“Buatkan
orang lain berekspresi “wow” terhadap anda.
Ingat bukan
karena paras, bukan karena kekayaan, bukan keturunan,
Melainkan
pada intelegensi yang anda miliki”
Saya pernah
membaca sebua “ebook” yang berjudul “Tips ekstrim melamar pekerjaan”, yang
ditulis oleh seorang pria sederhana “Agus salim” pria kelahiran bandung, 1980.
Awalnya saya menganggap bahwa tulisan tersebut, tidak ada bedanya dengan catatan yang pernah saya baca, sehingga sayapun
menganggapnya biasa-biasa saja, saya mengcopy catatan tersebut dan save pada
data yang saya miliki, tanpa saya sadari bahwa catatan tersebut nantinya mampu
“menggugah inspirasi penulis” kemarin sa’at saya iseng ingin membuka bacaan,
tanpa saya sadari saya membuka “ebook” sederhana tersebut, sa’at saya membaca
ada sebuah kesan menarik, yang membuat saya terhipnotis dengan catatan
tersebut, jika “jempol pada jari” berjumlah 100 maka jempol inilah yang akan
saya acungkan buat catatan ini, mengapa?? karena isinya sangat luar biasa.
Catatan
kecil, yang mungkin anda bisa temukan lembaranya pada tong sampah, seperti
itulah bentuk catatanya, namun isinya, jika dibandingkan dengan seribu buku
referensi yang saya miliki, maka layak baginya untuk saya urutkan pada posisi I
dari semua koleksi buku saya. coba anda bayangkan,?? secarik kertas, posisinya
di samakan dengan kualitas banyak buku. Anda penasaran? untuk mengetahui isinya
saya akan mengutip satu dari 100 kata-kata motivasi dalam buku “ebook”
tersebut:
“Kesalahan
terjadi untuk kebaikan kita.
Tantangan
kita adalah melawan rasa takut
melakukan kesalahan.
Kesalahan
adalah guru yang hebat, pelajari kesalahan dengan baik.
karena, jika
Anda tidak mengalami kesalahan, Anda tidak melakukan apa-apa dan Anda jauh dari
kesuksesan”.
Sebuah kata
sederhana namun mengandung “makna universal”, dihadapan anda sekarang terdapat
sebuah “catatan” yang bertema “Menjemput Peluang Dengan Kematangan
Emosional” sebuah judul yang mungkin pembaca kurang simpatik, dengan
alasan bahwa para pembaca sudah pernah menemukan catatan-catatan seperti ini,
disisi yang berbeda mungkin, karena penulis pada posisinya sama dengan para
pembaca sekalian, namun dalam catatan ini penulis akan mengemasnya dalam bahasa
yang sederhana, sehingga catatan sederhana ini menjadi menarik untuk di simak
dan insya Allah bermanfaat, disini penulis bertanya apakah pembaca sekalian
penasaran? untuk itu silahkan lanjut untuk membaca.
Pada
dasarnya semua manusia telah dilahirkan merdeka oleh Tuhanya, namun manusia
sendirilah yang membuat ia menjadi budak dan raja atas dirinya. Manusia adalah
makhluk sempurna dari semua makhluk Tuhan, dikarenakan “pada diri” manusia
telah Allah sematkan “Akal, Nafsu dan Hati” sehingga manusia mampu berfikir
logis, sistematis yang menyebabkan manusia “mempunyai potensi untuk bersaing
dalam mengarungi hidup” guna memenuhi segala kebutuhan hidupnya dan tentunya
dalam ranah yang terukur dan bersifat subjektif.
Ada hal yang
menarik untuk disimak pada catatan ini yakni “antara Peluang dengan Kematangan
Emosional” sebuah ruang yang menghubungkan wilayah job dengan Kematagan
idividu. peluang dalam artian “sebuah pekerjaan yang sedang menanti objek
provesional untuk menangani, mengendalikan, dan menyelesaikan segala urusan di
dalamnya. sedangkan Emosional merupakan pengendalian diri atas gejala yang
timbul pada diri manusia (sabar, senang, dan menangis dan lain sebagainya)
diakibatkan oleh sebuah kesenjangan yang terjadi diluar keinginan individu,
yang dihubungkan dengan kekuatan intelektual dan spiritual meminjam ucapan
Ginanjar Emosional, Spiritual Question (ESQ).
Setelah kita
memahami pengertianya maka kita beranjak ke pembahasan selanjutnya, yakni
bagaimana menghubungkan antara “Menjemput peluang dengan kematangan emosional” dengan ucapan Salim“Kesalahan terjadi untuk kebaikan kita. Tantangan
kita adalah melawan rasa takut melakukan kesalahan. Kesalahan adalah guru yang
hebat, pelajari kesalahan dengan baik. karena, jika Anda tidak mengalami kesalahan, Anda tidak melakukan apa-apa
dan Anda jauh dari kesuksesan” untuk itu mari kita identifikasi.
1. Kesalahan terjadi untuk kebaikan kita
Kebanyakan
individu gagal dalam memulai, karena selalu menganggap sulit sesuatu hal yang belum
dilakukan, sementara belum tentu hal tersebut
sesulit apa yang kita bayangkan. benarkan demikian? jika kita ibaratkan
“memulai” adalah sebuah “anak tangga” menuju pintu kesuksesan karena jika kaki
kita tidak melangkah untuk maju, maka kita telah melakukan “sebuah kesempitan
hidup” karena “hidup adalah usaha” jika kita tak menanam maka kita tak memetik
hasil, maka bangkit dan mulailah melangkah.
Karena itu
“lepaskanlah keraguan” untuk melangkah dengan pasti, buatkan “target” apa
sesungguhnya yang kita inginkan, dan jawabanya silahkan di tulis dalam kertas,
disamping itu identifikasi hal terburuk yang akan kita hadapi dalam menggoalkan
rencana. sebagai sebuah “power” sekaligus mempersiapkan proteksi, untuk
“memicu” dan mengantisipasi segala kemungkinan terburuk dari rencana tersebut.
sehingga apabila kita gagal dalam menggoalkan “rencana” maka segala
konsekuensi dari apa yang kita rencanakan sudah kita persiapkan solusi yang
lain untuk menggantikanya. sehingga tidak ada alasan “frustasi” ketika tidak
mendapatkan job. juga sebaliknya, kalaupun rencana tersebut dapat kita wujudkan
tentunya hal tersebut juga untuk kebaikan kita.
“selalu
membanggakan kesuksesan orang lain akan membuat “diri” semakin pesimis untuk
melangkah, untuk itu mulailah untuk mengoreksi, mengevaluasi diri, benahi
kekuranganya, fikirkan kemungkinan terburuk dari apa yang akan kita lakukan,
agar kita menyiapkan langkah antisipasi dari segala kemungkinan yang akan di
hadapi. Tentukan target, tanam keyakinan Insya Allah segala cita akan mampu
kita raih”.
2. Tantangan kita adalah melawan rasa takut untuk melakukan kesalahan
“Disatu sisi
saya takut lamaran saya ditolak “sekolah” disisi lain background Saya adalah
seorang “pendidik”, saya ingin mentransver pengetahuan yang saya miliki kepada
anak didik, sementara stok guru pada semua sekolah semakin meningkat, tidak
mengajar ada beban psikologis dalam diri saya” Ungkap seorang teman ketika saya berkomunikasi dengan salah seorang sarjana
muda berapa waktu lalu. ungkapan seperti ini sering kita jumpai dalam
lingkungan sosial, ketika seorang calon tenanga pendidik telah menyelesaikan
studinya dan berniat untuk mengabdikan diri pada masyarakat (pendidikan).
Ketakutan seperti ini adalah sebuah kewajaran, dan ketika dibiarkan (lambat
laun) akan menjadi sebuah masalah “sosial”.
Lalu apa
yang kita lakukan ketika hal tersebut benar terjadi? ada beberapa hal yang
menjadi dasar pijakan kita, sudahkah kita menggali informasi langsung kepada
pihak sekolah dimana tempat kita berencana akan mengajar ataukah hanya
mendengar informasi sepihak? Pernahkah kita mencoba untuk memasukan lamaran
pada sekolah yang dimaksud? jika sudah pernah mengapa kita di tolak? hal
terpenting dalam memulai itu semua adalah :
1) Ciptakan komunikasi verbal yang kondusif dilingkungan hendak kita
mengajar,
2) Pekerjaan adalah majikan, fahami kehendak majikan sebelum melakukan
tindakan
3) Penyeleksi surat lamaran mungkin memutuskan hanya dalam waktu 10 sampai 30 detik saja. Jadi buatlah surat lamaran yang menarik perhatian pada saat pandangan
pertama. :-)
4) Untuk selanjutnya terserah anda.
3. Kesalahan adalah guru yang hebat
Saya
dilahirkan dari keluarga sederhana, terdiri dari 4 orang saudara yang
kesemuanya adalah laki-laki, ayah saya meninggal sa’at saya berusia 7 tahun
waktu itu saya masih duduk di kelas II bangku sekolah dasar, tak pernah
merasakan bagaimana merasakan dimanja seorang Ayah, juga tak pernah merasakan
bagaiman rasanya berkomunikasi dengan saudara perempuan, karena memang
kondisilah yang membuat lingkungan saya menjadi seperti itu.
Semenjak
ayah meninggal saya jarang memasuki sekolah, kalaupun pergi duduknya hanya
sebentar dan kemudian pulang, hal ini berlangsung sampai saya menginjak bangku
SMA, sesuatu yang tidak pernah saya bayangkan akan terjadi, tahun 2005 yang
lalu saya tidak lulus ujian sekolah, sa’at itu saya hampir frustasi, karena
harapan untuk melanjutkan sekolah sudah sirna, sayapun menangis menyesali
keteledoran yang saya lakukan sendiri, sa’at itu,ibu pun marah!! Ibu menyuruh
saya untuk menggarap semua sawah yang kami miliki, sayapun di tugaskan untuk
bekerja sebagai petani, yang tiap hari kerjanya pergi dan pulang kesawah, tak
menghiraukan panas teriknya matahari, ini saya lakukan hampir 1 bulan penuh
tanpa istirahat, karena kebetulan kami memiliki sawah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan sanak saudara.
Panas terik
matahari kian menyengat kulit tubuh ini, seakan ku berkaca di bawah langit
bumi, kulit pun kian kusam, ketika matahari berada lurus ditas kepala bertanda
harus berteduh dan makan siang diperteduhan, hanya sa’at itulah waktunya untuk
mengelap keringat, karena ketika matahari agak condong ke-barat, bertanda harus
mulai bekerja lagi sampai matahari tenggelam. sayapun berfikir, “apakah ini
takdir??!, jika begini fisik saya bisa remuk dimakan usia!! ”gumam hati
kecilku”. ah tak apalah mungkin inilah jalan hidup yang memang harus ku
tempuh”, fikiran seperti ini “seakan bagai hantu yang mengusik benak fikiran
ku”, sayapun bingung dengan diri saya sendiri, “Mau melanjutkan, sama artinya
saya harus belajar dengan adik tingkat” (sok ja’im dikit. hehehe)tidak
melanjutkan “saya terus bertani tanpa kenal waktu”.
Semua
pekerjaan telah saya selesaikan, kemudian saya pun mengasingkan diri ketempat keluarga yang jauh, untuk menenangkan fikiran,
disana saya diberi pertanyaan oleh ayah ku (kakak dari bapak), sudah siapkah
kamu bekerja sebagai petani? saya diam seribu bahasa dan tak bergeming, “dalam
hati bergumam, mungkin ini adalah jawaban dari fikiran saya” setelah saya
berfikir matang, kemudian saya bersikeras untuk melanjutkan sekolah,singkat cerita
tahun 2006, sayapun menamatkan SMA, karena sudah mengenyam “pahit asinya”
kehidupan sa’at putus sekolah. selesai tahun 2006, kemudian bersikeras
melanjutkan sekolah, dan Alhamdulillah tahun 2011 awal tepatnya bulan april
2011 saya mampu menyelesaikan study Strata 1 saya.
Kesalahan
adalah guru yang hebat, pelajari kesalahan dengan baik. Ingat, jika Anda tidak
mengalami kesalahan, Anda tidak melakukan apa-apa dan Anda jauh dari
kesuksesan.
4. Pelajari kesalahan dengan baik
Tak ada
manusia yang tak luput dari kesalahan dan lupa, mendiamkan perso’alan memberi
peluang melakukan kesalahan yang ke dua, kecuali merefleksi kesalahan dan
segera memperbaikinya. hidup adalah penjara waktu dan kesempatan, bagai air
hujan yang turun ke bumi, jika bumi dalam keadaan tandus maka siaplah Banjir
melanda, jika bumi di tumbuhi tumbuhan, maka tumbuhan kan menjadi subur dan segar, sekarang tergantung individu apakah,
ia ingin dirinya subur ataukah dalam keadaan kering.
Allah
berfirman “Allah tak akan merubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu mau merubah
keadaanya”, ambillah pelajaran dari setiap kesalahan yang pernah kita lakukan,
evaluasi diri sehingga kita pun tau apa yang seharusnya kita lakukan, untuk
mengarungi kehidupan yang penat dan susah ini, siapa yang ingin memetik hasil maka ia harus menanam, menerima pahala dari kebaikan adalah atas usaha dan kesadaran manusia. Tak menyembah Tuhan, sedikitpun tak merubah kekuasaan Allah, hidup adalah
menerima takdir, ketentuan yang telah ditetapkan Allah dalam “lauhul mahfuz”,
sehingga dengan demikian kita dituntut untuk melaksanakan ketetapan Allah,
jangalah menyalahkan takdir karena kesemuanya telah di tetapkan sang khaliq,
untuk itu segeralah berbenah dan berbuat kearah yang lebih baik dan
menguntungkan, karena kita telah hadir kedunia untuk mengendalikan segala yang
ada didalamnya.
Berfikirlah
sebelum bertindak, agar apa yang kita lakukan menyenangkan buat diri dan orang
lain, fahami sisi gelap kehidupan agar kita mampu meneranginya dengan
kesadaran,fahamilah kesalahan agar kita segera memperbaiki semua keaadaan.
5. Tidak melakukan apa-apa kita akan jauh dari kesuksesan.
Dimanapun
tempat yang kita sukai untuk mengabdikan diri adalah sebuah kewajaran, karena
bagaimanapun juga kita tak dapat memungkiri keadaan ini, masukan lamaran
dimanapun anda sukai, jangan pernah “memilih dan memilah” dalam konteks tidak
menyalahi koridor kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan, karena dengan kesadaran
sebagai ciptaan kita akan mengerti dan dikasihi sang pencipta, “seringlah
mengingatku kata allah, karena akupun kan selalu mengingat Mu (manusia).
Jangan takut
ditolak selama kita belum melakukan, apapun yang kita terima adalah takdir
setelah kita menemukan jawaban atas usaha tersebut. Pesimis untuk melakukan
sama halnya dengan kita menutup diri terhadap lingkungan sekitar, hidup adalah
sebab akibat,jika apa yang kita lakukan adalah kebaikan maka kebaikan pula yang
kita dapat, begitupun sebaliknya, jika kita melakukan penganiayaan maka kitapun
akan siap di aniaya, lihatlah penciptaan-Nya karena semua yang diciptakan tidaklah sia-sia,
melainkan ada manfaatnya kecuali mereka yang tidak mau mengambil pelajaran,
Air hujan
yang turun dari langit adalah anugerah,bisa memberi kehidupan pada semesta,
menghidupkan bumi dari keringnya, dan menghidupkan tumbuhan dari matinya,
seperti itulah Allah membangkitkan manusia sa’at kiamat yang sudah pasti
datangnya. air hujan juga bisa mendatangkan musibah, menelan korban berdasarkan
ulah manusia sendiri “Dzaharal
fasadu filbarri wal bahri bima kabat ayyidinnas..” telah tampak kerusakan didarat dan dilautan disebabkan karena tangan
manusia..(Arrum: 41).
jika kita
tak menanam maka kita tak memetik hasil, maka bangkit dan mulailah melangkah.
Tulisan ini
dihajatkan sebagai embrio yang kiranya dapat menyemai hasrat calon pendidik
agar melangkah pasti dalam mengarungi dunia kerja, sebagai insan “pendidik”
tentunya merupakan wadah bagi benih “Pendidikan” dimana kiranya dari benih
tersebut tumbuh sebatang pohon kognitif yang dapat menciptakan satu peradaban
besar dalam lintasan sejarah pendidikan. Jejalan kata yang mungkin terlalu
idealis dan argumentatif diatas, barangkali sebuah rangkaian candu apologetik
tapi apa hendak dikata, demikianlah jihad intelektual yang dapat penulis
panggul ketimbang tidak berbuat sama sekali, untuk mewariskan ijtihad dan
tafsiran atas hajat anak bumi akan pendidikan.
Penulis
tidak berharap banyak, tetapi minimal kehadiran sebuah analisa ini dapat memantik syahwat intelektual
yang responsif untuk melakukan ziarah intelektual terhadap berbagai realitas yang ada, penulis juga tidak ingin menfatwakan terlalu dini impotensitas apatah lagi
kematian birahi intelektual. Akhirnya Kami sadar apa yang penulis semaikan jauh
dari kesempurnaan, untuk itu kritik saran pembaca yang sifatnya konstruktif
sangat penulis harapkan, demi menyempurnakan tulisan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar