
Tahapan
pemilu berjalan sesuai jadwal menjadi unsur penting, karena dapat menghindari
munculnya kegaduhan yang berakibat pada terjadinya cacat hukum atas hasil
pemilu. Disini dituntut keprofesionalan dan independensi KPU serta Bawaslu.
Kelembagaan penyelenggara pemilu ini harus benar-benar kredibel.
Penyelenggara
pemilu juga diminta agar lebih gencar menyampaikan sosialisasi dan pendidikan
politik kepada masyarakat. Hal ini sangat penting, dalam rangka menumbuhkan
kesadaran dan memberikan pengetahuan masyarakat agar menggunakan hak pilihnya
dan berpartisipasi dalam pemilu. Pemilu yang berkualitas ditandai dengan
meningkatnya partisipasi publik, termasuk dalam tahapan– tahapannya.
Selain
itu, data pemilu harus valid, baik data untuk DPS maupun DPT. sesuai
dengan surat KPU dengan Nomor SE. KPU No.308 Tahun 2013.
Tentang pemutakhiran data pemilih yang saat ini sedang dilakukan pengecekan
atau penyusunan pada tingkart PPS
Selanjutnya,
partai politik sebagai peserta pemilu harus dapat menciptakan suasana yang
kondusif. Selain turut membantu menciptakan penyelenggaraan berkualitas, juga
berdampak kepada partai itu sendiri dikarenakan masyarakat pemilih mulai cerdas
dalam melakukan seleksi dan menjatuhkan pilihan serta turut membantu
memberikan pembelajaran politik kepada masyarakat.
Untuk
menjalankan proses pemilu yang tepat, penyelenggara harus bekerja ekstra agar
dapat menghindari terjadinya pelanggaran pemilu dan juga menghindari munculnya
kegaduhan politik terutama saat berlangsungnya kampanye.
Karena,
keberhasilan pemilu juga tercermin dari ketertiban pelaksanaan pemilu, tanpa kekerasan
dan aksi anarki. Pemilu diharapkan berjalan damai, tertib, dan lancar yang
didukung oleh komitmen bersama antara KPU, Bawaslu, partai-partai politik
peserta pemilu, dan institusi penegak hukum seperti kejaksaan dan kepolisian. Untuk
melaksanakan semua itu, diperlukan kepiawaian dalam manajemen pemilu mulai dari
pelaksanaan hingga penghitungan suara, serta melakukan pengawasan yang benar,
efektif dan objektif.
Pemilu
yang berkualitas harus dapat menghasilkan wakil-wakil rakyat dan pemimpin
negara yang mempunyai kompetensi, kapasitas dan akuntabilitas, mampu
mensejahterakan rakyat serta aspiratif terhadap kepentingan-kepentingan bangsa
dan negara. Disamping itu, dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa
Indonesia di mata dunia internasional, atau dengan kata lain di dapatnya
pemimpin yang mampu mewujudkan cita-cita nasional, sebagaimana tercantum dalam
pembukaan UUD 1945.
Semoga dari hasil diskusi tadi dapat menemukan para wakil-wakil rakyat yang
berkualitas dan mampu memberikan kontribusi untuk sumbawa kedepan dengan proses
pemilu yang baik serta kerja stakholder mampu mewujudkan pemilu yang demokratis
sesuai hajat konstitusi.
Kuncinya, komitmen bersama menjadi penting
dan harus bisa menjadi garansi supaya Pemilu 2014 lebih berkualitas. Dengan
pemilu yang berkualitas, pasti menyumbang terwujudnya demokrasi yang juga
berkualitas.
“ SISTEM PEMILU DI INDONESIA”
A. Pengertian Pemilihan Umum
Pemilu
adalah kompetisi memperebutkan suara rakyat untuk mendapatkan jabatan-jabatan politik. Sebagai sebuah kompetisi, pemilu harus
diselenggarakan oleh lembaga yang kredibel di mata rakyat maupun peserta.
Lembaga penyelenggara pemilu harus independen atas semua kepentingan, agar keputusan yang diambilnya semata-mata demi menjaga
kemurnian suara rakyat. Pemilu merupakan perhelatan politik yang kompleks untuk
mengonversi suara rakyat menjadi kursi, sehingga penyelenggara pemilu harus
terdiri dari orang-orang profesional: mendapatkan gaji cukup, memiliku
pengetahuan dan ketrampilan khusus, serta menaati kode etik.
B. Sistem Pemilihan Umum
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem
Pemilihan Umum dengan berbagai variasinya, akan tetapi pada umumnya berkisar
pada dua prinsip pokok, yaitu:
1.
Single-member Constituency (satu daerah pemilihan
memilih satu wakil, biasanya disebut Sistem Distrik)
2.
Multy-member Constituency (satu daerah pemilihan
memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan sistem perwakilan berimbang atau
Sistem Proporsional).
v Sistem
Distrik
Sistem ini merupakan sistem pemilihan umum yang
paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis
(yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai
satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat. Untuk keperluan itu, negara dibagi
dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat dalam dewan perwakilan
rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Calon yang di dalam satu distrik
memperoleh suara terbanyak dikatakan pemenang, sedangkan suara-suara yang
ditujukan kepada calon-calon lain dianggap hilang dan tidak diperhitungkan
lagi, bagaimanapun kecilnya selisih kekalahannya.
I.
Keuntungan dan Kelemahan Sistem Distrik
1.
Keuntungan Sistem Distrik
a)
Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi
partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik
pemilihan hanya satu. Hal ini akan mendorong partai-partai untuk menyisihkan
perbedaan-perbedaan yang ada dan mengadakan kerja sama, sekurang-kurangnya
menjelang pemilihan umum, antara lain melalui stembus accord.
b)
Fragmentasi partai dan kecenderungan membentuk
partai baru dapat dibendung; malahan sistem ini bisa mendorong ke arah
penyederhanaan partai secara alami dan tanpa paksaan.
c)
Karena kecilnya distrik, maka wakil yang
terpilih dapat dikenal oleh komunitasnya, sehingga hubungan denga konstituen
lebih erat. Dengan demikian si wakil akan lebih cenderung untuk memperjuangkan
kepentingan distriknya.
d)
Bagi partai besar system ini menguntungkan
karena melalui distortion effect dapat meraih suara dari pemilih-pemilih lain,
sehingga memperoleh kedudukan mayoritas. Dengan demikian, sedikit banyak partai
pemenang dapat mengendalikan parlemen.
e)
Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai
kedudukan mayoritas dalam parlemen, sehingga tidak perlu diadakan koalisi
dengan partai lain. hal ini mendukung stabilitas nasional.
f)
Sistem ini sederhana dan mudah untuk
diselenggarakan.
2.
Kelemahan Sistem Distrik
(1)
System ini kurang memperhatikan kepentingan
partai-partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika golongan-golongan ini
terpencar dalam berbagai distrik.
(2)
Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa
partai yang calonnya kalah dalam suatu distrik kehilangan suara yang telah
mendukungnya. Hal ini berarti bahwa ada sejumlah suara yang tidak
diperhitungkan sama sekali, atau terbuang sia-sia. Dan jika banyak partai
mengadu kekuatan, maka jumlah suara yang hilang dapat mencapai jumlah yang
besar. Hal ini akan dianggap tidak adil terhadap partai dan golongan yang
dirugikan.
(3)
Sistem distrik dian ggap kurang efektif dalam masyarakat yang plural
karena terbagi dalam kelompok etnis, religius, dan tribal, sehingga menimbulkan
anggapan bahwa kebudayaan nasional yang terpadu secara ideologis dan etnis
mungkin merupakan prasyarat bagi suksesnya sistem ini.
(4)
Ada kemungkinan si wakil cenderung untuk lebih
memperhatikan kepentingan distrik serta warga distriknya, daripada kepentingan
nasional.
v Sistem Perwakilan Berimbang
atau Sistem proporsional
Sistem ini dianut oleh Indonesia. Pemilu
tidaklah langsung memilih calon yang didukungnya, karena para calon ditentukan
berdasarkan nomor urut calon-calon dari masing-masing parpol atau organisasi
social politik (orsospol). Para pemilih adalah memilih tanda gambar atau
lambing sustu orsospol. Perhitungan suara untuk menentukan jumlah kursi raihan
masing-m,asing orsospol, ditentukan melalui pejumlahan suara secara nasional
atau penjumlahan pada suatu daerah (provinsi). Masing-masing daerah diberi
jatah kursi berdasarkan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di daerah yang
bersagkutan.
Banyak atau sedikitnya kursi yang diraih adalah
ditentukan oleh jumlah suara yang diraih masing-masing parpol atau orsospol
peserta pemilihan umum. Calon terpilih untuk menjadi wakil rakyat duitenukan
berdasarkan nomor urut calon yang disusun guna mewakili orsospol
pada masing-masing daerah. Inilah yang disebut perhitungan suara secara
proporsional, bukan menurut distrik pemilihan (yang pada setiap distrik hanya
aka nada satu calon yang terpilih).
I.
Keuntungan dan Kelemahan Sistem Proporsional
a.
Keuntungan sistem proporsional
1.
Dianggap lebih representative karena persentase
perolehan suara setiap partai sesuai dengan persentase perolehan kursinya di
parlemen. Tidak ada distorsi antara perolehan suara dan perolehan kursi.
2.
Setiap suara dihitung dan tidak ada yang hilang.
Partai kecil dan golongan minoritas diberi kesempatan untuk menempatkan
wakilnya di parlemen. Karena itu masyarakat yang heterogen dan pluralis lebih
tertarik pada system ini.
II.
Kelemahan
1.
Kurang mendorong partai-partai yang berintegrasi
satu sama lain, malah sebaliknya cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan
diantara mereka. Bertambahnya jumlah partai dapat menghambat proses integrasi
diantara berbagai golongan di masyarakat yang sifatnya pluralis. Hal ini
mempermudah fragmenrasi dan berdirinya partai baru yang pluralis.
2.
Wakil rakyat kurang erat hubungannya dengan
konstituennya, tetapi lebih erat dengan partainya (termasuk dalam hal
akuntabilitas). Peranan partai lebih menonjol daripada kepribadian seorang
wakil rakyat. Akibatnya, system ini member kedudukan kuat kepada pimpinan
partai untuk menentukan wakilnya di parlemen melaluin Stelsel daftar (List System).
3.
Banyaknya partai yang bersaing mempersukar satu
partai untuk mencapai mayoritas di parlemen. Dalam system pemerintahan
parlementer, hal ini mempersulit terbentuknya pemerintahan yang stabil karena
harus mendasarkan diri pada koalisi.
C. Pemilihan Umum di Indonesia
1.
Asas-asas Pemilihan Umum
Meskipun Undang-Undang Politik tentang Pemilihan
Umum (UU Pemilu) dari Pemilu ke Pemilu beberapa kali mengalami perubahan,
perubahan itu ternyata tidak bersifat mendasar. Secara umum, asas-asas dari
Pemilu ke Pemilu di Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut.
a) mandiri;
b) jujur;
c) adil;
d) kepastian
hukum;
e) tertib
penyelenggara pemilu;
f) kepentingan umum;
g) keterbukaan;
h) proporsionalitas;
i) profesionalitas;
j) akuntabilitas;
k) efisiensi; dan
l) l.
efektivitas.
2.
Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemilihan
Umum
Adapun
pelaksana penyelenggara pemilu diantaranya :
a) Komisi Pemilihan Umum
Republik Indonesia (KPU) adalah
lembaga konstitutional independen yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan
pemilihan umum nasional dan lokal sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang
No. 15/2011
b) Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) merupakan
lembaga yang bertanggung jawab mengawasi agar gugatan terkait pemilu ditujukan
kepada badan yang tepat dan diselesaikan secara benar; secara umum, pelanggaran
bersifat kriminal dirujuk kepada polisi dan pengadilan biasa, dan
pelanggaran administrasi kepada KPU. UU 8/2012 Tentang Pemilihan Umum
Legislatif memberikan Bawaslu wewenang pemutusan perkara dalam sengketa antara
KPU dan peserta Pemilu. Putusan Bawaslu bersifat final terkecuali untuk hal-hal
terkait pendaftaran partai politik dan calon legislatif peserta pemilu.
Pelanggaran serius yang mempengaruhi hasil pemilu diajukan secara langsung
kepada Mahkamah Konstitusi. Ketentuan dalam UU 15/2011 mengatur bahwa Bawaslu
dan KPU adalah lembaga yang setara dan terpisah. Anggota Bawaslu dipilih oleh
komite seleksi yang sama dengan komite yang memilih anggota KPU. Terdapat lima
anggota tetap Bawaslu di tingkat nasional. Rekan sejawat Bawaslu di tingkat Provinsi,
Bawaslu Provinsi, adalah lembaga yang sekarang sudah bersifat permanen dan
beranggotakan tiga orang. Turun dari tingkat provinsi, keanggotaannya bersifat
sementara dan terdiri atas tiga anggota di tingkat provinsi, tiga di tingkat
kabupaten/kota, tiga di tingkat kecamatan dan satu pengawas lapangan di setiap
kelurahan/desa. Badan pengawas semacam ini adalah khas Indonesia
c) Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP) adalah
dewan etika tingkat nasional yang ditetapkan untuk memeriksa dan memutuskan
gugatan dan/atau laporan terkait tuduhan pelanggaran kode etik yang dilakukan
oleh anggota KPU atau Bawaslu. DKPP ditetapkan dua bulan setelah sumpah jabatan
anggota KPU dan Bawaslu untuk masa jabatan selama lima tahun, dan terdiri atas
seorang perwakilan KPU, seorang perwakilan Bawaslu serta sebuah jenis lembaga
penyelenggara pemilu yang hanya ada di Indonesia, bertugas untuk memastikan
bahwa kerja anggota KPU dan Bawaslu memenuhi kode etik bersama dan memiliki
kewenangan untuk merekomendasikan pemberhentian seorang anggota komisi/badan
pengawas. Keputusan DKPP bersifat final dan mengikat.
3.
Tujuan Pemilihan Umum
Tujuan diselenggarkannya Pemilihan Umum adalah
untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah untuk membentuk pemerintahan yang
demokratis, kuat dan memperoleh dukungan dari rakyat dalam rangka mewujudkan
tujuan nasional.
D. Bagaimana
Dengan Pemilu Legislatif 2014 ?
Sesuai dengan
agenda politik nasional, tahun 2014 adalah tahun diselenggarakannya Pemilihan
Umum (Pemilu) untuk memilih Anggota DPR, DPD, dan DPRD (Pemilu Legislatif),
Khusus UU Pemilu untuk memilih anggota legislatif, diatur dalam UU No. 12 tahun
2003 yang telah diubah dengan UU No. 10 tahun 2008 dan sekarang menjadi UU
Nomor 8 tahun 2012
Diakui bahwa,
secara prosedural, Indonesia telah melaksanakan demokrasi secara tertib, baik
dan berkesinambungan,sesuai dengan nilai-nilai demokrasi universal. Salah satu
prinsip atau nilai demokrasi adalah adanya Pemilu secara berkala untuk memilih
para pemimpin, baik di lembaga perwakilan maupun di eksekutif.
Sistem yang
dimaksud adalah bagaimana menciptakan sebuah sistem Pemilu yang, pertama, akuntabel
dan memiliki derajat keterwakilan yang tinggi, sehingga memperoleh legitimasi
kuat dari rakyat. Kedua, sistem Pemilu juga merupakan sebuah rekayasa
politik untuk menghasilkan lembaga perwakilan yang representatif atau
menghasilkan pemimpin yang responsibel dan cakap. Ketiga, sistem yang
kompatibel, diharapkan dapat menghasilkan sebuah proses demokrasi yang
substantif.Selanjutnya ketika sebuah sistem pemilu dipilih, maka harus terimplementasikan
dalam praktek.
Sebagaimana
diketahui, bahwa Indonesia memilih sistem proporsional. Dalam UU Pemilu
terakhir yaitu UU No. 8 tahun 2012 sepakat dipilih sistem proporsional terbuka. Maknanya adalah bahwa pemilih
diberikan pilihan yang langsung kepada calon wakil mereka untuk duduk di DPR
atau DPRD. Khusus terhadap sistem pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD
yaitu proporsional terbuka, maka upaya meningkatkan
derajat keterwakilan semakin menemukan bentuknya. Para wakil rakyat
semakin memiliki hubungan yang erat dengan konstituennya, sehingga
akuntabilitas para wakil semakin nyata. Akibat yang muncul, para rakyat yang
diwakili dapat menuntut kepada para wakilnya untuk melakukan yang terbaik untuk
rakyat. Jika hal itu tidak terpenuhi, para wakil akan memperoleh hukuman pada
Pemilu berikutnya untuk tidak dipilih kembali.
Upaya
menciptakan sistem pemilu yang menghasilkan wakil rakyat yang akuntabel dan
memiliki derajat keterwakilan yang tinggi adalah sebuah keniscayaanbagi
penyelenggaraan pemilu di Indonesia sebagai sebuah negara demokratis.
E. Sistem
Kampanye Dan Larangan Kampanye Dalam Pileg 2014
Secara
normative, kampanye Pemilu sudah diatur dalam UU No. 8 Tahun 2012, dan secara
teknis mengacu pada Peraturan KPU No. 15 Tahun 2013 Tentang perubahan PKPU
Nomor 1 Tahun 2013 tentang pedoman pelaksanaan kampanye anggota DPR, DPD dan
DPRD 2014. Ditentukan bahwa yang dikatakan kampanye adalah kegiatan peserta
Pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, program
peserta Pemilu dan atau informasi lainnya. Merujuk pada definisi ini maka
setiap aktivitas kampanye Pemilu setidaknya harus mengandung empat hal,
yakni tindakan kampanye berupa aktivitas penawaran, khalayak sasaran berupa
pemilih,dan rangkaian komunikasi yang guna meyankinkan pemilih serta
materi kampanye yang terdiri dari visi, misi, program dan informasi
lainnya.
Kampanye
Pemilu harus disiasati dengan sungguh-sungguh dan saling bersinergi antara
stakeholders agar apa yang diharapkan dari kampanye politik tersebut dapat
tercapai. kampanye tidak gampang.
Adapun pihak-pihak terkait dalam kampanye , antara
lain;
a)
pertama,
Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU memegang peranan yang penting dalam me-manage
kampanye. Penataan pelaksanaan kampanye merupakan tugas KPU sebagai
salah satu penyelenggaran Pemilu. Untuk itu, KPU harus memastikan jadwal dan
menjelaskan aturan main metode kampanye yang digunakan. Dari segi jadwal,
pelaksanaan kampanye yang harus betul-betul fix sehingga pemilahan jadwal
menjadi pasti, metode mana yang dapat dimulai 3 (tiga) hari setelah ditetapkan
sebagai peserta Pemilu, demikian juga jadwal kampanye yang mesti dilaksanakan
selama 21 hari (16 Maret -5 April 2014) atau sampai datangnya masa tenang
harus tegas dan pasti atau tiga hari sebelum pemungutan suara. KPU juga yang
harus proaktif mengandeng peserta Pemilu untuk menyepakati lokus Rapat Umum dan
memonitoring aktivitas peserta Pemilu.
b)
Kedua, Parpol
dan calon peserta Pemilu. Parpol dan calon peserta Pemilu juga memegang peran
penting, khususnya dalam upaya menciptakan praktek yang kampanye yang
berkualitas, bermoral, dan bermartabat serta penuh rasa tanggungjawab. Peserta
Pemilu diharapkan mampu menerapkan prinsip-prinsdip kampanye sehingga efektif
dalam menyampaikan platform partai ke public, dengan tetap mempertimbangkan
keramahan lingkungan, akuntabel, non-disrikiminasi dan tentunya menghindari
pola-pola kekerasan, apalagi tindakana yang berbau anarkis. Namun sebelumnya,
peserta Pemilu harus terlebih dahulu membangun komitmen dengan pihak
penyelenggara untuk menyamakan persepsi akan metode, jadwal dan lokasi yang
akan digunakan untuk kampanye Pemilu. Pemahaman metode, jadwal dan tempat
kampanye bagi peserta Pemilu mempengaruhi kualitas aktivitas kampnaye di
lapangan. Disamping itu, peserta Pemilu juga dituntut untuk memastikan
pelaksana, petugas dan peserta kampnaye guna memudahkan pemantauan (monitoring)
dan pengawasan.
c)
Ketiga,
Pengawas Pemilu. Agar proses kampanye berjalan sebagaimana yang ditentukan baik
waktu, tempat, metode maupun petugas dan lain sebagainya dapat berjalan lancer
maka perlu monitorning dan pengawasan dari penyelenggara Pemilu. KPU mestinya
melalukan monitoring dengan pelibatan para pihak melalui pembentukan kelompok
kerja (Pokja) kampanye. Sedangkan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota dan Panwaslu kecamatan melakukan pengawasan terhadap tahapan
kampanye sesuai dengan tingkatannya dan menerima laporan pelanggaran peraturan
kampanye. Dalam hal ini ditentukan bahwa laporan pelanggaran ketentuan
kampanye yang bersifat administrative diteruskan ke KPU secara berjenjang,
sedangkan laporan pelanggaran ketentuan kampanye yang mengandung unsure pidana
diteruskan kepada Kepolisian sesuai tingkatannya. Dalam hal ini, pihak
komisioner pengawas dituntut untuk proaktif “menjemput bola” dan menjaring
koordinasi sebanyak-banykanya dengan pihak terkait. Tujuannya jelas agar
kinerja pengawasan berjalan dengan baik dan memberi kontribusi besar dalam menjalankan
proses demokratisasi di Indonesia. Tugas pengawasan menjadi semakin menantang
bagi komisioner pengawas karena adanya kehadiran dunia maya. Peserta Pemilu
dipastikan akan memanfaatkan jejaring social seperti email, twiter, youtobe,
facebok dan lain sebagai media kampanye persuasive dalam upaya membujuk para
pemilih. Personil pengawas secara otomatis diharuskan juga untuk mampu
mengoperasional internet agar proses pengawasan berjalan efektif dan efisien.
d)
Keempat,
media. Media massa berperan dalam hal pemberitaan, penyiaran dan iklan
kampanye. Media massa yang dimaksudkan disini adalah media massa cetak,
on-line, elektronik, dan lembaga penyiaran lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Biasa materi kampanye yang berupa tulisan, suara, gambar,
tulisan dan gambar, atau suara dan gambar yang dipublish melalui media massa.
Poin penitng yang harus diperhatikan pihak media adalah jaminan atas
pemberitaan, penyiaran dan periklanan yang berimbang alias perlakuan yang
adil terhadap seluruh peserta Pemilu. Dengan demikian media sebagai salah satu
pilar demokrasi betul-betul menjadi penting keberadaannya dalam suatu
pesta demokrasi.
e)
Kelima,
masyarakat. Peluang masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam kampnaye terbuka
luas. Biasanya setiap tahapan Pemilu yang sudah memasuki tahapan krusial,
secara kelembagaan dibuka kesempatan bagi organisasi non-pemerintah (ORNOP)
untuk ikut terlibat dalam pemantauan aktivitas kampnye. Disinilah kesempatan
bagi LSM, Ormas dan Orsos lainnya untuk dapat menjadi bagian dari penegak
demokrasi yang hakiki. Disamping itu, komponen masyarakat lainnya juga diminta
kontribusinya dalam memberikan informasi pelanggaran Pemilu dimanapun
keberadaanya melalui pengawas terdekat, misalnya panitia pengawas lapangan
(PPL) yang disiapkan di setiap desa/keluarahan.
Harapan kita, kampanye Pemilu 2014 yang dijadwalkan
KPU dapat menjadi ajang yang empuk untuk mempertontonkan proses kampanye damai
dan bermartabat sebagai bagian dari pendidikan politik yang merupakan tugas
kolaboratif tidak bisa dilakoni secara parsial. Untuk itu, kesadaran sosial
semua pihak terkait menjadi penentu sejauhmana Pemilu Legislatif 2014 akan
mampu menghasilkan output yakni terpilihnya anggota legislative yang amanah dan
berintegritas sehingga mampu menghasilkan kinerja (outcome) yang bersentuhan
langsung dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Langganan:
Postingan (Atom)