Kamis, 27 Juni 2013

Pendidikan Politik Berbasis Lokal (Pileg 2014)



Seiring dengan makin dekatnya Pemilu 2014 serta kian menurunnya elektabilitas dan kepercayaan rakyat terhadap sejumlah partai politik akibat berbagai kasus yang menimpa beberapa fungsionaris dan elit-elit mereka seperti skandal sex dan korupsi, maka pendidikan politik adalah sebuah keharusan bagi  parpol sebagai pemain di barisan terdepan dalam pemilu. Salah satu persoalan mendasar dalam berdemokrasi di Negara kita adalah RAKYAT sebagai pemegang kedaulatan belum mampu bersikap dan bertindak secara kritis, rasional, dan mandiri ketika terlibat dalam agenda politik. Rakyat belum memiliki kekuatan yang utuh untuk melakukan “perlawanan” dalam mencapai kemandirian dan kebebasan dalam mengaktualisasikan dan mengartikulasikan pilihan politiknya. Sebagian besar masyarakat masih memiliki sikap pragmatis yang begitu kronis. Indikasinya adalah ketika menentukan hak dan pilihan politiknya kepada partai politik, rakyat tidak berangkat dari sebuah pemahaman yang utuh tentang makna dan fungsi keberadaan partai politik, visi partai politik beserta calon anggota legislatif  (caleg) yang akan dipilihnya. Pilihan dan sikap politik mereka tidak berangkat dari kesadaran kritis. Sehingga kita sulit menemukan masyarakat yang secara sukarela dan sadar bergerak dalam aktivitas dukung mendukung kepentingan politik tertentu (parpol dan calegnya). Mereka akan bergerak kalau dibayar, dan mendapat dukungan materi yang membuat hidup mereka senang atau dalam batas tertentu mampu bertahan hidup.

Dengan demikian, beberapa usaha yang telah dan sedang dilakukan oleh lembaga gerakan yang menuntut agar pendidikan politik mesti disuarakan oleh pemain politik itu sendiri bersama penyelenggara. Di sinilah agenda pendidikan politik rakyat, berperan sebagai bagian dari proses penguatan dan kemandirian peran rakyat dalam berdemokrasi menjadi sangat penting. Salah satu alasan mengapa proses ini perlu menjadi semangat bersama bagi pengiat demokrasi adalah kran demokrasi yang mulai terbuka lebar pasca tumbangnya rezim orde baru kemudian diiringi oleh kebebasan partisipasi yang luar biasa, akan tetapi belum diiringi oleh kematangan mental dan sikap dalam berdemokrasi. Kebebasan berpolitik tidak ditopang oleh kemandirian berpikir dan bersikap rasionalitas dan daya kritis. Padahal nilai utama yang diusung oleh demokrasi adalah terbukanya ruang-ruang politik rasional dalam diri setiap rakyat. Kebebasan yang tidak didasari oleh rasionalitas politik akhir-akhir ini sangat nampak dalam upaya penguatan kekuasaan politik nasional maupun lokal. Peluang konflik politik, khususnya di tingkat lokal dalam “Perebutan Kekuasaan”. Di tengah belum menguatnya kesadaran politik di tingkat akar rumput, maka momentum Pileg  memiliki potensi konflik yang sangat besar, manipulatif, politik uang, dan intimidasi.

Untuk meraih kematangan berpolitik maka diperlukan adanya proses pendidikan, penguatan basis dan penyadaran kepada rakyat. Selama ini, meskipun kebebasan partisipasi semakin luas, tapi rakyat belum mampu menikmati dan memanfaatkan kebebasan itu secara utuh karena mengalami berbagai keterbatasan dalam berfikir dan bertindak. Sehingga selama rakyat masih belum berdaya dan tidak memiliki kekuatan berdaulat, maka transisi demokrasi dapat dipastikan akan berumur pendek oleh praktek pragmatisme elit politik dan sekaligus mempercepat kembalinya rezim otoriter. Pragmatisme politik akan senantiasa tumbuh subur oleh karena sistem politik yang dimainkan oleh penguasa saat ini tidak membuka ruang-ruang beripikir dan bertindak secara sehat kepada rakyat. Perjalanan demokrasi bangsa ini sangat ditentukan oleh keinginan dan kesadaran politik rakyat. Selama rakyat tidak tersadarkan atas nama kedaulatannya, maka perjalanan demokrasi masih banyak ditentukan oleh elit politik yang berkuasa.

Sehingga dengan demikian, komitmen politik yang dikehendaki rakyat  untuk para elit politik saat ini sebenarnya sangat sederhana, yakni adanya komitmen untuk mengembalikan kedaulatan di tangan rakyat dengan cara membuka ruang-ruang kesadaran politik bagi rakyat, tidak justru mengeksploitasi dan memanipulasi mereka, memberi kesejahteraan kepada mereka dengan prinsip kemandirian, tidak justru mengajarkan praktek-praktek pragmatisme dan memberikan ruang-ruang partisipasi politik kepada mereka dengan senantiasa melaporkan segala aktivitas dan kinerja  secara transparan.  Disinilah pegiat demokrasi memiliki peran yang cukup penting untuk mengawal proses tersebut dalam mematangkan  demokrasi baik di tingkat lokal maupun di tingkat nasional, dengan agenda pemberdayaan dan penyadaran politik kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan seperti kajian, pelatihan dan penguatan institusi lokal serta usaha-usaha konstruktif lainnya.

Peran Parpol dalam Pendidikan Politik di Sumbawa

Pendidikan politik perlu diselarasaskan dengan kondisi wilayah untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya pemilu, sehingga pendidikan politik akan menjadi sangat berarti dalam pelaksanaan PEMILU 2014. Proses ini bukan hanya sekedar memberikan pemahaman tentang teknik dan tata cara pencoblosan dan hal-hal yang bersifat teknis lainnya, melainkan dapat menyentuh pada nilai/norma yang lebih mengarah pada arti dan peran penting PEMILU terhadap rakyat. Dari pendidikan politik yang dilakukan, diharapkan akan terjadi suatu perubahan pola pikir masyarakat yang tadinya hanya dianggap sebagai sebuah rutinitas, mengarah kepada memposisikan PEMILU sebagai media untuk menjadikan kedaulatan secara total, sehingga memunculkan bargaining antara partai politik dan masyarakat.  

Dalam perpolitikan, rakyat memiliki posisi dan peranan yang sangat stategis untuk menciptakan demokratisasi dari berbagai dinamika dan perubahan sosial. Untuk itu, perlu adanya kesadaran akan peranan masyarakat sebagai subjek dan pemahaman yang benar tentang dinamika dan proses demokratisasi yang sekarang ini berlangsung, dimana proses ini harus membawa pada dinamika sosial politik yang bermartabat dan berkeadilan sosial. Sistem politik Indonesia telah menempatkan partai politik sebagai pilar utama penyangga demokrasi. Artinya, tak ada demokrasi tanpa partai politik. Lalu, apa peran parpol yang telah dirasakan oleh masyarakat dalam mewujudkan demokrasi? Ataukah jangan-jangan masyarakat tidak tahu dan alergi terhadap partai politik? Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 tahun 2011 tentang Partai Politik tercantum bahwa “Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Banyak orang beranggapan bahwa politik itu kotor. Tetapi sesungguhnya politik adalah sebuah cara dan strategi untuk mencapai tujuan. Sepanjang tujuan yang ingin dicapai adalah baik dan dengan cara yang baik pula, maka tidak akan ada alasan untuk alergi dan menganggap politik itu kotor. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam realisasinya, banyak cara-cara kotor yang dilakukan oleh oknum-oknum politik dan dengan tujuan yang kurang atau sama sekali tidak berpihak pada rakyat. Ketika money politics makin akut; penggunaan kekuasaan untuk memobilisasi pemilih, wakil-wakil rakyat yang terpilih seakan tuli dan buta akan keadaan masyarakat yang serba sulit, itulah yang menumbuhsuburkan anggapan masyarakat bahwa politik adalah suatu hal yang kotor. Partai politik hanyalah dianggap sebuah jembatan untuk merebut kekuasaan, dimana fungsionaris dan elit-elit partai  mulai ramah ketika menjelang proses pemilu.
Sehingga Partai politik dan Caleg memiliki peran yang sangat vital dalam proses pendidikan politik. Partai politik dan Caleg sebagai pemain di barisan terdepan berkewajiban untuk melakukan pendidikan politik bagi rakyat. Sedangkan pendidikan politik disini bukan hanya dimaknai sebagai proses sepihak ketika memobilisasi dan memanipulasi rakyat untuk menerima nilai, norma, maupun simbol yang dianggapnya ideal dan baik, seperti yang terjadi di beberapa wilayah.

Maka pendidikan politik juga mempunyai fungsi politik yang akan direalisasikan oleh lembaga-lembaga pendidikan. Pendidikan politik itulah yang akan menyiapkan anak bangsa untuk mengeluti persoalan sosial dalam medan kehidupan dalam bentuk perhatian dan partisipasi, menyiapkan mereka untuk mengemban tanggung jawab dan memberi kesempatan yang mungkin mereka bisa menunaikan hak dan kewajibannya. Hal itu menuntut pendidikan anak bangsa untuk menggeluti berbagai persoalan sosial dalam medan kehidupan mereka dalam bentuk perhatian dan partisipasinya secara politik, sehingga mereka paham terhadap ideologi politik yang dianutnnya untuk kemudian membelanya dan dengannya mereka wujudkan cita-cita diri dan bangsanya. Dan terbentuk sosok wakil rakyat yang konsisten dalam menyuarakan aspirasi masyarakat sebagai wujud nyata untuk kepentingan rakyat.

Semoga dengan pendidikan politik, benar-benar dapat menjadikan rakyat sebagai pemegang kedaulatan, cerdas dan jeli dalam menggunakan dan menyalurkan hak politiknya, serta dapat meningkatkan partisipasi masyarakat secara luas dan massif di PEMILU 2014 yang akan datang.

Tidak ada komentar: