Kamis, 05 September 2013

Al-Qur’an Sebagai Konstitutif Rule






Semua orang akan sepakat bahwa pedoman hidup umat islam ialah Al-qur’an kemudian hadits. Al-qur’an dikenal sebagai aturan hidup yang dibuat oleh Allah Swt. diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw untuk dijadikan pegangan bagi seluruh umat manusia. Karena kandungan Al-qur’an mencakup keseluruhan cara hidup manusia secara universal, mulai dari aturan beribadah, cara berhubungan dengan manusia dan lingkungan sekitar, etika, estetika dan lain sebagainya horizontal-vertikal.

Selama ini ada dua arus besar pemikiran  para kaum cendekia dalam  melihat Al-qur’an. Pertama Al-qur’an dilihat sebagai seperangkat aturan dari Allah Swt yang diturunkan dengan cara sekaligus bil wahidah kelauh al mahfuz tanpa ada interaksi sosial yang terbangun sebelumnya (a Historis). Kedua, Al-qur’an dilihat sebagai sebuah aturan yang datang atas dasar kebutuhan dari interaksi sosial yang sedang berlangsung. Untuk kondisi seperti itulah Al-qur’an datang dan mengatur masyarakat yang sedang melakukan berbagai interaksi antar sesama. Artinya Al-qur’an turun atas dasar adanya aktifitas umat manusia (konteks Historis).

Jika kedua pandangan diatas diterjemahkan dalam teori keadilan, maka akan melingkupi dua hal, Regulatif Rule dan Konstitutif Rule. Sebagai sebuah cara melihat Rule of View,  keduanya cenderung banyak memiliki perbedaan yang sangat mendasar dan inilah yang akan melahirkan banyak perbedaan dalam memahami aktifitas yang sama selanjutnya.

Regulatif Rule dan Konstitutif Rule
Dalam regulatif rule, aturan hanya akan dibuat dan berlaku pada masyarakat yang sudah mempunyai aktifitas. Aturan yang datang tersebut diperuntukkan bagi masyarakat yang telah melakukan interaksi dengan masyarakat lainnya. Sebagai contoh, lahirnya aturan lalu lintas dikarenakan adanya aktifitas berkendaraan. Kalau tidak ada aktifitas berkendaraan, maka aturan tersebut tidak akan lahir. Regulatif ruledatang untuk mengatur bangunan interaksi tersebut dalam rangka keteraturan berkendaraan. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana kira-kira respon masyarakat yang sebelumnya sudah memiliki interaksi sosial dan membentuk budaya yang kuat terhadap aturan yang datang tersebut (regulatif  rule) ?  jawaban yang bisa penulis reka-reka ialah aturan tersebut akan dipatuhi hanya sebatas sebagai aturan, hanya memenuhi tuntutan dari tujuan dibuatnya aturan atau bisa jadi mereka tidak akan patuh sama sekali terhadap aturan tersebut. Artinya, jika aturan berkendaraan tersebut dipahami sebagai regulatif rule yang berfungsi untuk mengatur aktifitas berkendaraan semata, maka bisa dibayangkan jika pada tengah malam seorang pengendara mendapati jalan sepi pada saat yang bersamaan lampu merah akan diterobos, karena tidak terdapat subjek-subjek yang mau diatur. Itulah aturan jika hanya dilihat sebagai regulatif rule semata.Artinya apa yang dilakukan oleh pengendara yang menerobos lampu merah tersebut didasari atas pembacaan terhadap aturan tersebut hanya berdasarkan pada konteks semata tanpa melihat aspek-aspek yang lain. Berbeda dengan regulatif rule yang terlihat sangat lokalitas dan terpilah-pilah, maka konstitutif rule adalah kebalikannya. Konstitutif rule lebih universal-holistik tidak mengandung makna pertikularitas dan lokalitas.  Konstitutif rule merupakan bangunan awal yang harus dimiliki oleh setiap orang yang ingin mematuhi semua aturan. Konstitutif rule ini ibarat permainan catur. Dalam bermain catur, seorang pemain dituntut untuk mematuhi aturan permainan. Jika pemain tidak mematuhi aturan maka pemain berhak mendapat kartu kuning (dalam permainan sebak bola) atau bisa jadi terdiskualifikasi dalam permainan tersebut. Artinya orang yang tidak sungguh-sungguh mematuhi aturan sebenarnya sedang bermain-main dalam permainan.

Semua jenis permainan mempunyai aturan yang jelas, untuk permainan catur, langkah kuda tidak lebih dari sekedar huruf “L”, begitu juga dengan pemain sepak bola yang tidak boleh memegang bola, karena dalam aturannya hanya kiper saja yang boleh memegang bola. Begitu pentingnya menjadikan aturan ini sebagai bangunan pertama dalam permainan. Bukan hanya untuk mematuhi aturan semata (regulatif rule) yang terlihat sangat lokalitas dan bebas. Regulatif  rule ingin menjadikan aturan permainan catur disetiap tempat itu berbeda-beda (lokalitas) sesuai dengan konteksnya, karena bangunan awal yang dibangun lewatregulatif rule ini bersipat interpretatif bukan kesadaran memahami aturan yang sudah dibuat itu secarauniversal-holistik.

Tentu kedua bangunan pemahaman itu akan mempunyai efek yang selanjutnya akan berpengaruh  besar terhadap cara pandang kita melihat dunia world of view. Impilkasi memahami aturan sebagai regulatif ruleakan terlihat ketika kita melihat Al-qur’an (sebagai pedoman umat islam) sebagai sebuah aturan yang datang dalam rangka untuk mengatur interaksi sosial yang terbangun antar manusia (konteks). Kata “aturan” untuk sebagian besar orang, akan terlihat sangat berat. Berat untuk patuh. Sebagai contoh, jika orang kaya memahami membayar zakat itu sebagai sebuah “aturan” (regulatif rule) maka tidak heran banyak orang yang enggan membayar zakat.
Beda halnya dengan memahami “aturan” sebagai konstitutif rule  yaitu memahami aturan sebagai bangunan dasar dalam sebuah “permainan”. Lewat pemahaman tentang aturan seperti ini kita akan diajak untuk melihat dunia sebagai sebuah “permainan” yang diberikan Tuhan kepada umat manusia, karena berupa ”permainan” maka setiap orang yang bermain di dalamnya mau tidak mau wajib melaksanakan aturan permainan tersebut. Jika tidak mau bermain, maka sebenarnya kita sedang membuat aturan permainan baru untuk menandingi aturan permainan yang dibuat Allah swt. Bayangkan jika kata “aturan” tersebut dipahami sebagai “permainan” tentu orang akan lebih mudah memahami dan mempraktikkannya.
Al-Qur’an Sebagai  Konstitutif Rule
Al-qur’an menjadi pedoman dasar dan utama bagi umat islam. Tidak ada pedoman hidup yang paling lengkap selain Al-qur’an. Al-qur’an melengkapi kitab para Nabi sebelumnya sebagaimana islam melengkapi agama-agama samawi sebelumnya. Kompleksitas isi kandungan Al-qur’an mulai dari aturan tata cara beribadah kepada Allah swt, aturan hukum, cara berhubungan dengan manusia, dan lingkungan sekitar mengantarkannya sebagai “the mother of paradigm” sumber ilmu dan inspirasi. Bayangkan jika umat islam melaksanakan pedomannya ini dengan benar disertai dengan pemahaman yang benar pula, pasti fakta-fakta seperti tindak kriminalitas yang tinggi, penggunaan narkoba, perzinahan, tawuran, pembunuhan, pencurian, perampokan. tidak akan terjadi.

Pada kesempatan ini penulis tidak hendak mempertentangkan Al-qur’an harus dipahami sebagai regulatif rule atau konstitutif rule, karena penulis sendiri melihat Al-qur’an pada satu sisi merupakan produk dariregulatif rule sehingga lebih terlihat sebagai hasil interaksi sosial yang terbentuk sebelumnya (historisitas)serta disatu sisi terlihat sebagai konstitutif rule yaitu sebagai pedoman universal (normativitas) hidup umat islam tanpa melihatnya sebagai pedoman yang terpilah-pilah oleh lokalitas.
Namun yang ingin penulis tekankan disini ialah perlunya umat islam mendudukkan pemahaman awal tentang aturan hidup mereka yaitu Al-qur’an sendiri. Perlunya memahami Al-qur’an sebagai konstitutif ruleyaitu aturan universal umat islam, tanpa melihatnya sebagai aturan yang terpilah-pilah oleh lokalitas atas dasar hasil interpretatif yang menjadi basic dan starting point dalam memahami aturan tersebut.  Sehingga ketika memahami Al-qur’an sebagai pedoman aturan mereka akan mudah untuk dipahami dan dipraktikkan.Konstitutif rule  sudah seharusnya menjadi dasar memahami segala macam aturan tidak hanya Al-qur’an. Karena lewat konstitutif rule aturan akan mudah dan sangat ringan untuk dipahami dari perspektif cara pandang serta juga untuk dipraktikkan. Sehingga dengan demikian, problem cara memahami aturan yang dilihat sebagai regulatif rule semata dan selanjutnya membawa pada kesalahan dalam tataran  praktik, bisa dihindari lewat konstitutif rule yang lebih melihat aturan itu sebagai permainan. Selayaknya permainan, setiap pemain wajib bermain dengan aturan yang sudah dibuat tanpa perlu bertanya mengapa aturan itu dibuat. Wallahu a’lam bisshawab.


Tidak ada komentar: