Selasa, 25 Juni 2013

MENJEMPUT PELUANG DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL




“Buatkan orang lain berekspresi “wow” terhadap anda.
Ingat bukan karena paras, bukan karena kekayaan, bukan keturunan,
Melainkan pada intelegensi yang anda miliki”

Saya pernah membaca sebua “ebook” yang berjudul “Tips ekstrim melamar pekerjaan”, yang ditulis oleh seorang pria sederhana “Agus salim” pria kelahiran bandung, 1980. Awalnya saya menganggap bahwa tulisan tersebut,  tidak ada bedanya dengan catatan yang pernah saya baca, sehingga sayapun menganggapnya biasa-biasa saja, saya mengcopy catatan tersebut dan save pada data yang saya miliki, tanpa saya sadari bahwa catatan tersebut nantinya mampu “menggugah inspirasi penulis” kemarin sa’at saya iseng ingin membuka bacaan, tanpa saya sadari saya membuka “ebook” sederhana tersebut, sa’at saya membaca ada sebuah kesan menarik, yang membuat saya terhipnotis dengan catatan tersebut, jika “jempol pada jari” berjumlah 100 maka jempol inilah yang akan saya acungkan buat catatan ini, mengapa?? karena isinya sangat luar biasa.

Catatan kecil, yang mungkin anda bisa temukan lembaranya pada tong sampah, seperti itulah bentuk catatanya, namun isinya, jika dibandingkan dengan seribu buku referensi yang saya miliki, maka layak baginya untuk saya urutkan pada posisi I dari semua koleksi buku saya. coba anda bayangkan,?? secarik kertas, posisinya di samakan dengan kualitas banyak buku. Anda penasaran? untuk mengetahui isinya saya akan mengutip satu dari 100 kata-kata motivasi dalam buku “ebook” tersebut:

“Kesalahan terjadi untuk kebaikan kita.
Tantangan kita adalah melawan  rasa takut melakukan kesalahan.
Kesalahan adalah guru yang hebat, pelajari kesalahan dengan baik.
karena, jika Anda tidak mengalami kesalahan, Anda tidak melakukan apa-apa dan Anda jauh dari kesuksesan”.

Sebuah kata sederhana namun mengandung “makna universal”, dihadapan anda sekarang terdapat sebuah “catatan” yang bertema “Menjemput Peluang Dengan Kematangan Emosional” sebuah judul yang mungkin pembaca kurang simpatik, dengan alasan bahwa para pembaca sudah pernah menemukan catatan-catatan seperti ini, disisi yang berbeda mungkin, karena penulis pada posisinya sama dengan para pembaca sekalian, namun dalam catatan ini penulis akan mengemasnya dalam bahasa yang sederhana, sehingga catatan sederhana ini menjadi menarik untuk di simak dan insya Allah bermanfaat, disini penulis bertanya apakah pembaca sekalian penasaran? untuk itu silahkan lanjut untuk membaca.

Pada dasarnya semua manusia telah dilahirkan merdeka oleh Tuhanya, namun manusia sendirilah yang membuat ia menjadi budak dan raja atas dirinya. Manusia adalah makhluk sempurna dari semua makhluk Tuhan, dikarenakan “pada diri” manusia telah Allah sematkan “Akal, Nafsu dan Hati” sehingga manusia mampu berfikir logis, sistematis yang menyebabkan manusia “mempunyai potensi untuk bersaing dalam mengarungi hidup” guna memenuhi segala kebutuhan hidupnya dan tentunya dalam ranah yang terukur dan bersifat subjektif.

Ada hal yang menarik untuk disimak pada catatan ini yakni “antara Peluang dengan Kematangan Emosional” sebuah ruang yang menghubungkan wilayah job dengan Kematagan idividu. peluang dalam artian “sebuah pekerjaan yang sedang menanti objek provesional untuk menangani, mengendalikan, dan menyelesaikan segala urusan di dalamnya. sedangkan Emosional merupakan pengendalian diri atas gejala yang timbul pada diri manusia (sabar, senang, dan menangis dan lain sebagainya) diakibatkan oleh sebuah kesenjangan yang terjadi diluar keinginan individu, yang dihubungkan dengan kekuatan intelektual dan spiritual meminjam ucapan Ginanjar Emosional, Spiritual Question (ESQ).

Setelah kita memahami pengertianya maka kita beranjak ke pembahasan selanjutnya, yakni bagaimana menghubungkan antara “Menjemput peluang dengan kematangan emosional” dengan ucapan Salim“Kesalahan terjadi untuk kebaikan kita. Tantangan kita adalah melawan rasa takut melakukan kesalahan. Kesalahan adalah guru yang hebat, pelajari kesalahan dengan baik.  karena, jika Anda tidak mengalami kesalahan, Anda tidak melakukan apa-apa dan Anda jauh dari kesuksesan” untuk itu mari kita identifikasi.

1.  Kesalahan terjadi untuk kebaikan kita 

Kebanyakan individu gagal dalam memulai, karena selalu menganggap sulit sesuatu hal yang belum dilakukan, sementara belum tentu hal tersebut sesulit apa yang kita bayangkan. benarkan demikian? jika kita ibaratkan “memulai” adalah sebuah “anak tangga” menuju pintu kesuksesan karena jika kaki kita tidak melangkah untuk maju, maka kita telah melakukan “sebuah kesempitan hidup” karena “hidup adalah usaha” jika kita tak menanam maka kita tak memetik hasil, maka bangkit dan mulailah melangkah.

Karena itu “lepaskanlah keraguan” untuk melangkah dengan pasti, buatkan “target” apa sesungguhnya yang kita inginkan, dan jawabanya silahkan di tulis dalam kertas, disamping itu identifikasi hal terburuk yang akan kita hadapi dalam menggoalkan rencana. sebagai sebuah “power” sekaligus mempersiapkan proteksi, untuk “memicu” dan mengantisipasi segala kemungkinan terburuk dari rencana tersebut. sehingga apabila kita gagal dalam menggoalkan “rencana” maka segala konsekuensi dari apa yang kita rencanakan sudah kita persiapkan solusi yang lain untuk menggantikanya. sehingga tidak ada alasan “frustasi” ketika tidak mendapatkan job. juga sebaliknya, kalaupun rencana tersebut dapat kita wujudkan tentunya hal tersebut juga untuk kebaikan kita.                     

selalu membanggakan kesuksesan orang lain akan membuat “diri” semakin pesimis untuk melangkah, untuk itu mulailah untuk mengoreksi, mengevaluasi diri, benahi kekuranganya, fikirkan kemungkinan terburuk dari apa yang akan kita lakukan, agar kita menyiapkan langkah antisipasi dari segala kemungkinan yang akan di hadapi. Tentukan target, tanam keyakinan Insya Allah segala cita akan mampu kita raih”.

2.  Tantangan kita adalah melawan rasa takut untuk melakukan kesalahan

“Disatu sisi saya takut lamaran saya ditolak “sekolah” disisi lain background Saya adalah seorang “pendidik”, saya ingin mentransver pengetahuan yang saya miliki kepada anak didik, sementara stok guru pada semua sekolah semakin meningkat, tidak mengajar ada beban psikologis dalam diri saya” Ungkap seorang teman ketika saya berkomunikasi dengan salah seorang sarjana muda berapa waktu lalu. ungkapan seperti ini sering kita jumpai dalam lingkungan sosial, ketika seorang calon tenanga pendidik telah menyelesaikan studinya dan berniat untuk mengabdikan diri pada masyarakat (pendidikan). Ketakutan seperti ini adalah sebuah kewajaran, dan ketika dibiarkan (lambat laun) akan menjadi sebuah masalah “sosial”.

Lalu apa yang kita lakukan ketika hal tersebut benar terjadi? ada beberapa hal yang menjadi dasar pijakan kita, sudahkah kita menggali informasi langsung kepada pihak sekolah dimana tempat kita berencana akan mengajar ataukah hanya mendengar informasi sepihak? Pernahkah kita mencoba untuk memasukan lamaran pada sekolah yang dimaksud? jika sudah pernah mengapa kita di tolak? hal terpenting dalam memulai itu semua adalah :

1)  Ciptakan komunikasi verbal yang kondusif dilingkungan hendak kita mengajar,
2)  Pekerjaan adalah majikan, fahami kehendak majikan sebelum melakukan tindakan
3)  Penyeleksi surat lamaran mungkin memutuskan hanya dalam waktu 10 sampai 30 detik saja. Jadi buatlah surat lamaran yang menarik perhatian pada saat pandangan pertama. :-)
4)  Untuk selanjutnya terserah anda.

3.  Kesalahan adalah guru yang hebat 

Saya dilahirkan dari keluarga sederhana, terdiri dari 4 orang saudara yang kesemuanya adalah laki-laki, ayah saya meninggal sa’at saya berusia 7 tahun waktu itu saya masih duduk di kelas II bangku sekolah dasar, tak pernah merasakan bagaimana merasakan dimanja seorang Ayah, juga tak pernah merasakan bagaiman rasanya berkomunikasi dengan saudara perempuan, karena memang kondisilah yang membuat lingkungan saya menjadi seperti itu.
Semenjak ayah meninggal saya jarang memasuki sekolah, kalaupun pergi duduknya hanya sebentar dan kemudian pulang, hal ini berlangsung sampai saya menginjak bangku SMA, sesuatu yang tidak pernah saya bayangkan akan terjadi, tahun 2005 yang lalu saya tidak lulus ujian sekolah, sa’at itu saya hampir frustasi, karena harapan untuk melanjutkan sekolah sudah sirna, sayapun menangis menyesali keteledoran yang saya lakukan sendiri, sa’at itu,ibu pun marah!! Ibu menyuruh saya untuk menggarap semua sawah yang kami miliki, sayapun di tugaskan untuk bekerja sebagai petani, yang tiap hari kerjanya pergi dan pulang kesawah, tak menghiraukan panas teriknya matahari, ini saya lakukan hampir 1 bulan penuh tanpa istirahat, karena kebetulan kami memiliki sawah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sanak saudara.

Panas terik matahari kian menyengat kulit tubuh ini, seakan ku berkaca di bawah langit bumi, kulit pun kian kusam, ketika matahari berada lurus ditas kepala bertanda harus berteduh dan makan siang diperteduhan, hanya sa’at itulah waktunya untuk mengelap keringat, karena ketika matahari agak condong ke-barat, bertanda harus mulai bekerja lagi sampai matahari tenggelam. sayapun berfikir, “apakah ini takdir??!, jika begini fisik saya bisa remuk dimakan usia!! ”gumam hati kecilku”. ah tak apalah mungkin inilah jalan hidup yang memang harus ku tempuh”, fikiran seperti ini “seakan bagai hantu yang mengusik benak fikiran ku”, sayapun bingung dengan diri saya sendiri, “Mau melanjutkan, sama artinya saya harus belajar dengan adik tingkat” (sok ja’im dikit. hehehe)tidak melanjutkan “saya terus bertani tanpa kenal waktu”.

Semua pekerjaan telah saya selesaikan, kemudian saya pun  mengasingkan diri ketempat keluarga yang jauh, untuk menenangkan fikiran, disana saya diberi pertanyaan oleh ayah ku (kakak dari bapak), sudah siapkah kamu bekerja sebagai petani? saya diam seribu bahasa dan tak bergeming, “dalam hati bergumam, mungkin ini adalah jawaban dari fikiran saya” setelah saya berfikir matang, kemudian saya bersikeras untuk melanjutkan sekolah,singkat cerita tahun 2006, sayapun menamatkan SMA, karena sudah mengenyam “pahit asinya” kehidupan sa’at putus sekolah. selesai tahun 2006, kemudian bersikeras melanjutkan sekolah, dan Alhamdulillah tahun 2011 awal tepatnya bulan april 2011 saya mampu menyelesaikan study Strata 1 saya.

Kesalahan adalah guru yang hebat, pelajari kesalahan dengan baik. Ingat, jika Anda tidak mengalami kesalahan, Anda tidak melakukan apa-apa dan Anda jauh dari kesuksesan.

4.  Pelajari kesalahan dengan baik

Tak ada manusia yang tak luput dari kesalahan dan lupa, mendiamkan perso’alan memberi peluang melakukan kesalahan yang ke dua, kecuali merefleksi kesalahan dan segera memperbaikinya. hidup adalah penjara waktu dan kesempatan, bagai air hujan yang turun ke bumi, jika bumi dalam keadaan tandus maka siaplah Banjir melanda, jika bumi di tumbuhi tumbuhan, maka  tumbuhan kan menjadi subur dan segar, sekarang tergantung individu apakah, ia ingin dirinya subur ataukah dalam keadaan kering.

Allah berfirman “Allah tak akan merubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu mau merubah keadaanya”, ambillah pelajaran dari setiap kesalahan yang pernah kita lakukan, evaluasi diri sehingga kita pun tau apa yang seharusnya kita lakukan, untuk mengarungi kehidupan yang penat dan susah ini, siapa yang ingin memetik hasil maka ia harus menanam, menerima pahala dari kebaikan adalah atas usaha dan kesadaran manusia. Tak menyembah Tuhan, sedikitpun tak merubah kekuasaan Allah, hidup adalah menerima takdir, ketentuan yang telah ditetapkan Allah dalam “lauhul mahfuz”, sehingga dengan demikian kita dituntut untuk melaksanakan ketetapan Allah, jangalah menyalahkan takdir karena kesemuanya telah di tetapkan sang khaliq, untuk itu segeralah berbenah dan berbuat kearah yang lebih baik dan menguntungkan, karena kita telah hadir kedunia untuk mengendalikan segala yang ada didalamnya.

Berfikirlah sebelum bertindak, agar apa yang kita lakukan menyenangkan buat diri dan orang lain, fahami sisi gelap kehidupan agar kita mampu meneranginya dengan kesadaran,fahamilah kesalahan agar kita segera memperbaiki semua keaadaan.

5.  Tidak melakukan apa-apa kita akan jauh dari kesuksesan.

Dimanapun tempat yang kita sukai untuk mengabdikan diri adalah sebuah kewajaran, karena bagaimanapun juga kita tak dapat memungkiri keadaan ini, masukan lamaran dimanapun anda sukai, jangan pernah “memilih dan memilah” dalam konteks tidak menyalahi koridor kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan, karena dengan kesadaran sebagai ciptaan kita akan mengerti dan dikasihi sang pencipta, “seringlah mengingatku kata allah, karena akupun kan selalu mengingat Mu (manusia).

Jangan takut ditolak selama kita belum melakukan, apapun yang kita terima adalah takdir setelah kita menemukan jawaban atas usaha tersebut. Pesimis untuk melakukan sama halnya dengan kita menutup diri terhadap lingkungan sekitar, hidup adalah sebab akibat,jika apa yang kita lakukan adalah kebaikan maka kebaikan pula yang kita dapat, begitupun sebaliknya, jika kita melakukan penganiayaan maka kitapun akan siap di aniaya, lihatlah penciptaan-Nya karena semua yang diciptakan tidaklah sia-sia, melainkan ada manfaatnya kecuali mereka yang tidak mau mengambil pelajaran,

Air hujan yang turun dari langit adalah anugerah,bisa memberi kehidupan pada semesta, menghidupkan bumi dari keringnya, dan menghidupkan tumbuhan dari matinya, seperti itulah Allah membangkitkan manusia sa’at kiamat yang sudah pasti datangnya. air hujan juga bisa mendatangkan musibah, menelan korban berdasarkan ulah manusia sendiri “Dzaharal fasadu filbarri wal bahri bima kabat ayyidinnas..” telah tampak kerusakan didarat dan dilautan disebabkan karena tangan manusia..(Arrum: 41).

jika kita tak menanam maka kita tak memetik hasil, maka bangkit dan mulailah melangkah.

Tulisan ini dihajatkan sebagai embrio yang kiranya dapat menyemai hasrat calon pendidik agar melangkah pasti dalam mengarungi dunia kerja, sebagai insan “pendidik” tentunya merupakan wadah bagi benih “Pendidikan” dimana kiranya dari benih tersebut tumbuh sebatang pohon kognitif yang dapat menciptakan satu peradaban besar dalam lintasan sejarah pendidikan. Jejalan kata yang mungkin terlalu idealis dan argumentatif diatas, barangkali sebuah rangkaian candu apologetik tapi apa hendak dikata, demikianlah jihad intelektual yang dapat penulis panggul ketimbang tidak berbuat sama sekali, untuk mewariskan ijtihad dan tafsiran atas hajat anak bumi akan pendidikan.

Penulis tidak berharap banyak, tetapi  minimal kehadiran sebuah analisa ini dapat memantik syahwat intelektual yang responsif untuk melakukan ziarah  intelektual terhadap berbagai realitas yang ada, penulis juga tidak ingin menfatwakan terlalu dini impotensitas apatah lagi kematian birahi intelektual. Akhirnya Kami sadar apa yang penulis semaikan jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik saran pembaca yang sifatnya konstruktif sangat penulis harapkan, demi menyempurnakan tulisan ini.


Tidak ada komentar: