Seiring
dengan makin dekatnya Pemilu 2014 serta kian menurunnya elektabilitas dan
kepercayaan rakyat terhadap sejumlah partai politik akibat berbagai kasus yang
menimpa beberapa fungsionaris dan elit-elit mereka seperti skandal sex dan
korupsi, maka pendidikan politik adalah sebuah keharusan bagi
parpol sebagai pemain di barisan terdepan dalam pemilu. Salah satu persoalan
mendasar dalam berdemokrasi di Negara kita adalah RAKYAT sebagai pemegang
kedaulatan belum mampu
bersikap dan bertindak secara kritis, rasional, dan mandiri ketika terlibat
dalam agenda politik. Rakyat belum memiliki kekuatan yang utuh untuk melakukan
“perlawanan” dalam mencapai kemandirian dan kebebasan dalam mengaktualisasikan
dan mengartikulasikan pilihan politiknya. Sebagian besar masyarakat masih
memiliki sikap pragmatis yang begitu kronis. Indikasinya adalah ketika
menentukan hak dan pilihan politiknya kepada partai politik, rakyat tidak
berangkat dari sebuah pemahaman yang utuh tentang makna dan fungsi keberadaan
partai politik, visi partai politik beserta calon anggota legislatif
(caleg) yang akan dipilihnya. Pilihan dan sikap politik mereka tidak berangkat
dari kesadaran kritis. Sehingga kita sulit menemukan masyarakat yang secara
sukarela dan sadar bergerak dalam aktivitas dukung mendukung kepentingan
politik tertentu (parpol dan calegnya). Mereka akan bergerak kalau dibayar, dan
mendapat dukungan materi yang membuat hidup mereka senang atau dalam batas tertentu
mampu bertahan hidup.
Dengan
demikian, beberapa usaha yang telah dan sedang dilakukan oleh lembaga gerakan yang menuntut agar pendidikan politik mesti disuarakan oleh
pemain politik itu sendiri bersama penyelenggara. Di sinilah
agenda pendidikan politik rakyat, berperan sebagai bagian dari proses penguatan
dan kemandirian peran rakyat dalam berdemokrasi menjadi sangat penting. Salah
satu alasan mengapa proses ini perlu menjadi semangat bersama bagi pengiat demokrasi adalah kran demokrasi yang mulai
terbuka lebar pasca tumbangnya rezim orde baru kemudian diiringi oleh kebebasan
partisipasi yang luar biasa, akan tetapi belum diiringi oleh kematangan mental
dan sikap dalam berdemokrasi. Kebebasan berpolitik tidak ditopang oleh
kemandirian berpikir dan bersikap rasionalitas dan daya kritis. Padahal nilai
utama yang diusung oleh demokrasi adalah terbukanya ruang-ruang politik
rasional dalam diri setiap rakyat. Kebebasan yang tidak didasari oleh
rasionalitas politik akhir-akhir ini sangat nampak dalam upaya penguatan
kekuasaan politik nasional maupun lokal. Peluang konflik politik, khususnya di
tingkat lokal dalam “Perebutan Kekuasaan”. Di tengah belum menguatnya kesadaran
politik di tingkat akar rumput, maka momentum Pileg memiliki
potensi konflik yang sangat besar, manipulatif, politik uang, dan intimidasi.
Untuk
meraih kematangan berpolitik maka diperlukan adanya proses pendidikan,
penguatan basis dan penyadaran kepada rakyat. Selama ini, meskipun kebebasan
partisipasi semakin luas, tapi rakyat belum mampu menikmati dan memanfaatkan
kebebasan itu secara utuh karena mengalami berbagai keterbatasan dalam berfikir
dan bertindak. Sehingga
selama rakyat masih belum berdaya dan tidak memiliki kekuatan berdaulat, maka
transisi demokrasi dapat dipastikan akan berumur pendek oleh praktek
pragmatisme elit politik dan sekaligus mempercepat kembalinya rezim otoriter.
Pragmatisme politik akan senantiasa tumbuh subur oleh karena sistem politik
yang dimainkan oleh penguasa saat ini tidak membuka ruang-ruang beripikir dan
bertindak secara sehat kepada rakyat. Perjalanan demokrasi bangsa ini sangat
ditentukan oleh keinginan dan kesadaran politik rakyat. Selama rakyat tidak
tersadarkan atas nama kedaulatannya, maka perjalanan demokrasi masih banyak
ditentukan oleh elit politik yang berkuasa.
Sehingga
dengan demikian, komitmen politik yang dikehendaki rakyat
untuk para elit politik saat ini sebenarnya sangat sederhana, yakni adanya
komitmen untuk mengembalikan kedaulatan di tangan rakyat dengan cara membuka
ruang-ruang kesadaran politik bagi rakyat, tidak justru mengeksploitasi dan
memanipulasi mereka, memberi kesejahteraan kepada mereka dengan prinsip
kemandirian, tidak justru mengajarkan praktek-praktek pragmatisme dan
memberikan ruang-ruang partisipasi politik kepada mereka dengan senantiasa
melaporkan segala aktivitas dan kinerja secara
transparan.
Disinilah pegiat demokrasi memiliki peran yang cukup penting untuk mengawal
proses tersebut dalam mematangkan demokrasi baik di tingkat lokal
maupun di tingkat nasional, dengan agenda pemberdayaan dan penyadaran politik
kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan seperti kajian, pelatihan dan
penguatan institusi lokal serta usaha-usaha konstruktif lainnya.
Peran
Parpol dalam Pendidikan Politik di Sumbawa
Pendidikan politik perlu diselarasaskan dengan kondisi wilayah untuk
memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya pemilu, sehingga pendidikan
politik akan menjadi sangat berarti dalam pelaksanaan PEMILU 2014. Proses ini
bukan hanya sekedar memberikan pemahaman tentang teknik dan tata cara
pencoblosan dan hal-hal yang bersifat teknis lainnya, melainkan dapat menyentuh
pada nilai/norma yang lebih mengarah pada arti dan peran penting PEMILU
terhadap rakyat. Dari pendidikan politik yang dilakukan, diharapkan akan
terjadi suatu perubahan pola pikir masyarakat yang tadinya hanya dianggap
sebagai sebuah rutinitas, mengarah kepada memposisikan PEMILU sebagai media
untuk menjadikan kedaulatan secara
total, sehingga memunculkan bargaining antara partai politik dan masyarakat.
Dalam
perpolitikan, rakyat memiliki posisi dan
peranan yang sangat stategis untuk menciptakan demokratisasi dari berbagai dinamika dan perubahan
sosial. Untuk itu, perlu adanya kesadaran akan peranan masyarakat sebagai
subjek dan pemahaman yang benar tentang dinamika dan proses demokratisasi yang
sekarang ini berlangsung, dimana proses ini harus membawa pada dinamika sosial
politik yang bermartabat dan berkeadilan sosial. Sistem politik Indonesia telah
menempatkan partai politik sebagai pilar utama penyangga demokrasi. Artinya,
tak ada demokrasi tanpa partai politik. Lalu, apa peran parpol yang telah
dirasakan oleh masyarakat dalam mewujudkan demokrasi? Ataukah jangan-jangan
masyarakat tidak tahu dan alergi terhadap partai politik? Dalam Undang-Undang Republik
Indonesia No. 2 tahun 2011 tentang Partai Politik tercantum bahwa “Partai Politik adalah organisasi
yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia
secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan
dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Banyak
orang beranggapan bahwa politik itu kotor. Tetapi sesungguhnya politik adalah
sebuah cara dan strategi untuk mencapai tujuan. Sepanjang tujuan yang ingin
dicapai adalah baik dan dengan cara yang baik pula, maka tidak akan ada alasan
untuk alergi dan menganggap politik itu kotor. Tidak dapat dipungkiri bahwa
dalam realisasinya, banyak cara-cara kotor yang dilakukan oleh oknum-oknum
politik dan dengan tujuan yang kurang atau sama sekali tidak berpihak pada
rakyat. Ketika money politics makin akut; penggunaan kekuasaan untuk
memobilisasi pemilih, wakil-wakil rakyat yang terpilih seakan tuli dan buta
akan keadaan masyarakat yang serba sulit, itulah yang menumbuhsuburkan anggapan
masyarakat bahwa politik adalah suatu hal yang kotor. Partai politik hanyalah
dianggap sebuah jembatan untuk merebut kekuasaan, dimana fungsionaris dan
elit-elit partai mulai ramah ketika menjelang proses pemilu.
Sehingga Partai politik dan Caleg memiliki peran yang sangat vital dalam proses
pendidikan politik. Partai politik dan Caleg
sebagai pemain di barisan terdepan berkewajiban untuk melakukan pendidikan
politik bagi rakyat. Sedangkan pendidikan politik disini bukan hanya dimaknai
sebagai proses sepihak ketika memobilisasi dan memanipulasi rakyat untuk
menerima nilai, norma, maupun simbol yang dianggapnya ideal dan baik, seperti
yang terjadi di beberapa wilayah.
Maka
pendidikan politik juga mempunyai fungsi politik yang akan direalisasikan oleh
lembaga-lembaga pendidikan. Pendidikan politik itulah yang akan menyiapkan anak
bangsa untuk mengeluti persoalan sosial dalam medan kehidupan dalam bentuk
perhatian dan partisipasi, menyiapkan mereka untuk mengemban tanggung jawab dan
memberi kesempatan yang mungkin mereka bisa menunaikan hak dan kewajibannya.
Hal itu menuntut pendidikan anak bangsa untuk menggeluti berbagai persoalan
sosial dalam medan kehidupan mereka dalam bentuk perhatian dan partisipasinya
secara politik, sehingga mereka paham terhadap ideologi politik yang dianutnnya
untuk kemudian membelanya dan dengannya mereka wujudkan cita-cita diri dan
bangsanya. Dan terbentuk sosok wakil rakyat yang
konsisten dalam menyuarakan aspirasi masyarakat sebagai wujud nyata untuk
kepentingan rakyat.
Semoga
dengan pendidikan politik, benar-benar dapat menjadikan rakyat sebagai pemegang
kedaulatan, cerdas dan jeli dalam
menggunakan dan menyalurkan hak politiknya, serta dapat meningkatkan
partisipasi masyarakat secara luas dan massif di PEMILU 2014 yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar