Senin, 06 Januari 2014

Tahun Panas 2014, Akan Dibawa Kemana Nasib Kita ?



Selamat datang di tahun panas 2014. Sebuah tahun, babak dan kesempatan baru. Tentu, banyak harapan dicanangkan untuk berubah menjadi lebih baik. Namun, melihat realita yang ada, pertanyaan yang sama selalu muncul. Akankah negri ini menjadi lebih baik? 

Tahun 2014 digadang-gadang sebagai salah satu tahun penentu catur perpolitikan Indonesia. Dimana akan digelar sebuah perhelatan akbar Pesta Demokrasi. Pemilu dipercaya merupakan jalur terbaik untuk menentukan pemimpin yang baru, yang akan menggiring nasib negeri ini, entah ke puncak kesejahteraan, kemiskinan, kemelaratan atau keterpurukan? Benarkah?

Saat ini pemilu hanya sebuah agenda ambisius mendapatkan kekuasaan. Para pemenang pemilu bukanlah orang-orang yang tidak punya uang, bahkan mereka biasanya yang menguasai ekonomi dan media. Sehingga secara historis, semua pemenang adalah orang-orang bermodal besar. 

Ketika masyarakat melihat realita bahwa wakil rakyat yang mereka pilih, karena segenap janjinya untuk membangun negara ternyata melakukan korupsi, masyarakat kecewa dan tidak percaya. Munculah gejala distrust, ketidakpercayaan, terhadap pejabat dari hulu hingga hilir. Hal inilah yang memicu timbulnya Golput. Ketidakpercayaan ini juga kepada partai yang mengaku berbasis Islam. Bahkan, Golput dari tahun ke tahun semakin signifikan jumlahnya. Lembaga Survei Cirus Surveyors Group mengukur seberapa besar tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik. Hasilnya, hanya tersisa 9,4% responden yang masih percaya (detik.com, 5/1/2014).

Hal ini meresahkan kalangan politisi dan pemegang kepentingan. Sehingga, untuk merangkul pemilih muslim yang notabene mayoritas. Dikeluarkanlah fatwa MUI, golput haram. Lucunya, mengapa Negara Indonesia dan segenap jajaran menterinya menolak aturan Islam, tapi mereka pada saat yang sama mencari-cari legitimisasi Islam untuk menyokong jalannya demokrasi. Hal ini sangat lucu. Mereka menolak tapi mengemis pada Islam pada saat yang sama. 

Akan Kemana kita membawa ummat ini?

Indonesia adalah negara yang kaya raya. Potensi kekayaan alamnya sangat luar biasa, baik sumber daya alam hayati maupun non hayati. Bisa dibayangkan, kekayaan alamnya mulai dari kekayaan laut, darat, bumi dan kekayaan lainnya yang terkandung di dalam bumi Indonesia tercinta ini mungkin tidak bisa dihitung.

Namun, pada faktanya Indonesia, negeri kaya tapi tak henti dirundung nestapa. Nasib serupa dialami kaum Muslim di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, dinamika politik materialis, ekonomi kapitalis, sosial budaya liberal, dan hankam opportunis selama 2013 menunjukkan betapa negeri ini belum mapan dan jauh dari harapan.

Tidak adanya jaminan keamanan bagi warga negaranya, pemerintah gagal memenuhi kebutuhan rakyat, korupsi justru dilakukan lembaga yang seharusnya melakukan pemberantasan terhadapnya, terjadinya bentrokan horizontal. Ironisnya, aparat membiarkan hal itu terjadi dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Hal tersebut adalah ciri Negara gagal dan itu tampak pada Indonesia saat ini. Indonesia jelas negara gagal. 

Apa yang harus kita lakukan?

Setidaknya ada 3 hal yang perlu dilakukan. Pertama, pahami akar masalah. Kedua, miliki solusi yang jelas. Tiga, menyelesaikan dengan tindakan yang relevan. 

Memahami akar masalah adalah mengerti benar bahwa masalah mendasar masyarakat, terletak pada kesalahan pemahaman yang dianut dan dilaksanakan oleh masyarakat. Pun Indonesia bobrok bukan karena individu pemimpinnya saja. Malah karena sistemnya. Dengan demikian, akan dapat dilihat solusi tidak akan diraih hanya dengan pemilu. Hanya berganti individunya saja, sistemnya masih sama.Ganti sistem ganti rezim. yang secara telaah, liabilitas, validitas dan historis paling kuat dan mapan. Sistem Islam. (Bagaimana detilnya, hingga teknis terkecil, nanti secara bertahap saya paparkan).

Maka, sebagai pemuda yang secara fakta dan historis serta sunnatullah digariskan untuk merubah masyarakat. Tugas kita adalah dengan memberi solusi ke tengah masyarakat. Solusi Islam.

Tidak hanya itu, melainkan menggambarkan secara detil hingga teknis penerapannya. Karena, Islam tidak hanya cukup sekedar retorika. Harus tergambar jelas di benak kita bagaimana solutifnya Islam itu hingga tingkat Negara.

Mengapa Islam? Saya harap, masyarakat intelektual mengerti benar, Islam itu ideologi. sehingga sejajar dengan kapitalisme, sosialisme. sebuah sistem komprehensif. Islam punya pengaturan ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan, pendidikan, kesehatan. maka Islam adalah solusi fundamental. tidak seperti agama yang lain (yang maaf) tidak menyentuh (atau bahkan tidak ada). 

Maka, harus kita tinggalkan paradigma lama, Islam hanya sebuah agama ritual semata. Harus kita buka mata kita, bahwa ia sejajar dengan kapitalisme, sosialisme, ideologi-ideologi bangsa-bangsa, bahkan lebih tinggi. saya sebenarnya tidak mau menisbahkan dengan kapitalis atau sosialis. Hanya saja, saya gambarkan seperti ini, ideologi kapitalis dianut banyak negara salah satunya Indonesia, ini menunjukkan ideologi bersifat tak terbatas oleh satu negara. Dalam negara-negara berideologi kapitalis, hidup banyak agama, namun pola pikir dan perilaku masyarakatnya biasanya sekuler (memisahkan agama dari kehidupan). Ketika Ideologi Islam pun diterapkan, agama-agama tidak terancam, hanya pola pola berekonomi, berpolitik, sesuai dengan gaya Islam. 

Apa masalahnya? Mohon maaf, seringkali kita naif. tidak mau memberi kesempatan sebuah sistem yang lebih baik. hanya karena kita tidak punya cukup keberanian untuk mempelajari dan menerima. tidak masalah itu manusiawi. kita hanya perlu bersama menata ego bersama-sama. :)

Kembali ke tahun politik Indonesia.

Seorang pernah bertanya, “Banyak argumen yang berpendapat, kita harus memperbanyak massa di parlemen agar bisa membuat perubahan, apakah bisa begitu?”.

Pertama, samakan dulu persepsi perubahan. 

Kedua, secara histories perubahan malah banyak terjadi dengan gerakan ekstra-parlemen baik di eropa maupun di negeri-negeri Muslim. Mengubah melalui jalur intra parlemen dan pemilu tidak mempunyai landasan hostoris apalagi landasan syar’i. Intra Parlemen jika berbasis pada realita juga semakin tidak terbayangkan, bagaimana ia sanggup bersaing dengan berbagai partai besar lainnya, bagaimana ide-ide mereka selama ini tidak diterima, dan benturan-benturan dashyat berbagai kepentingan. Karena, menurut teori perubahan social, masyarakat bangkit dengan berubahanya pemahaman. 

Jadi, untuk bangkit masyarakat harus melalui proses edukasi. Bukan hanya edukasi bagaimana memilih cerdas. Tapi, esensi kebangkitan itu sendiri harus diedukasikan kepada masyarakat, itulah pentingnya peran kita berdakwah,”

perpolitikan Sumbawa

Kabupaten Sumbawa merupakan salah satu kabupaten yang saat ini disibukkan dengan kegiatan pesta demokrasi 5 tahun. Hal ini dilakukan untuk menentukan cikal-bakal seorang legislator yang memiliki prinsip dan keterampilan memperjuangkan nasib rakyat sesuai dengan adat istiadat tau samawa pada zaman dahulu Adat Barenti ko Sara, Sara Barenti ko Kitabullah”. Itulah modal dasar pemimpin sumbawa untuk bangkit memperjuangkan hak masyarakat kabupaten sumbawa. 

Legislator yang bertarung disumbawa saat ini mestinya memiliki prisip yang sesuai dengan adatistiadat masyarakat samawa agar proses dalam menjalankan tugas mampu diemban dengan baik. 

Semoga dalam pesta demokrasi yang digelar 9 april nanti, mampu memberikan kontribusi serta mengemban amanah rakyat untuk kepentingan bersama.

JIKA AKU MENJADI DIA..



jika aku menjadi dia..aku akan merasa menjadi orang yang paling beruntung memiliki pasangan yang sangat setia.

Jika aku menjadi dia..Akan senantiasa kusematkan senyuman manis diwajah pasanganku dan takkan kubiarkan kesedihan menghiasi wajahnya,,

Jika aku menjadi dia..takkan kuizinkan air mata membasahi pipi lembutnya..

Jika aku menjadi dia..
akan kujadikan setiap momen bersama pasanganku sebagai momen terindah yang takkan dilupakan..

Jika aku menjadi dia..
akan kurayakan hari istimewaku dan pasangan sebagai hari yang benar-benar istimewa dengan kejutan-kejutan yang disukainya.

Jika aku menjadi dia..kalaupun saat hari istimewa itu aku tak dapat bersamanya maka akan kubuat seolah olah tak ada yang berbeda sehingga hari itu tetap menjadi sejarah..akan kubuat sebuah kejutan romantis dengan mengajak orang-orang disekitarku untuk terlibat seraya tak lupa kubacakan sebuah puisi cinta yang akan mengungkapkan rasa cintaku padanya.

Jika aku menjadi dia..akan kuberikan berjuta alasan pada pasanganku bahwa hanya aku yang pantas untuk memiliki hatinya.

Jika aku mejadi dia..jika suatu saat aku menyakiti hati pasanganku maka aku akan mencari segala cara untuk mengobati sakit di hatinya, meluluhkan hatinya dan berjanji tak akan kembali menorehkan luka itu

dan semua itu akan terjadi JIKA AKU MENJADI DIA.. (-̩̩̩-͡ ̗--̩̩̩͡ )

(fiktif belaka)

 


Diskusi politik dengan tema “ menciptakan pemilu damai



OLEH : HAMDAN, S.Sos.I
(ALUMNI FAKULTAS DAKWAH & KOMUNIKASI IAIN MATARAM DAN MANTAN KETUA SENAT FAKULTAS)

Pendidikan politik sangatlah penting untuk memberikan ruang kepada masyarakat untuk betul-betul memahami tentang tujuan dari demokrasi yang sebenarnya. Ini lah tujuan dari Badan Kesbang Pol Dan Linmas Kabupaten Sumbawa mengadakan diskusi dengan mengundang pemateri dari Kesbang Pol Dan Linmas yang disampaikan oleh Kepala Kesbang Pol Dan Linmas bapak Ir. H. Zulqifli, KPU Kabupaten Sumbawa yang dihadiri langsung oleh Ketua KPU Kab. Sumbawa bapak Suhardi Soud, SE, dan dari Panwaslu Kabupaten Sumbawa disampaikan oleh Ketua Divisi Penindakan dan sengketa pemilu saudara Syamsi Hidayat, S.IP serta dihadiri oleh seluruh camat se-kabupaten sumbawa dan ketua PPK se-kabupaten sumbawa.
Pemilu ibarat penyelenggaraan sebuah pertandingan, kita semua masyarakat baik sebagai peserta maupun sebagai penonton sangat membutuhkan penyelenggaraan yang berkualitas. Penyelenggaraan yang menyajikan sebuah tontonan enak untuk disaksikan dan menghibur, tanpa dinodai dengan kekisruhan serta menghasilkan sang juara yang terbaik.
Bagi tim peserta, sangatlah mengharapkan pertandingan berjalan lancar tanpa masalah, menghindari kemunculan terjadinya protes, jujur, sportif dan fair play, sehingga yang keluar sebagai pemenang betul-betul yang terbaik dan dapat diterima semua pihak termasuk lawan sekalipun. Dan itu akan menjadi sebuah kebanggaan bagi si pemenang, dan kepuasan bagi semua pihak. Jika itu yang terjadi, maka kita sebagai penyelenggara akan merasa senang dan dapat dikatakan bahwasanya penyelenggaraan berhasil dan sukses.
Demikian halnya dengan pelaksanaan Pemilu (Pemilihan Umum) 2014 yang sudah dihadapan mata. Kurang dari setahun kedepan, pemilu legislatif akan digelar pada 9 April 2014. Kita sebagai komponen masyarakat, sangat mendambakan terlaksananya pemilu berkualitas.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai garda terdepan dalam penyelenggaraan pemilu, harus netral, non partisan dan mandiri dengan bersikap profesional dan independen. Karena KPU bekerja akan diawasi banyak pihak, mulai dari tahapan awal hingga pengumuman hasil pemilu. KPU tidak hanya berurusan dengan parpol, tapi juga birokrasi pemerintah, Bawaslu, civil society, aktivis pemilu, dan kampus.
Artinya, KPU akan berada pada posisi yang selalu diawasi. Di satu sisi, KPU harus memenuhi kepentingan semua pihak, dari parpol peserta pemilu, pemerintah, Bawaslu, LSM, hingga masyarakat. Pada sisi lain, KPU harus konsisten menjalankan ketentuan konstitusi dan UU, karena banyak kepentingan partai-partai politik akan dibatasi karenanya.
Selain bertanggung jawab terhadap seluruh proses tahapan pemilu, KPU dituntut mampu melaksanakan pemilu secara aman, damai, dan demokratis. Karena itu, lembaga ini harus profesional dan independen. Independensi akan menjadi penentu sukses tidaknya pemilu, mengingat bila penyelenggara berpihak pada parpol tertentu bisa mendorong penyimpangan, yang pada gilirannya memicu konflik dalam masyarakat.
Kita semua tidak ingin pengalaman terburuk 2009 terulang kembali. Kredibilitas KPU jatuh pada penghujung Pemilu 2009. Kinerjanya mengecewakan, dan kemandiriannya dipertanyakan, sehingga DPR menggunakan hak interpelasi untuk menyelidiki banyaknya masyarakat yang tidak bisa memilih, sesuai dengan amanat UU No 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu dan UU No 8 Tahun 2012 tentang pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD Prov DAN DPRD Kab/Kota.
Jatuhnya kredibilitas KPU selaku penyelenggara Pemilu 2009, berimbas pada eksistensi KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota yang hendak menyelenggarakan Pilkada sepanjang 2010-2013. Sebagai bagian dari KPU, mereka diragukan independensi, netralitas dan kompetensinya. Inilah alasan awal mengapa pasangan calon yang kalah dalam pilkada di hampir semua daerah, mengajukan gugatan hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi.
Sebab, tim seleksi menghasilkan orang-orang yang tidak memiliki rekor baik dalam mengurus pemilu, sehingga sejak dilantik KPU menghadapi masalah kredibilitas.  Setelah pemilu selesai, tidak ada yang bisa menolak hasilnya, tetapi legitimasinya selalu dipertanyakan karena banyak pemilih yang tidak bisa memilih.
Keterjaminan Pemilu 2014 bisa berlangsung tertib, damai, dan berkualitas, membutuhkan beberapa komitmen. Untuk mendapatkan hasil pemilu yang berkualitas sebagaimana diinginkan, diawali dari proses dan tahapan pemilu harus berjalan sesuai jadwal yang telah disiapkan KPU dengan sistim pemilu yang tepat.
Tahapan pemilu berjalan sesuai jadwal menjadi unsur penting, karena dapat menghindari munculnya kegaduhan yang berakibat pada terjadinya cacat hukum atas hasil pemilu. Disini dituntut keprofesionalan dan independensi KPU serta Bawaslu. Kelembagaan penyelenggara pemilu ini harus benar-benar kredibel.
Penyelenggara pemilu juga diminta agar lebih gencar menyampaikan sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat. Hal ini sangat penting, dalam rangka menumbuhkan kesadaran dan memberikan pengetahuan masyarakat agar menggunakan hak pilihnya dan berpartisipasi dalam pemilu. Pemilu yang berkualitas ditandai dengan meningkatnya partisipasi publik, termasuk dalam tahapan– tahapannya.  
Selain itu, data pemilu harus valid, baik data untuk DPS maupun DPT. sesuai dengan surat KPU dengan Nomor SE. KPU No.308 Tahun 2013. Tentang pemutakhiran data pemilih yang saat ini sedang dilakukan pengecekan atau penyusunan pada tingkart PPS
Selanjutnya, partai politik sebagai peserta pemilu harus dapat menciptakan suasana yang kondusif. Selain turut membantu menciptakan penyelenggaraan berkualitas, juga berdampak kepada partai itu sendiri dikarenakan masyarakat pemilih mulai cerdas dalam melakukan seleksi dan menjatuhkan pilihan serta turut membantu memberikan pembelajaran politik kepada masyarakat.
Untuk menjalankan proses pemilu yang tepat, penyelenggara harus bekerja ekstra agar dapat menghindari terjadinya pelanggaran pemilu dan juga menghindari munculnya kegaduhan politik terutama saat berlangsungnya kampanye.
Karena, keberhasilan pemilu juga tercermin dari ketertiban pelaksanaan pemilu, tanpa kekerasan dan aksi anarki. Pemilu diharapkan berjalan damai, tertib, dan lancar yang didukung oleh komitmen bersama antara KPU, Bawaslu, partai-partai politik peserta pemilu, dan institusi penegak hukum seperti kejaksaan dan kepolisian. Untuk melaksanakan semua itu, diperlukan kepiawaian dalam manajemen pemilu mulai dari pelaksanaan hingga penghitungan suara, serta melakukan pengawasan yang benar, efektif dan objektif.
Pemilu yang berkualitas harus dapat menghasilkan wakil-wakil rakyat dan pemimpin negara yang mempunyai kompetensi, kapasitas dan akuntabilitas, mampu mensejahterakan rakyat serta aspiratif terhadap kepentingan-kepentingan bangsa dan negara. Disamping itu, dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia internasional, atau dengan kata lain di dapatnya pemimpin yang mampu mewujudkan cita-cita nasional, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
Semoga dari hasil diskusi tadi dapat menemukan para wakil-wakil rakyat yang berkualitas dan mampu memberikan kontribusi untuk sumbawa kedepan dengan proses pemilu yang baik serta kerja stakholder mampu mewujudkan pemilu yang demokratis sesuai hajat konstitusi.
Kuncinya, komitmen bersama menjadi penting dan harus bisa menjadi garansi supaya Pemilu 2014 lebih berkualitas. Dengan pemilu yang berkualitas, pasti menyumbang terwujudnya demokrasi yang juga berkualitas.

“ SISTEM PEMILU DI INDONESIA”



A.   Pengertian Pemilihan Umum
Pemilu adalah kompetisi memperebutkan suara rakyat untuk mendapatkan jabatan-jabatan politik. Sebagai sebuah kompetisi, pemilu harus diselenggarakan oleh lembaga yang kredibel di mata rakyat maupun peserta. Lembaga penyelenggara pemilu harus  independen atas semua kepentingan, agar keputusan yang diambilnya semata-mata demi menjaga kemurnian suara rakyat. Pemilu merupakan perhelatan politik yang kompleks untuk mengonversi suara rakyat menjadi kursi, sehingga penyelenggara pemilu harus terdiri dari orang-orang profesional: mendapatkan gaji cukup, memiliku pengetahuan dan ketrampilan khusus, serta menaati kode etik.
B.    Sistem Pemilihan Umum
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem Pemilihan Umum dengan berbagai variasinya, akan tetapi pada umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu: 
1.   Single-member Constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya disebut Sistem Distrik)
2.   Multy-member Constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan sistem perwakilan berimbang atau Sistem Proporsional).
v  Sistem Distrik                                      
Sistem ini merupakan sistem pemilihan umum yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat. Untuk keperluan itu, negara dibagi dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat dalam dewan perwakilan rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Calon yang di dalam satu distrik memperoleh suara terbanyak dikatakan pemenang, sedangkan suara-suara yang ditujukan kepada calon-calon lain dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi, bagaimanapun kecilnya selisih kekalahannya.
I.     Keuntungan dan Kelemahan Sistem Distrik
1.   Keuntungan Sistem Distrik
a)    Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Hal ini akan mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedaan-perbedaan yang ada dan mengadakan kerja sama, sekurang-kurangnya menjelang pemilihan umum, antara lain melalui stembus accord.
b)   Fragmentasi partai dan kecenderungan membentuk partai baru dapat dibendung; malahan sistem ini bisa mendorong ke arah penyederhanaan partai secara alami dan tanpa paksaan.
c)    Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh komunitasnya, sehingga hubungan denga konstituen lebih erat. Dengan demikian si wakil akan lebih cenderung untuk memperjuangkan kepentingan distriknya.
d)    Bagi partai besar system ini menguntungkan karena melalui distortion effect dapat meraih suara dari pemilih-pemilih lain, sehingga memperoleh kedudukan mayoritas. Dengan demikian, sedikit banyak partai pemenang dapat mengendalikan parlemen.
e)    Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam parlemen, sehingga tidak perlu diadakan koalisi dengan partai lain. hal ini mendukung stabilitas nasional.
f)     Sistem ini sederhana dan mudah untuk diselenggarakan.
2.   Kelemahan Sistem Distrik
(1)  System ini kurang memperhatikan kepentingan partai-partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika golongan-golongan ini terpencar dalam berbagai distrik.
(2)  Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa partai yang calonnya kalah dalam suatu distrik kehilangan suara yang telah mendukungnya. Hal ini berarti bahwa ada sejumlah suara yang tidak diperhitungkan sama sekali, atau terbuang sia-sia. Dan jika banyak partai mengadu kekuatan, maka jumlah suara yang hilang dapat mencapai jumlah yang besar. Hal ini akan dianggap tidak adil terhadap partai dan golongan yang dirugikan.
(3)  Sistem distrik dian  ggap kurang efektif dalam masyarakat yang plural karena terbagi dalam kelompok etnis, religius, dan tribal, sehingga menimbulkan anggapan bahwa kebudayaan nasional yang terpadu secara ideologis dan etnis mungkin merupakan prasyarat bagi suksesnya sistem ini.
(4)  Ada kemungkinan si wakil cenderung untuk lebih memperhatikan kepentingan distrik serta warga distriknya, daripada kepentingan nasional.

v  Sistem Perwakilan Berimbang atau Sistem proporsional
Sistem ini dianut oleh Indonesia. Pemilu tidaklah langsung memilih calon yang didukungnya, karena para calon ditentukan berdasarkan nomor urut calon-calon dari masing-masing parpol atau organisasi social politik (orsospol). Para pemilih adalah memilih tanda gambar atau lambing sustu orsospol. Perhitungan suara untuk menentukan jumlah kursi raihan masing-m,asing orsospol, ditentukan melalui pejumlahan suara secara nasional atau penjumlahan pada suatu daerah (provinsi). Masing-masing daerah diberi jatah kursi berdasarkan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di daerah yang bersagkutan.
Banyak atau sedikitnya kursi yang diraih adalah ditentukan oleh jumlah suara yang diraih masing-masing parpol atau orsospol peserta pemilihan umum. Calon terpilih untuk menjadi wakil rakyat duitenukan berdasarkan  nomor urut calon yang disusun guna mewakili orsospol pada masing-masing daerah. Inilah yang disebut perhitungan suara secara proporsional, bukan menurut distrik pemilihan (yang pada setiap distrik hanya aka nada satu calon yang terpilih).
I.       Keuntungan dan Kelemahan Sistem Proporsional
a.    Keuntungan sistem proporsional
1.   Dianggap lebih representative karena persentase perolehan suara setiap partai sesuai dengan persentase perolehan kursinya di parlemen. Tidak ada distorsi antara perolehan suara dan perolehan kursi.
2.   Setiap suara dihitung dan tidak ada yang hilang. Partai kecil dan golongan minoritas diberi kesempatan untuk menempatkan wakilnya di parlemen. Karena itu masyarakat yang heterogen dan pluralis lebih tertarik pada system ini.
II.     Kelemahan
1.   Kurang mendorong partai-partai yang berintegrasi satu sama lain, malah sebaliknya cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan diantara mereka. Bertambahnya jumlah partai dapat menghambat proses integrasi diantara berbagai golongan di masyarakat yang sifatnya pluralis. Hal ini mempermudah fragmenrasi dan berdirinya partai baru yang pluralis.
2.   Wakil rakyat kurang erat hubungannya dengan konstituennya, tetapi lebih erat dengan partainya (termasuk dalam hal akuntabilitas). Peranan partai lebih menonjol daripada kepribadian seorang wakil rakyat. Akibatnya, system ini member kedudukan kuat kepada pimpinan partai untuk menentukan wakilnya di parlemen melaluin Stelsel daftar (List System).
3.   Banyaknya partai yang bersaing mempersukar satu partai untuk mencapai mayoritas di parlemen. Dalam system pemerintahan parlementer, hal ini mempersulit terbentuknya pemerintahan yang stabil karena harus mendasarkan diri pada koalisi.
C.   Pemilihan Umum di Indonesia
1.   Asas-asas Pemilihan Umum
Meskipun Undang-Undang Politik tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dari Pemilu ke Pemilu beberapa kali mengalami perubahan, perubahan itu ternyata tidak bersifat mendasar. Secara umum, asas-asas dari Pemilu ke Pemilu di Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut.
a)    mandiri;
b)    jujur;
c)    adil;
d)   kepastian hukum;
e)    tertib penyelenggara pemilu;
f)         kepentingan umum;
g)    keterbukaan;
h)   proporsionalitas;
i)        profesionalitas;
j)        akuntabilitas;
k)   efisiensi; dan
l)     l. efektivitas.

2.   Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemilihan Umum      
                        Adapun pelaksana penyelenggara pemilu diantaranya :
a)    Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU) adalah lembaga konstitutional independen yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pemilihan umum nasional dan lokal sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No. 15/2011
b)   Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merupakan lembaga yang bertanggung jawab mengawasi agar gugatan terkait pemilu ditujukan kepada badan yang tepat dan diselesaikan secara benar; secara umum, pelanggaran bersifat  kriminal dirujuk kepada polisi dan pengadilan biasa, dan pelanggaran  administrasi kepada KPU. UU 8/2012 Tentang Pemilihan Umum Legislatif memberikan Bawaslu wewenang pemutusan perkara dalam sengketa antara KPU dan peserta Pemilu. Putusan Bawaslu bersifat final terkecuali untuk hal-hal terkait pendaftaran partai politik dan calon legislatif peserta pemilu. Pelanggaran serius yang mempengaruhi hasil pemilu diajukan secara langsung kepada Mahkamah Konstitusi. Ketentuan dalam UU 15/2011 mengatur bahwa Bawaslu dan KPU adalah lembaga yang setara dan terpisah. Anggota Bawaslu dipilih oleh komite seleksi yang sama dengan komite yang memilih anggota KPU. Terdapat lima anggota tetap Bawaslu di tingkat nasional. Rekan sejawat Bawaslu di tingkat Provinsi, Bawaslu Provinsi, adalah lembaga yang sekarang sudah bersifat permanen dan beranggotakan tiga orang. Turun dari tingkat provinsi, keanggotaannya bersifat sementara dan terdiri atas tiga anggota di tingkat provinsi, tiga di tingkat kabupaten/kota, tiga di tingkat kecamatan dan satu pengawas lapangan di setiap kelurahan/desa. Badan pengawas semacam ini adalah khas Indonesia
c)    Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) adalah dewan etika tingkat nasional yang ditetapkan untuk memeriksa dan memutuskan gugatan dan/atau laporan terkait tuduhan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU atau Bawaslu. DKPP ditetapkan dua bulan setelah sumpah jabatan anggota KPU dan Bawaslu untuk masa jabatan selama lima tahun, dan terdiri atas seorang perwakilan KPU, seorang perwakilan Bawaslu serta sebuah jenis lembaga penyelenggara pemilu yang hanya ada di Indonesia, bertugas untuk memastikan bahwa kerja anggota KPU dan Bawaslu memenuhi kode etik bersama dan memiliki kewenangan untuk merekomendasikan pemberhentian seorang anggota komisi/badan pengawas. Keputusan DKPP bersifat final dan mengikat.
3.   Tujuan Pemilihan Umum
Tujuan diselenggarkannya Pemilihan Umum adalah untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan dari rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.

D.  Bagaimana Dengan Pemilu Legislatif 2014 ?
Sesuai dengan agenda politik nasional, tahun 2014 adalah tahun diselenggarakannya Pemilihan Umum (Pemilu) untuk memilih Anggota DPR, DPD, dan DPRD (Pemilu Legislatif), Khusus UU Pemilu untuk memilih anggota legislatif, diatur dalam UU No. 12 tahun 2003 yang telah diubah dengan UU No. 10 tahun 2008 dan sekarang menjadi UU Nomor 8 tahun 2012
Diakui bahwa, secara prosedural, Indonesia telah melaksanakan demokrasi secara tertib, baik dan berkesinambungan,sesuai dengan nilai-nilai demokrasi universal. Salah satu prinsip atau nilai demokrasi adalah adanya Pemilu secara berkala untuk memilih para pemimpin, baik di lembaga perwakilan maupun di eksekutif.
Sistem yang dimaksud adalah bagaimana menciptakan sebuah sistem Pemilu yang, pertama, akuntabel dan memiliki derajat keterwakilan yang tinggi, sehingga memperoleh legitimasi kuat dari rakyat. Kedua, sistem Pemilu juga merupakan sebuah rekayasa politik  untuk menghasilkan lembaga perwakilan yang representatif atau menghasilkan pemimpin yang responsibel dan cakap. Ketiga, sistem yang kompatibel, diharapkan dapat menghasilkan sebuah proses demokrasi yang substantif.Selanjutnya ketika sebuah sistem pemilu dipilih, maka harus terimplementasikan dalam praktek.
Sebagaimana diketahui, bahwa Indonesia memilih sistem proporsional. Dalam UU Pemilu terakhir yaitu UU No. 8 tahun 2012 sepakat dipilih sistem proporsional terbuka. Maknanya adalah bahwa pemilih diberikan pilihan yang langsung kepada calon wakil mereka untuk duduk di DPR atau DPRD. Khusus terhadap sistem pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD yaitu proporsional terbuka, maka upaya meningkatkan derajat keterwakilan semakin menemukan bentuknya. Para wakil rakyat semakin memiliki hubungan yang erat dengan konstituennya, sehingga akuntabilitas para wakil semakin nyata. Akibat yang muncul, para rakyat yang diwakili dapat menuntut kepada para wakilnya untuk melakukan yang terbaik untuk rakyat. Jika hal itu tidak terpenuhi, para wakil akan memperoleh hukuman pada Pemilu berikutnya untuk tidak dipilih kembali.
Upaya menciptakan sistem pemilu yang menghasilkan wakil rakyat yang akuntabel dan memiliki derajat keterwakilan yang tinggi adalah sebuah keniscayaanbagi penyelenggaraan pemilu di Indonesia sebagai sebuah negara demokratis.

E.   Sistem Kampanye Dan Larangan Kampanye Dalam Pileg 2014
Secara normative, kampanye Pemilu sudah diatur dalam UU No. 8 Tahun 2012, dan secara teknis mengacu pada Peraturan KPU No. 15 Tahun 2013 Tentang perubahan PKPU Nomor 1 Tahun 2013 tentang pedoman pelaksanaan kampanye anggota DPR, DPD dan DPRD 2014. Ditentukan bahwa yang dikatakan kampanye adalah kegiatan peserta Pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, program peserta Pemilu dan atau informasi lainnya. Merujuk pada definisi ini maka setiap aktivitas kampanye Pemilu setidaknya  harus mengandung empat hal, yakni tindakan kampanye berupa aktivitas penawaran, khalayak sasaran berupa pemilih,dan  rangkaian komunikasi yang guna meyankinkan pemilih serta materi kampanye yang terdiri dari visi, misi, program dan informasi lainnya. 
Kampanye Pemilu harus disiasati dengan sungguh-sungguh dan saling bersinergi antara stakeholders agar apa yang diharapkan dari kampanye politik tersebut dapat tercapai. kampanye tidak gampang.
Adapun pihak-pihak terkait dalam kampanye , antara lain;
a)    pertama, Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU memegang peranan yang penting dalam me-manage kampanye.  Penataan pelaksanaan  kampanye merupakan tugas KPU sebagai salah satu penyelenggaran Pemilu. Untuk itu, KPU harus memastikan jadwal dan menjelaskan aturan main metode kampanye yang digunakan. Dari segi jadwal, pelaksanaan kampanye yang harus betul-betul fix sehingga pemilahan jadwal menjadi pasti, metode mana yang dapat dimulai 3 (tiga) hari setelah ditetapkan sebagai peserta Pemilu, demikian juga jadwal kampanye yang mesti dilaksanakan selama 21 hari (16 Maret -5 April 2014)  atau sampai datangnya masa tenang harus tegas dan pasti atau tiga hari sebelum pemungutan suara. KPU juga yang harus proaktif mengandeng peserta Pemilu untuk menyepakati lokus Rapat Umum dan memonitoring aktivitas peserta Pemilu.
b)   Kedua, Parpol dan calon peserta Pemilu. Parpol dan calon peserta Pemilu juga memegang peran penting, khususnya dalam upaya menciptakan praktek yang kampanye yang berkualitas, bermoral, dan bermartabat serta penuh rasa tanggungjawab. Peserta Pemilu diharapkan mampu menerapkan prinsip-prinsdip kampanye sehingga efektif dalam menyampaikan platform partai ke public, dengan tetap mempertimbangkan keramahan lingkungan, akuntabel, non-disrikiminasi dan tentunya menghindari pola-pola kekerasan, apalagi tindakana yang berbau anarkis. Namun sebelumnya, peserta Pemilu harus terlebih dahulu membangun komitmen dengan pihak penyelenggara untuk menyamakan persepsi akan metode, jadwal dan lokasi yang akan digunakan untuk kampanye Pemilu. Pemahaman metode, jadwal dan tempat kampanye bagi peserta Pemilu mempengaruhi kualitas aktivitas kampnaye di lapangan. Disamping itu, peserta Pemilu juga dituntut untuk memastikan pelaksana, petugas dan peserta kampnaye guna memudahkan pemantauan (monitoring) dan pengawasan.
c)    Ketiga, Pengawas Pemilu. Agar proses kampanye berjalan sebagaimana yang ditentukan baik waktu, tempat, metode maupun petugas dan lain sebagainya dapat berjalan lancer maka perlu monitorning dan pengawasan dari penyelenggara Pemilu. KPU mestinya melalukan monitoring dengan pelibatan para pihak melalui pembentukan kelompok kerja (Pokja) kampanye. Sedangkan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota dan Panwaslu kecamatan melakukan pengawasan terhadap tahapan kampanye sesuai dengan tingkatannya dan menerima laporan pelanggaran peraturan kampanye. Dalam  hal ini ditentukan bahwa laporan pelanggaran ketentuan kampanye yang bersifat administrative diteruskan ke KPU secara berjenjang, sedangkan laporan pelanggaran ketentuan kampanye yang mengandung unsure pidana diteruskan kepada Kepolisian sesuai tingkatannya. Dalam hal ini, pihak komisioner pengawas dituntut untuk proaktif “menjemput bola” dan menjaring koordinasi sebanyak-banykanya dengan pihak terkait. Tujuannya jelas agar kinerja pengawasan berjalan dengan baik dan memberi kontribusi besar dalam menjalankan proses demokratisasi di Indonesia. Tugas pengawasan menjadi semakin menantang bagi komisioner pengawas karena adanya kehadiran dunia maya. Peserta Pemilu dipastikan akan memanfaatkan jejaring social seperti email, twiter, youtobe, facebok dan lain sebagai media kampanye persuasive dalam upaya membujuk para pemilih. Personil pengawas secara otomatis diharuskan juga untuk mampu mengoperasional internet agar proses pengawasan berjalan efektif dan efisien.
d)   Keempat, media. Media massa berperan dalam hal pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye. Media massa yang dimaksudkan disini adalah media massa cetak, on-line, elektronik, dan lembaga penyiaran lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Biasa materi kampanye yang berupa tulisan, suara, gambar, tulisan dan gambar, atau suara dan gambar yang dipublish melalui media massa. Poin penitng yang harus diperhatikan pihak media adalah jaminan atas pemberitaan, penyiaran dan periklanan yang  berimbang alias perlakuan yang adil terhadap seluruh peserta Pemilu. Dengan demikian media sebagai salah satu pilar demokrasi betul-betul menjadi  penting keberadaannya dalam suatu pesta demokrasi.  
e)    Kelima, masyarakat. Peluang masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam kampnaye terbuka luas. Biasanya setiap tahapan Pemilu yang sudah memasuki tahapan krusial, secara kelembagaan dibuka kesempatan bagi organisasi non-pemerintah (ORNOP) untuk ikut terlibat dalam pemantauan aktivitas kampnye. Disinilah kesempatan bagi LSM, Ormas dan Orsos lainnya untuk dapat menjadi bagian dari penegak demokrasi yang hakiki. Disamping itu, komponen masyarakat lainnya juga diminta kontribusinya dalam memberikan informasi pelanggaran Pemilu dimanapun keberadaanya melalui pengawas terdekat, misalnya panitia pengawas lapangan (PPL) yang disiapkan di setiap desa/keluarahan.
Harapan kita, kampanye Pemilu 2014 yang dijadwalkan KPU dapat menjadi ajang yang empuk untuk mempertontonkan proses kampanye damai dan bermartabat sebagai bagian dari pendidikan politik yang merupakan tugas kolaboratif tidak bisa dilakoni secara parsial. Untuk itu, kesadaran sosial semua pihak terkait menjadi penentu sejauhmana Pemilu Legislatif 2014 akan mampu menghasilkan output yakni terpilihnya anggota legislative yang amanah dan berintegritas sehingga mampu menghasilkan kinerja (outcome) yang bersentuhan langsung dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.