Selamat datang
di tahun panas 2014. Sebuah tahun, babak dan kesempatan baru. Tentu, banyak
harapan dicanangkan untuk berubah menjadi lebih baik. Namun, melihat realita
yang ada, pertanyaan yang sama selalu muncul. Akankah negri ini menjadi lebih
baik?
Tahun 2014
digadang-gadang sebagai salah satu tahun penentu catur perpolitikan Indonesia.
Dimana akan digelar sebuah perhelatan akbar Pesta Demokrasi. Pemilu dipercaya
merupakan jalur terbaik untuk menentukan pemimpin yang baru, yang akan
menggiring nasib negeri ini, entah ke puncak kesejahteraan, kemiskinan,
kemelaratan atau keterpurukan? Benarkah?
Saat ini pemilu
hanya sebuah agenda ambisius mendapatkan kekuasaan. Para pemenang pemilu
bukanlah orang-orang yang tidak punya uang, bahkan mereka biasanya yang
menguasai ekonomi dan media. Sehingga secara historis, semua pemenang adalah
orang-orang bermodal besar.
Ketika
masyarakat melihat realita bahwa wakil rakyat yang mereka pilih, karena segenap
janjinya untuk membangun negara ternyata melakukan korupsi, masyarakat kecewa
dan tidak percaya. Munculah gejala distrust,
ketidakpercayaan, terhadap pejabat dari hulu hingga hilir. Hal inilah yang
memicu timbulnya Golput. Ketidakpercayaan ini juga kepada partai yang mengaku
berbasis Islam. Bahkan, Golput dari tahun ke tahun semakin signifikan
jumlahnya. Lembaga Survei Cirus Surveyors Group mengukur seberapa besar tingkat
kepercayaan publik terhadap partai politik. Hasilnya, hanya tersisa 9,4%
responden yang masih percaya (detik.com, 5/1/2014).
Hal ini
meresahkan kalangan politisi dan pemegang kepentingan. Sehingga, untuk
merangkul pemilih muslim yang notabene mayoritas. Dikeluarkanlah fatwa MUI,
golput haram. Lucunya, mengapa Negara Indonesia dan segenap jajaran menterinya
menolak aturan Islam, tapi mereka pada saat yang sama mencari-cari legitimisasi
Islam untuk menyokong jalannya demokrasi. Hal ini sangat lucu. Mereka menolak
tapi mengemis pada Islam pada saat yang sama.
Akan Kemana kita membawa ummat ini?
Indonesia
adalah negara yang kaya raya. Potensi kekayaan alamnya sangat luar biasa, baik
sumber daya alam hayati maupun non hayati. Bisa dibayangkan, kekayaan alamnya
mulai dari kekayaan laut, darat, bumi dan kekayaan lainnya yang terkandung di
dalam bumi Indonesia tercinta ini mungkin tidak bisa dihitung.
Namun, pada
faktanya Indonesia, negeri kaya tapi tak henti dirundung nestapa. Nasib serupa
dialami kaum Muslim di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, dinamika politik
materialis, ekonomi kapitalis, sosial budaya liberal, dan hankam opportunis
selama 2013 menunjukkan betapa negeri ini belum mapan dan jauh dari harapan.
Tidak adanya
jaminan keamanan bagi warga negaranya, pemerintah gagal memenuhi kebutuhan
rakyat, korupsi justru dilakukan lembaga yang seharusnya melakukan
pemberantasan terhadapnya, terjadinya bentrokan horizontal. Ironisnya, aparat
membiarkan hal itu terjadi dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah. Hal tersebut adalah ciri Negara gagal dan itu tampak pada Indonesia
saat ini. Indonesia jelas negara gagal.
Apa yang harus kita lakukan?
Setidaknya ada
3 hal yang perlu dilakukan. Pertama, pahami akar masalah. Kedua, miliki solusi
yang jelas. Tiga, menyelesaikan dengan tindakan yang relevan.
Memahami akar
masalah adalah mengerti benar bahwa masalah mendasar masyarakat, terletak pada
kesalahan pemahaman yang dianut dan dilaksanakan oleh masyarakat. Pun Indonesia
bobrok bukan karena individu pemimpinnya saja. Malah karena sistemnya. Dengan
demikian, akan dapat dilihat solusi tidak akan diraih hanya dengan pemilu.
Hanya berganti individunya saja, sistemnya masih sama.Ganti sistem ganti rezim.
yang secara telaah, liabilitas, validitas dan historis paling kuat dan mapan.
Sistem Islam. (Bagaimana detilnya, hingga teknis terkecil, nanti secara
bertahap saya paparkan).
Maka, sebagai
pemuda yang secara fakta dan historis serta sunnatullah digariskan untuk
merubah masyarakat. Tugas kita adalah dengan memberi solusi ke tengah
masyarakat. Solusi Islam.
Tidak hanya
itu, melainkan menggambarkan secara detil hingga teknis penerapannya. Karena,
Islam tidak hanya cukup sekedar retorika. Harus tergambar jelas di benak kita
bagaimana solutifnya Islam itu hingga tingkat Negara.
Mengapa Islam?
Saya harap, masyarakat intelektual mengerti benar, Islam itu ideologi. sehingga
sejajar dengan kapitalisme, sosialisme. sebuah sistem komprehensif. Islam punya
pengaturan ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan, pendidikan, kesehatan.
maka Islam adalah solusi fundamental. tidak seperti agama yang lain (yang maaf)
tidak menyentuh (atau bahkan tidak ada).
Maka, harus
kita tinggalkan paradigma lama, Islam hanya sebuah agama ritual semata. Harus
kita buka mata kita, bahwa ia sejajar dengan kapitalisme, sosialisme,
ideologi-ideologi bangsa-bangsa, bahkan lebih tinggi. saya sebenarnya tidak mau
menisbahkan dengan kapitalis atau sosialis. Hanya saja, saya gambarkan seperti
ini, ideologi kapitalis dianut banyak negara salah satunya Indonesia, ini
menunjukkan ideologi bersifat tak terbatas oleh satu negara. Dalam
negara-negara berideologi kapitalis, hidup banyak agama, namun pola pikir dan
perilaku masyarakatnya biasanya sekuler (memisahkan agama dari kehidupan).
Ketika Ideologi Islam pun diterapkan, agama-agama tidak terancam, hanya pola
pola berekonomi, berpolitik, sesuai dengan gaya Islam.
Apa masalahnya?
Mohon maaf, seringkali kita naif. tidak mau memberi kesempatan sebuah sistem
yang lebih baik. hanya karena kita tidak punya cukup keberanian untuk
mempelajari dan menerima. tidak masalah itu manusiawi. kita hanya perlu bersama
menata ego bersama-sama. :)
Kembali ke tahun politik Indonesia.
Seorang pernah
bertanya, “Banyak argumen yang berpendapat, kita harus memperbanyak massa di
parlemen agar bisa membuat perubahan, apakah bisa begitu?”.
Pertama,
samakan dulu persepsi perubahan.
Kedua, secara
histories perubahan malah banyak terjadi dengan gerakan ekstra-parlemen baik di
eropa maupun di negeri-negeri Muslim. Mengubah melalui jalur intra parlemen dan
pemilu tidak mempunyai landasan hostoris apalagi landasan syar’i. Intra
Parlemen jika berbasis pada realita juga semakin tidak terbayangkan, bagaimana
ia sanggup bersaing dengan berbagai partai besar lainnya, bagaimana ide-ide
mereka selama ini tidak diterima, dan benturan-benturan dashyat berbagai
kepentingan. Karena, menurut teori perubahan social, masyarakat bangkit dengan
berubahanya pemahaman.
Jadi, untuk
bangkit masyarakat harus melalui proses edukasi. Bukan hanya edukasi bagaimana
memilih cerdas. Tapi, esensi kebangkitan itu sendiri harus diedukasikan kepada
masyarakat, itulah pentingnya peran kita berdakwah,”
perpolitikan Sumbawa
Kabupaten Sumbawa merupakan salah satu kabupaten yang saat ini disibukkan
dengan kegiatan pesta demokrasi 5 tahun. Hal ini dilakukan untuk menentukan
cikal-bakal seorang legislator yang memiliki prinsip dan keterampilan
memperjuangkan nasib rakyat sesuai dengan adat istiadat tau samawa pada zaman
dahulu “Adat Barenti ko
Sara, Sara Barenti ko Kitabullah”. Itulah modal dasar pemimpin sumbawa untuk bangkit memperjuangkan hak
masyarakat kabupaten sumbawa.
Legislator
yang bertarung disumbawa saat ini mestinya memiliki prisip yang sesuai dengan
adatistiadat masyarakat samawa agar proses dalam menjalankan tugas mampu
diemban dengan baik.
Semoga
dalam pesta demokrasi yang digelar 9 april nanti, mampu memberikan kontribusi
serta mengemban amanah rakyat untuk kepentingan bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar