Senin, 06 Januari 2014

“ SISTEM PEMILU DI INDONESIA”



A.   Pengertian Pemilihan Umum
Pemilu adalah kompetisi memperebutkan suara rakyat untuk mendapatkan jabatan-jabatan politik. Sebagai sebuah kompetisi, pemilu harus diselenggarakan oleh lembaga yang kredibel di mata rakyat maupun peserta. Lembaga penyelenggara pemilu harus  independen atas semua kepentingan, agar keputusan yang diambilnya semata-mata demi menjaga kemurnian suara rakyat. Pemilu merupakan perhelatan politik yang kompleks untuk mengonversi suara rakyat menjadi kursi, sehingga penyelenggara pemilu harus terdiri dari orang-orang profesional: mendapatkan gaji cukup, memiliku pengetahuan dan ketrampilan khusus, serta menaati kode etik.
B.    Sistem Pemilihan Umum
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem Pemilihan Umum dengan berbagai variasinya, akan tetapi pada umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu: 
1.   Single-member Constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya disebut Sistem Distrik)
2.   Multy-member Constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan sistem perwakilan berimbang atau Sistem Proporsional).
v  Sistem Distrik                                      
Sistem ini merupakan sistem pemilihan umum yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat. Untuk keperluan itu, negara dibagi dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat dalam dewan perwakilan rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Calon yang di dalam satu distrik memperoleh suara terbanyak dikatakan pemenang, sedangkan suara-suara yang ditujukan kepada calon-calon lain dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi, bagaimanapun kecilnya selisih kekalahannya.
I.     Keuntungan dan Kelemahan Sistem Distrik
1.   Keuntungan Sistem Distrik
a)    Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Hal ini akan mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedaan-perbedaan yang ada dan mengadakan kerja sama, sekurang-kurangnya menjelang pemilihan umum, antara lain melalui stembus accord.
b)   Fragmentasi partai dan kecenderungan membentuk partai baru dapat dibendung; malahan sistem ini bisa mendorong ke arah penyederhanaan partai secara alami dan tanpa paksaan.
c)    Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh komunitasnya, sehingga hubungan denga konstituen lebih erat. Dengan demikian si wakil akan lebih cenderung untuk memperjuangkan kepentingan distriknya.
d)    Bagi partai besar system ini menguntungkan karena melalui distortion effect dapat meraih suara dari pemilih-pemilih lain, sehingga memperoleh kedudukan mayoritas. Dengan demikian, sedikit banyak partai pemenang dapat mengendalikan parlemen.
e)    Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam parlemen, sehingga tidak perlu diadakan koalisi dengan partai lain. hal ini mendukung stabilitas nasional.
f)     Sistem ini sederhana dan mudah untuk diselenggarakan.
2.   Kelemahan Sistem Distrik
(1)  System ini kurang memperhatikan kepentingan partai-partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika golongan-golongan ini terpencar dalam berbagai distrik.
(2)  Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa partai yang calonnya kalah dalam suatu distrik kehilangan suara yang telah mendukungnya. Hal ini berarti bahwa ada sejumlah suara yang tidak diperhitungkan sama sekali, atau terbuang sia-sia. Dan jika banyak partai mengadu kekuatan, maka jumlah suara yang hilang dapat mencapai jumlah yang besar. Hal ini akan dianggap tidak adil terhadap partai dan golongan yang dirugikan.
(3)  Sistem distrik dian  ggap kurang efektif dalam masyarakat yang plural karena terbagi dalam kelompok etnis, religius, dan tribal, sehingga menimbulkan anggapan bahwa kebudayaan nasional yang terpadu secara ideologis dan etnis mungkin merupakan prasyarat bagi suksesnya sistem ini.
(4)  Ada kemungkinan si wakil cenderung untuk lebih memperhatikan kepentingan distrik serta warga distriknya, daripada kepentingan nasional.

v  Sistem Perwakilan Berimbang atau Sistem proporsional
Sistem ini dianut oleh Indonesia. Pemilu tidaklah langsung memilih calon yang didukungnya, karena para calon ditentukan berdasarkan nomor urut calon-calon dari masing-masing parpol atau organisasi social politik (orsospol). Para pemilih adalah memilih tanda gambar atau lambing sustu orsospol. Perhitungan suara untuk menentukan jumlah kursi raihan masing-m,asing orsospol, ditentukan melalui pejumlahan suara secara nasional atau penjumlahan pada suatu daerah (provinsi). Masing-masing daerah diberi jatah kursi berdasarkan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di daerah yang bersagkutan.
Banyak atau sedikitnya kursi yang diraih adalah ditentukan oleh jumlah suara yang diraih masing-masing parpol atau orsospol peserta pemilihan umum. Calon terpilih untuk menjadi wakil rakyat duitenukan berdasarkan  nomor urut calon yang disusun guna mewakili orsospol pada masing-masing daerah. Inilah yang disebut perhitungan suara secara proporsional, bukan menurut distrik pemilihan (yang pada setiap distrik hanya aka nada satu calon yang terpilih).
I.       Keuntungan dan Kelemahan Sistem Proporsional
a.    Keuntungan sistem proporsional
1.   Dianggap lebih representative karena persentase perolehan suara setiap partai sesuai dengan persentase perolehan kursinya di parlemen. Tidak ada distorsi antara perolehan suara dan perolehan kursi.
2.   Setiap suara dihitung dan tidak ada yang hilang. Partai kecil dan golongan minoritas diberi kesempatan untuk menempatkan wakilnya di parlemen. Karena itu masyarakat yang heterogen dan pluralis lebih tertarik pada system ini.
II.     Kelemahan
1.   Kurang mendorong partai-partai yang berintegrasi satu sama lain, malah sebaliknya cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan diantara mereka. Bertambahnya jumlah partai dapat menghambat proses integrasi diantara berbagai golongan di masyarakat yang sifatnya pluralis. Hal ini mempermudah fragmenrasi dan berdirinya partai baru yang pluralis.
2.   Wakil rakyat kurang erat hubungannya dengan konstituennya, tetapi lebih erat dengan partainya (termasuk dalam hal akuntabilitas). Peranan partai lebih menonjol daripada kepribadian seorang wakil rakyat. Akibatnya, system ini member kedudukan kuat kepada pimpinan partai untuk menentukan wakilnya di parlemen melaluin Stelsel daftar (List System).
3.   Banyaknya partai yang bersaing mempersukar satu partai untuk mencapai mayoritas di parlemen. Dalam system pemerintahan parlementer, hal ini mempersulit terbentuknya pemerintahan yang stabil karena harus mendasarkan diri pada koalisi.
C.   Pemilihan Umum di Indonesia
1.   Asas-asas Pemilihan Umum
Meskipun Undang-Undang Politik tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dari Pemilu ke Pemilu beberapa kali mengalami perubahan, perubahan itu ternyata tidak bersifat mendasar. Secara umum, asas-asas dari Pemilu ke Pemilu di Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut.
a)    mandiri;
b)    jujur;
c)    adil;
d)   kepastian hukum;
e)    tertib penyelenggara pemilu;
f)         kepentingan umum;
g)    keterbukaan;
h)   proporsionalitas;
i)        profesionalitas;
j)        akuntabilitas;
k)   efisiensi; dan
l)     l. efektivitas.

2.   Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemilihan Umum      
                        Adapun pelaksana penyelenggara pemilu diantaranya :
a)    Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU) adalah lembaga konstitutional independen yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pemilihan umum nasional dan lokal sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No. 15/2011
b)   Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merupakan lembaga yang bertanggung jawab mengawasi agar gugatan terkait pemilu ditujukan kepada badan yang tepat dan diselesaikan secara benar; secara umum, pelanggaran bersifat  kriminal dirujuk kepada polisi dan pengadilan biasa, dan pelanggaran  administrasi kepada KPU. UU 8/2012 Tentang Pemilihan Umum Legislatif memberikan Bawaslu wewenang pemutusan perkara dalam sengketa antara KPU dan peserta Pemilu. Putusan Bawaslu bersifat final terkecuali untuk hal-hal terkait pendaftaran partai politik dan calon legislatif peserta pemilu. Pelanggaran serius yang mempengaruhi hasil pemilu diajukan secara langsung kepada Mahkamah Konstitusi. Ketentuan dalam UU 15/2011 mengatur bahwa Bawaslu dan KPU adalah lembaga yang setara dan terpisah. Anggota Bawaslu dipilih oleh komite seleksi yang sama dengan komite yang memilih anggota KPU. Terdapat lima anggota tetap Bawaslu di tingkat nasional. Rekan sejawat Bawaslu di tingkat Provinsi, Bawaslu Provinsi, adalah lembaga yang sekarang sudah bersifat permanen dan beranggotakan tiga orang. Turun dari tingkat provinsi, keanggotaannya bersifat sementara dan terdiri atas tiga anggota di tingkat provinsi, tiga di tingkat kabupaten/kota, tiga di tingkat kecamatan dan satu pengawas lapangan di setiap kelurahan/desa. Badan pengawas semacam ini adalah khas Indonesia
c)    Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) adalah dewan etika tingkat nasional yang ditetapkan untuk memeriksa dan memutuskan gugatan dan/atau laporan terkait tuduhan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU atau Bawaslu. DKPP ditetapkan dua bulan setelah sumpah jabatan anggota KPU dan Bawaslu untuk masa jabatan selama lima tahun, dan terdiri atas seorang perwakilan KPU, seorang perwakilan Bawaslu serta sebuah jenis lembaga penyelenggara pemilu yang hanya ada di Indonesia, bertugas untuk memastikan bahwa kerja anggota KPU dan Bawaslu memenuhi kode etik bersama dan memiliki kewenangan untuk merekomendasikan pemberhentian seorang anggota komisi/badan pengawas. Keputusan DKPP bersifat final dan mengikat.
3.   Tujuan Pemilihan Umum
Tujuan diselenggarkannya Pemilihan Umum adalah untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan dari rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.

D.  Bagaimana Dengan Pemilu Legislatif 2014 ?
Sesuai dengan agenda politik nasional, tahun 2014 adalah tahun diselenggarakannya Pemilihan Umum (Pemilu) untuk memilih Anggota DPR, DPD, dan DPRD (Pemilu Legislatif), Khusus UU Pemilu untuk memilih anggota legislatif, diatur dalam UU No. 12 tahun 2003 yang telah diubah dengan UU No. 10 tahun 2008 dan sekarang menjadi UU Nomor 8 tahun 2012
Diakui bahwa, secara prosedural, Indonesia telah melaksanakan demokrasi secara tertib, baik dan berkesinambungan,sesuai dengan nilai-nilai demokrasi universal. Salah satu prinsip atau nilai demokrasi adalah adanya Pemilu secara berkala untuk memilih para pemimpin, baik di lembaga perwakilan maupun di eksekutif.
Sistem yang dimaksud adalah bagaimana menciptakan sebuah sistem Pemilu yang, pertama, akuntabel dan memiliki derajat keterwakilan yang tinggi, sehingga memperoleh legitimasi kuat dari rakyat. Kedua, sistem Pemilu juga merupakan sebuah rekayasa politik  untuk menghasilkan lembaga perwakilan yang representatif atau menghasilkan pemimpin yang responsibel dan cakap. Ketiga, sistem yang kompatibel, diharapkan dapat menghasilkan sebuah proses demokrasi yang substantif.Selanjutnya ketika sebuah sistem pemilu dipilih, maka harus terimplementasikan dalam praktek.
Sebagaimana diketahui, bahwa Indonesia memilih sistem proporsional. Dalam UU Pemilu terakhir yaitu UU No. 8 tahun 2012 sepakat dipilih sistem proporsional terbuka. Maknanya adalah bahwa pemilih diberikan pilihan yang langsung kepada calon wakil mereka untuk duduk di DPR atau DPRD. Khusus terhadap sistem pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD yaitu proporsional terbuka, maka upaya meningkatkan derajat keterwakilan semakin menemukan bentuknya. Para wakil rakyat semakin memiliki hubungan yang erat dengan konstituennya, sehingga akuntabilitas para wakil semakin nyata. Akibat yang muncul, para rakyat yang diwakili dapat menuntut kepada para wakilnya untuk melakukan yang terbaik untuk rakyat. Jika hal itu tidak terpenuhi, para wakil akan memperoleh hukuman pada Pemilu berikutnya untuk tidak dipilih kembali.
Upaya menciptakan sistem pemilu yang menghasilkan wakil rakyat yang akuntabel dan memiliki derajat keterwakilan yang tinggi adalah sebuah keniscayaanbagi penyelenggaraan pemilu di Indonesia sebagai sebuah negara demokratis.

E.   Sistem Kampanye Dan Larangan Kampanye Dalam Pileg 2014
Secara normative, kampanye Pemilu sudah diatur dalam UU No. 8 Tahun 2012, dan secara teknis mengacu pada Peraturan KPU No. 15 Tahun 2013 Tentang perubahan PKPU Nomor 1 Tahun 2013 tentang pedoman pelaksanaan kampanye anggota DPR, DPD dan DPRD 2014. Ditentukan bahwa yang dikatakan kampanye adalah kegiatan peserta Pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, program peserta Pemilu dan atau informasi lainnya. Merujuk pada definisi ini maka setiap aktivitas kampanye Pemilu setidaknya  harus mengandung empat hal, yakni tindakan kampanye berupa aktivitas penawaran, khalayak sasaran berupa pemilih,dan  rangkaian komunikasi yang guna meyankinkan pemilih serta materi kampanye yang terdiri dari visi, misi, program dan informasi lainnya. 
Kampanye Pemilu harus disiasati dengan sungguh-sungguh dan saling bersinergi antara stakeholders agar apa yang diharapkan dari kampanye politik tersebut dapat tercapai. kampanye tidak gampang.
Adapun pihak-pihak terkait dalam kampanye , antara lain;
a)    pertama, Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU memegang peranan yang penting dalam me-manage kampanye.  Penataan pelaksanaan  kampanye merupakan tugas KPU sebagai salah satu penyelenggaran Pemilu. Untuk itu, KPU harus memastikan jadwal dan menjelaskan aturan main metode kampanye yang digunakan. Dari segi jadwal, pelaksanaan kampanye yang harus betul-betul fix sehingga pemilahan jadwal menjadi pasti, metode mana yang dapat dimulai 3 (tiga) hari setelah ditetapkan sebagai peserta Pemilu, demikian juga jadwal kampanye yang mesti dilaksanakan selama 21 hari (16 Maret -5 April 2014)  atau sampai datangnya masa tenang harus tegas dan pasti atau tiga hari sebelum pemungutan suara. KPU juga yang harus proaktif mengandeng peserta Pemilu untuk menyepakati lokus Rapat Umum dan memonitoring aktivitas peserta Pemilu.
b)   Kedua, Parpol dan calon peserta Pemilu. Parpol dan calon peserta Pemilu juga memegang peran penting, khususnya dalam upaya menciptakan praktek yang kampanye yang berkualitas, bermoral, dan bermartabat serta penuh rasa tanggungjawab. Peserta Pemilu diharapkan mampu menerapkan prinsip-prinsdip kampanye sehingga efektif dalam menyampaikan platform partai ke public, dengan tetap mempertimbangkan keramahan lingkungan, akuntabel, non-disrikiminasi dan tentunya menghindari pola-pola kekerasan, apalagi tindakana yang berbau anarkis. Namun sebelumnya, peserta Pemilu harus terlebih dahulu membangun komitmen dengan pihak penyelenggara untuk menyamakan persepsi akan metode, jadwal dan lokasi yang akan digunakan untuk kampanye Pemilu. Pemahaman metode, jadwal dan tempat kampanye bagi peserta Pemilu mempengaruhi kualitas aktivitas kampnaye di lapangan. Disamping itu, peserta Pemilu juga dituntut untuk memastikan pelaksana, petugas dan peserta kampnaye guna memudahkan pemantauan (monitoring) dan pengawasan.
c)    Ketiga, Pengawas Pemilu. Agar proses kampanye berjalan sebagaimana yang ditentukan baik waktu, tempat, metode maupun petugas dan lain sebagainya dapat berjalan lancer maka perlu monitorning dan pengawasan dari penyelenggara Pemilu. KPU mestinya melalukan monitoring dengan pelibatan para pihak melalui pembentukan kelompok kerja (Pokja) kampanye. Sedangkan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota dan Panwaslu kecamatan melakukan pengawasan terhadap tahapan kampanye sesuai dengan tingkatannya dan menerima laporan pelanggaran peraturan kampanye. Dalam  hal ini ditentukan bahwa laporan pelanggaran ketentuan kampanye yang bersifat administrative diteruskan ke KPU secara berjenjang, sedangkan laporan pelanggaran ketentuan kampanye yang mengandung unsure pidana diteruskan kepada Kepolisian sesuai tingkatannya. Dalam hal ini, pihak komisioner pengawas dituntut untuk proaktif “menjemput bola” dan menjaring koordinasi sebanyak-banykanya dengan pihak terkait. Tujuannya jelas agar kinerja pengawasan berjalan dengan baik dan memberi kontribusi besar dalam menjalankan proses demokratisasi di Indonesia. Tugas pengawasan menjadi semakin menantang bagi komisioner pengawas karena adanya kehadiran dunia maya. Peserta Pemilu dipastikan akan memanfaatkan jejaring social seperti email, twiter, youtobe, facebok dan lain sebagai media kampanye persuasive dalam upaya membujuk para pemilih. Personil pengawas secara otomatis diharuskan juga untuk mampu mengoperasional internet agar proses pengawasan berjalan efektif dan efisien.
d)   Keempat, media. Media massa berperan dalam hal pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye. Media massa yang dimaksudkan disini adalah media massa cetak, on-line, elektronik, dan lembaga penyiaran lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Biasa materi kampanye yang berupa tulisan, suara, gambar, tulisan dan gambar, atau suara dan gambar yang dipublish melalui media massa. Poin penitng yang harus diperhatikan pihak media adalah jaminan atas pemberitaan, penyiaran dan periklanan yang  berimbang alias perlakuan yang adil terhadap seluruh peserta Pemilu. Dengan demikian media sebagai salah satu pilar demokrasi betul-betul menjadi  penting keberadaannya dalam suatu pesta demokrasi.  
e)    Kelima, masyarakat. Peluang masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam kampnaye terbuka luas. Biasanya setiap tahapan Pemilu yang sudah memasuki tahapan krusial, secara kelembagaan dibuka kesempatan bagi organisasi non-pemerintah (ORNOP) untuk ikut terlibat dalam pemantauan aktivitas kampnye. Disinilah kesempatan bagi LSM, Ormas dan Orsos lainnya untuk dapat menjadi bagian dari penegak demokrasi yang hakiki. Disamping itu, komponen masyarakat lainnya juga diminta kontribusinya dalam memberikan informasi pelanggaran Pemilu dimanapun keberadaanya melalui pengawas terdekat, misalnya panitia pengawas lapangan (PPL) yang disiapkan di setiap desa/keluarahan.
Harapan kita, kampanye Pemilu 2014 yang dijadwalkan KPU dapat menjadi ajang yang empuk untuk mempertontonkan proses kampanye damai dan bermartabat sebagai bagian dari pendidikan politik yang merupakan tugas kolaboratif tidak bisa dilakoni secara parsial. Untuk itu, kesadaran sosial semua pihak terkait menjadi penentu sejauhmana Pemilu Legislatif 2014 akan mampu menghasilkan output yakni terpilihnya anggota legislative yang amanah dan berintegritas sehingga mampu menghasilkan kinerja (outcome) yang bersentuhan langsung dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.  





















Tidak ada komentar: