Rabu, 12 Juni 2013

SAYA SEDIH MENDENGAR KATA TAMBANG ?


Kata tambang atau Isu pertambangan menjadi wacana hangat di wilayah NTB dan kabupaten Sumbawa yang menjadi wilayah paling sesak ijin pertambangan, hal ini membuat warga masyarakat baik dari kalangan penguasa,mahasiswa,dan masyarakat awam sekalipun sudah mampu memberikan wacana tentang petambangan.

Ironisnya, saat ini dibeberapa wilayah dikabupaten Sumbawa yang lokasi pertambangan sudah dikeluarkan oleh instansi terkait secara terbuka dan terang-terangan untuk melakukan kegiatan pertambangan atau dengan nama kerennya Exsplorasi (pengeboran). Namun ada juga lokasi yang diberikan ijin pertambangan saat ini di lakukan aktivitas penambangan tradisional orang masyarakat Sumbawa dan masyarakat luar Sumbawa untuk mencari nafka untuk keluarga.

          Namun ada pula perusahan tambangan yang konon cerita orang sudah selesai melakukan pengeboran, tetapi apa yang terjadi beberapa dari pekerja mereka terpaksa dirumahkan sebagai langkah pengurangan devisit anggaran perusahaan. Logikanya dalam kontek pekerjaan bahwa konrak yang ditanda tanggani merupakan bagian dari perjanjian antara pihak perusaan dengan pihak pekerja meskipun sepihak namun secara aturan tentu pekerja lebih dihargai sebagai orang yang telah membantu perusahaan dalam menyelesaikan kegiatannya, bukan malah membuang dengan bahasa dirumahkan dengan waktu  yang tidak ditentukan.

          Sebuah tulisan yang dapat menjadi rusukan penulis di Blog Rungan Samawa dengan judul “SUMBAWA DIPERSIMPANGAN JALAN” : Setelah mengetahui potensi isi perut bumi 'tana samawa' yang sangat kaya dengan kandungan multi mineral...dan telah dibuktikan dengan milyaran $ keluar dari MALUK alias BATU HIJAU dan sebentar lagi DODO RINTI dengan terliunan $, siapapun pimpinan dan dengan mengatas namakan aspirasi siapapun akan menemui kesulitan dalam memutuskan peruntukan GENERASI YANG MANA ???. Dieksplorasi sekarang 'terbukti' keterbatasan modal ( SDM dan Finasial) bangsa kita (lebih-lebih pemda) menempatkan kita pada struktur kepemilikan yg jauh dari yang diharapkan walau BATU HIJAU telah melewati 2 dasawarsa implikasi kesejahteraan hanya dinikmati oleh segelintir orang 'yang kebetulan bekerja' didalamnya. selebihnya...lebih dominan pada bantuan pisik yang terkesan 'menina bobokkan' pemeritah dan masyarakat sumbawa. Alhasil, babak pertama (BATU HIJAU). Gagal mensejahterakan masyarakat lokal 'Tau samawa'. DODO RINTI; didepan mata sudah mulai mengusik dan menebar pesona akankah 'kelemahan dan kesalahan' yang sama akan terulang ??? Berandai-andai DODO RINTI kita wariskan kepada generasi yang akan datang ( rata-rata umur generasin 63 tahum), artinya harus muncul kesadaran 'kolektif' dari PIMPINAN VISIONER untuk mentutupi 2 kelamahan diatas. Sebuah pertaruhan besar memaknai realitas kekinian dengan godaan keuntungan jangka pendek, disisi lain dibutuhkan kesabaran dan kerelaan berbagi untuk anak cucu kita yang (HARUS) dipersiapkan dari sekarang, Pilihan yang mana ?

Namun Sekilas tentang  Dana CSR di Indonesia Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan telah berkembang sejak tahun 1970-an. Awal milenium ke-3 isyu CSR semakin menguat terutama sejak dikeluarkannya Agenda World Summit di Johannesburg tahun 2002 yang menekankan pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan. CSR adalah basis teori tentang perlunya sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat tempatan. Secara teoretik, CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab perusahaan terhadap pemerintah dan daerah penghasil serta masyarakat sekitar tambang.

Permasalah yang dikaji dalam tulisan ini adalah peran aktif pemerintah baik pusat maupun daerah  serta instansi terkait untuk lebih peka terhapat persoalan yang ada, berkaca dari PT Freeport Indonesia PAPUA dan PT NNT di Batu Hijau KSB



Pemerintah justru punya refrensi dalam melihat kejadian-kejadian yang sudah terjadi dan dampak dari keberadaan tambang di daerah.

Tetapi berbicara tentang keuntungan keberadaannya sebagai elemen masyarakat tentu memberikan apresiasi terhadap keberadaan prusahaan tersebut, akan tetapi banyak juga opsi elemen masyarakat yang terkadang tidak setuju atas keberadaan tambang yang dikelola dari prusahaan ataupun nama lainnya. Apaun yang diperbuat di lokasi tambang tidak memberikan pengaruh terhadap dampak yang lingkungan dilokasi apalagi berdampak dengan yang lain. Jangan heran beberapa waktu yang lalu beberapa elemen masyarakat bima menolak keberadaan perusahan tambang yang beroperasi didaerahnya karena mereka telah belajar dari pengelaman kerusakan yang dialami oleh daerah sekitar.

Namun kesedihan menyelimuti kita warga masyarakat Sumbawa tidak ada tindakan rill dalam menyelesaikan persoalan yang tiap hari selalu dirundung masalah, baik dari perumahan karyawan local sampai dengan pemberdayaan masyarakat local yang sampai hari ini hanya sebatas isu belaka kalau pihak perusahaan akan selalu memperhatikan masyarakat “lingkar”.

Akhir tulisan ini kemungkinan tidak ada manfaat, namun perlu diresapi oleh seluruh masyarakat dan pemerintah agar lebih mendengar hati nurani dari pada mendengar bisikan suara-suara gentayangan dengan asumsi tak bertanggung jawab. Sumbawa daerah hijau dan subur jikalau dimanfaatkan dengan baik akan mampu melawan jumlah pemasukan yang diberikan oleh pihak perusahaan.


Tidak ada komentar: