Kata
tambang atau Isu pertambangan menjadi wacana hangat di wilayah NTB dan
kabupaten Sumbawa yang menjadi wilayah paling sesak ijin pertambangan, hal ini
membuat warga masyarakat baik dari kalangan penguasa,mahasiswa,dan masyarakat
awam sekalipun sudah mampu memberikan wacana tentang petambangan.
Ironisnya,
saat ini dibeberapa wilayah dikabupaten Sumbawa yang lokasi pertambangan sudah
dikeluarkan oleh instansi terkait secara terbuka dan terang-terangan untuk
melakukan kegiatan pertambangan atau dengan nama kerennya Exsplorasi (pengeboran).
Namun ada juga lokasi yang diberikan ijin pertambangan saat ini di lakukan
aktivitas penambangan tradisional orang masyarakat Sumbawa dan masyarakat luar Sumbawa
untuk mencari nafka untuk keluarga.
Namun ada pula perusahan tambangan
yang konon cerita orang sudah selesai melakukan pengeboran, tetapi apa yang
terjadi beberapa dari pekerja mereka terpaksa dirumahkan sebagai langkah
pengurangan devisit anggaran perusahaan. Logikanya dalam kontek pekerjaan bahwa
konrak yang ditanda tanggani merupakan bagian dari perjanjian antara pihak
perusaan dengan pihak pekerja meskipun sepihak namun secara aturan tentu
pekerja lebih dihargai sebagai orang yang telah membantu perusahaan dalam
menyelesaikan kegiatannya, bukan malah membuang dengan bahasa dirumahkan dengan
waktu yang tidak ditentukan.
Sebuah tulisan yang dapat menjadi
rusukan penulis di Blog Rungan Samawa dengan judul “SUMBAWA DIPERSIMPANGAN JALAN” : Setelah
mengetahui potensi isi perut bumi 'tana samawa' yang sangat kaya dengan
kandungan multi mineral...dan telah dibuktikan dengan milyaran $ keluar dari
MALUK alias BATU HIJAU dan sebentar lagi DODO RINTI dengan terliunan $,
siapapun pimpinan dan dengan mengatas namakan aspirasi siapapun akan menemui
kesulitan dalam memutuskan peruntukan GENERASI YANG MANA ???. Dieksplorasi
sekarang 'terbukti' keterbatasan modal ( SDM dan Finasial) bangsa kita
(lebih-lebih pemda) menempatkan kita pada struktur kepemilikan yg jauh dari
yang diharapkan walau BATU HIJAU telah melewati 2 dasawarsa implikasi
kesejahteraan hanya dinikmati oleh segelintir orang 'yang kebetulan bekerja'
didalamnya. selebihnya...lebih dominan pada bantuan pisik yang terkesan 'menina
bobokkan' pemeritah dan
masyarakat sumbawa. Alhasil, babak pertama (BATU HIJAU). Gagal mensejahterakan
masyarakat lokal 'Tau samawa'. DODO RINTI; didepan mata sudah mulai
mengusik dan menebar pesona akankah 'kelemahan dan kesalahan' yang sama akan
terulang ??? Berandai-andai DODO RINTI kita wariskan kepada generasi yang akan
datang ( rata-rata umur generasin 63 tahum), artinya harus muncul kesadaran
'kolektif' dari PIMPINAN VISIONER untuk mentutupi 2 kelamahan diatas. Sebuah
pertaruhan besar memaknai realitas kekinian dengan godaan keuntungan jangka
pendek, disisi lain dibutuhkan kesabaran dan kerelaan berbagi untuk anak cucu
kita yang (HARUS) dipersiapkan dari sekarang, Pilihan yang mana ?
Namun Sekilas tentang Dana CSR di Indonesia Corporate Social
Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan telah berkembang
sejak tahun 1970-an. Awal milenium ke-3 isyu CSR semakin menguat terutama sejak
dikeluarkannya Agenda World Summit di Johannesburg tahun 2002 yang menekankan
pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan. CSR adalah basis teori tentang
perlunya sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat
tempatan. Secara teoretik, CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab
perusahaan terhadap pemerintah dan daerah penghasil serta masyarakat sekitar
tambang.
Permasalah
yang dikaji dalam tulisan ini adalah peran aktif pemerintah baik pusat maupun
daerah serta instansi terkait untuk
lebih peka terhapat persoalan yang ada, berkaca dari PT Freeport Indonesia
PAPUA dan PT NNT di Batu Hijau KSB
Pemerintah justru punya refrensi dalam
melihat kejadian-kejadian yang sudah terjadi dan dampak dari keberadaan tambang
di daerah.
Tetapi berbicara tentang keuntungan
keberadaannya sebagai elemen masyarakat tentu memberikan apresiasi terhadap
keberadaan prusahaan tersebut, akan tetapi banyak juga opsi elemen masyarakat
yang terkadang tidak setuju atas keberadaan tambang yang dikelola dari
prusahaan ataupun nama lainnya. Apaun yang diperbuat di lokasi tambang tidak
memberikan pengaruh terhadap dampak yang lingkungan dilokasi apalagi berdampak
dengan yang lain. Jangan heran beberapa waktu yang lalu beberapa elemen
masyarakat bima menolak keberadaan perusahan tambang yang beroperasi
didaerahnya karena mereka telah belajar dari pengelaman kerusakan yang dialami
oleh daerah sekitar.
Namun kesedihan menyelimuti kita warga
masyarakat Sumbawa tidak ada tindakan rill dalam menyelesaikan persoalan yang
tiap hari selalu dirundung masalah, baik dari perumahan karyawan local sampai
dengan pemberdayaan masyarakat local yang sampai hari ini hanya sebatas isu
belaka kalau pihak perusahaan akan selalu memperhatikan masyarakat “lingkar”.
Akhir tulisan ini kemungkinan tidak ada
manfaat, namun perlu diresapi oleh seluruh masyarakat dan pemerintah agar lebih
mendengar hati nurani dari pada mendengar bisikan suara-suara gentayangan
dengan asumsi tak bertanggung jawab. Sumbawa daerah hijau dan subur jikalau
dimanfaatkan dengan baik akan mampu melawan jumlah pemasukan yang diberikan
oleh pihak perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar